Tampilkan postingan dengan label Sukabumi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sukabumi. Tampilkan semua postingan

Sukabumi Ingin Seni Budaya Jadi Daya Tarik Wisatawan

Sukabumi, Jabar - Ajang helaran seni budaya di Kota Sukabumi ditargetkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Perhelatan tersebut rutin digelar setiap perayaan hari jadi Kota Sukabumi pada 1 April.

"Helaran budaya ini dapat menjadi ikon bagi pengembangan wisata di Sukabumi," ujar Wali Kota Sukabumi Mohamad Muraz ketika menghadiri acara helaran seni budaya Jawa Barat di halaman Balai Kota Sukabumi, Senin (4/4).

Penyelenggaraan helaran seni budaya ini merupakan yang ke empat kalinya di gelar di Sukabumi. Pengembangan seni dan budaya ini ujar Muraz, dikarenakan Sukabumi memang mempunyai potensi yang besar.

Misalnya kesenian boles (bola leungeun seuneu) atau bola tangan api. Di sisi lain ungkap Muraz, kekayaan sumber daya alam (SDA) di Sukabumi cukup terbatas. Hal ini disebabkan luasan wilayah Sukabumi yang kecil. Sehingga bidang seni dan budaya akan lebih dikembangkan.

Ketua Panitia Helaran Seni Budaya Sukabumi Yudi Yustiawan mengatakan, kegiatan helaran ini untuk memperingati hari jadi Sukabumi ke-102.

"Ada sepuluh kabupaten/kota di Jabar yang berpartisipasi," cetus dia.

Ke sepuluh daerah itu yakni Kabupaten Cianjur, Subang, Karawang, Purwakarta, Sumedang, Garut, Sukabumi, Kota Bogor, Kota Banjar, dan Kota Bandung. Mereka menampilkan seni dan budaya unggulan daerahnya masing-masing.

Acara ini ujar Yudi digelar agar masyarakat mengetahui seni dan budaya yang ada di Jabar. Selain itu dapat menjadi daya tarik bagi para wisatawan untuk berkunjung ke Sukabumi.

Sukabumi Jadikan Wayang Sukuraga Seni Budaya Khas

Sukabumi, Jabar - Wali Kota Sukabumi, menetapkan secara resmi Wayang Sukuraga menjadi seni budaya khas kota tersebut terhitung mulai 12 Februari 2016.

"Wayang ini bisa menjadi ikon dan kami bangga atas kreativitas dan inovasi para seniman dan budayawan Kota Sukabumi sehingga mampu menciptakan sekaligus mengembangkan seni dan budaya khas tersebut," kata Muraz di Sukabumi, Senin.

Menurutnya, Wayang Sukuraga diharapkan bisa menambah khasanah seni budaya khas Kota Sukabumi sekaligus menjadi kebanggaan masyarakat, sebab beberapa tahun lalu, telah pula dikukuhkan secara resmi seni Ngageulis (Ngagotong Lisung) atau menggotong lesung dan Bola Leungeun Seuneu (Boles) atau Bola Tangan Api yang berakar dari tradisi seni dan budaya Kota Sukabumi.

Wayang Sukuraga ini juga dapat dijadikan momentum sekaligus pemicu semangat bagi semua pihak khususnya dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya Sunda warisan para leluhur di tengah kemajuan teknologi dan era gadget.

Karena lanjutnya bagaimanapun juga pihaknya khawatir dengan kondisi anak yang sudah mulai melupakan bahkan ada yang tidak mengetahui kesenian dan budaya asli daerahnya.

"Melalui seni dan budaya ini, kami menginginkan masyarakat di Kota Sukabumi sejak dini mencintai kebudayaan asli daerahnya di tengah serbuan budaya asing yang belum tentu berdampak positif bagi warga," tambahnya.

Sementara itu Dalang sekaligus Pencipta Wayang Sukuraga, Effendi mengatakan Wayang Sukuraga berbentuk boneka yang dipadukan dengan seni lukis, rupa, musik, teater dan kerajinan serta mulai di pertunjukan kepada khalayak umum sejak 1997.

Adapun cerita dalam wayang ini, tidak mengambil cerita pada umumnya cerita wayang seperti Ramayana dan Mahabharata, tapi lebih banyak menceriterakan konflik manusia secara internal, serta konflik-konflik para anggota badan manusia dengan iringan musik kolaborasi paduan musik etnik tradisional dan modern.

"Mengenai nama-nama tokohnya disesuaikan dengan nama anggota tubuh manusia seperti mata, telinga, hidung, mulut, tangan dan sebagainya," katanya. Feru Lantara

Anak Muda Mulai Lirik Karinding

Sukabumi, Jabar - Saat ini, mungkin masih banyak anak remaja yang belum tahu alat musik tradisional Sunda buhun berupa Karinding, meski sebelumnya alat musik ini sunda sudah populer dikalangan pemusik, namun nyatanya belum semua orang tau akan karinding.

Salah satu warga Komunitas Karinding Sukabumi Dick Riyadi mengatakan, membuat Karinding karena terdorong semangat untuk membudayakan alat musik tradisional Sunda buhun tersebut. Memang dulunya Karinding merupakan alat untuk mengusir hama di sawah ataupun ladang, sebab mengeluarkan suara yang bergelombang.

Alat musik yang terbuat dari bambu atau batang pohon kawung (enau) ini dimainkan dengan cara disimpan di bibir, kemudian ditepuk pada bagian pemukulnya hingga mengeluarkan resonansi suara.

“Sebagai orang Sunda, wajib membangkitkan alat kesenian tradisional Karinding, jika dimainkan sendiri memang kurang afdol, namun kalau dimainkan oleh banyak orang akan lebih seru, karena akan menciptakan harmonisasi suara,”katanya.

Saat ini dirinya bersama komunitas lain berupaya untuk melestarikan kesenian musik tradisional Karinding Celempung agar tetap dikenal oleh setiap generasi masyarakat Sunda umumnya Indonesia.

“Kami ingin kembalikan kesenian tradisional Sunda ke tengah-tengah masyarakat,” jelasnya.

Upaya melestarikan seni musik dari bambu itu dengan selalu pentas disetiap kegiatan seperti agenda bulanan, tahunan hingga agenda lainnya. “Selama ini kita terus menerus digempur oleh budaya-budaya luar yang kurang baik, sehingga dengan kegiatan seni ini adat istiadat tradisional kita tetap terjaga,” katanya.

Di Taman Urang, komplek Lapang Merdeka Kota Sukabumi, sebagian orang berpakaian khas sunda mengenakan setelan hitam, dengan ciri khas celana pangsi dan iket sunda yang dikaitkan di kepala mereka. Kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk sosialisasi kepada masyarakat luas, khususnya masyarakat sunda bahwa karinding merupakan alat musik yang berasal dari tanah sunda dan patut untuk dilestarikan.

“Sambil mengisi waktu, kami adakan tutorial tentang karinding itu sendiri, lalu ada guaran atau mengupas tuntas asal muasal karinding, serta pembelajaran bagaimana membuat dan memainkan karinding. Setiap hari minggu sore komunitas karinding adakan pelatihan belajar membuat karinding dan memainkannya, adapaun untuk persertanya bebas tidak dituntut biaya, bahkan kalau peserta tidak memiliki karinding kita sediakan gratis.” ungkap Dimas.

Sementara itu, sesepuh karinding Sukabumi, Unang Sultana atau yang akrab disapa Abah Unang mengaku senang dan bangga melihat perkembangan karinding di Sukabumi sudah sangat dikenal oleh masyarakat. Abah Unang yang sejak kecil mengenal karinding ini. ‘Sudah beberapa tahun saya berkecimpung di dunia karinding, baru sekarang saya lihat perkembangannya sangat pesat dan tersebar luas seperti ini. Kemarin-kemarin sempat ada, lalu kembali menghilang,” ungkap Abah Unang.

Kota Sukabumi Bangkitkan Kearifan Budaya Lokal

Sukabumi, Jabar - Wali Kota Sukabumi Mohamad Muraz mengatakan, dalam menghadapi arus globalisasi pada tahun ini pihaknya akan terus berupaya membangkitkan kembali kearifan budaya lokal.

"Kearifan budaya lokal ini harus menjadi kekuatan bagi daerah khususnya dan nasional pada umumnya dalam menghadapi arus globalisasi," kata Muraz usai menghadiri peringatan Hari Jadi 101 tahun Kota Sukabumi di Lapang Merdeka, Rabu (1/4/2015).

Menurut Muraz sebagai langkah untuk mewujudkan pihaknya sudah melakukan berbagai upaya. Di antaranya menerbitkan SK Wali Kota mengenai Rebo Nyunda.

"Rebo Nyunda ini mulai hari ini setiap hari Rabu menggunakan pakaian khas Sunda. Ada dua macam warna dominan yaitu hitam dan putih, seperti yang saya pakai ini sekarang warna putih," ujar Muraz sambil memperlihatkan pakaian yang dikenakannya.

Muraz menuturkan sebelumnya upaya membangkitkan kearifan lokal itu sudah dilaksanakan dalam penggunaan bahasa Sunda dan kesenian tradisional pencak silat dalam muatan lokal (Mulok) di lingkungan pendidikan.

"Dalam bidang kebudayaan lokal ini Kota Sukabumi juga sudah berprestasi baik regional maupun nasional," tutur mantan Sekda Kota Sukabumi dua periode itu.

Ketua DPRD Kota Sukabumi Moch. Muslikh Abdussyukur mengapresiasi komitmen dan langkah Pemkot Sukabumi dalam berbagai upaya membangkitkan kearifan budaya lokal.

"Saya mengapresiasi Pemkot Sukabumi yang sudah menetapkan setiap Rabu harus mengenakan pakaian adat dan berbahasa Sunda," kata Muslikh kepada wartawan usai rapat paripurna di Gedung DPRD, Rabu.

Langkah Pemkot Sukabumi itu, lanjut Muslikh, juga sudah diterapkan di kalangan DPRD. Salah satu contohnya hari ini mengenakan pakaian khas Sunda dan dalam rapat paripurna juga menggunakan bahasa Sunda.

"Rapat paripurna juga sudah menggunakan bahasa Sunda dan semuanya berpakaian pangsi," ujar Muslikh yang sebelumnya menjabat Wali Kota Sukabumi selama dua periode.

-

Arsip Blog

Recent Posts