Tampilkan postingan dengan label Sulawesi Barat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sulawesi Barat. Tampilkan semua postingan

Dugaan Korupsi Dana Perusda Mamuju Diincar Kejari

Kejaksaan Negeri (Kejari) Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) membidik dugaan korupsi pengelolaan dana di Perusahaan Daerah (Perusda) Mamuju senilai Rp1 miliar.

Pejabat fungsional Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Sawabi Natsir, SH di Mamuju, Selasa (15/7) mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat pemanggilan kepada sejumlah pihak yang terkait dengan kasus dugaan korupsi di Perusda Mamuju.

Natsir mengatakan, telah memanggil Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Pemerintah Kabupaten Mamuju, Adrian Haruna dan mantan Kepala Bagian Ekonomi Pemkab Mamuju, Daud Yahya untuk kepentingan pemeriksaan terkait aliran dana yang dicairkan oleh Perusda Mamuju pada APBD tahun 2005-2006.

Namun, kata Natsir, surat panggilan dari Kejari Mamuju tidak dipenuhi oleh kedua pejabat tersebut.

"Kami masih tetap melakukan pemanggilan kepada mereka untuk diperiksa," ujarnya.

Ia mengatakan, pihaknya belum bisa menetapkan terjadi korupsi pengelolaan dana pada Perusda Mamuju, sebelum diketahui aliran dana yang masuk ke Perusda Mamuju.

Selain itu, kata Natsir, dalam waktu dekat ini Kejari Mamuju juga akan memanggil mantan Direktur Perusda Mamuju, JG untuk diperiksa.

Sebelumnya aktivis lembaga swadaya masyarakat dari Laskar Anti Korupsi (LAK) Sulbar mendesak Kejari Mamuju untuk segera mengusut tuntas kasus dugaan penyelewengan dana Perusda Kabupaten Mamuju sebesar Rp1 miliar.

Muslim Fatillah, Ketua LAK Sulbar mengatakan, berdasarkan temuan BPK RI Perwakilan Makassar terhadap realisasi belanja APBD Mamuju tahun 2005-2006 ditemukan indikasi tindak pidana korupsi pengelolaan dana di Perusda tersebut.

"Dalam penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Mamuju kepada Perusda Mamuju sebagai tambahan modal usaha tidak disertai perjanjian kerjasama, sehingga tidak jelas pembagian hasil bagi daerah," ujarnya. Selain itu, kata dia, juga Perusda Mamuju belum mempunyai status badan hukum yang resmi.

Sumber : kapanlagi.com : 16 Juli 2008

Ayo Hadiri Festival Budaya Polewali Mandar

Polewali, Sulbar - Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar (Polman) lewat Dinas Kebudayaan dan Parisiwata (Disbudpar) gelar Festival Budaya Polewali Mandar XI di Pantai Bahari, tanggal 1-6 Desember.

Rencananya Festival Budaya Mandar ini dibuka besok, Selasa 1 Desember, pukul 14.00 wita. Gubernur Sulawesi Barat, Anwar Adnan Saleh dijadwalkan membuka Festival itu.

Pelbagai agenda digelar oleh Disbudpar, mulai dari festival tari kreasi daerah, permainan rakyat, dan festival lagu daerah. Juga ada pemilihan To Malolo dan To Makappa Polman. Wadah lain digelar untuk lomba foto pariwisata dan budaya, pagelaran ekspresi seni budaya Mandar dan nusantara, karnaval budaya, juga festival sandeq, dan edukasi sandeq.

Kepala Disbudpar Polman, Andi Nursami Masdar, menjelaskan ajang tersebut sudah menjadi agenda tahunan. Diprediksi festival ini lebih meriah, sebab melibatkan luar Polman.

Tenun Kuno di Asia Tenggara, Ternyata Ada di Sulawesi Barat

Mamuju, Sulbar - Sesuai data Ahli Arkeologi Keberadaan suku Kalumpang purba adalah suku dari Ras Austronesia Neolitikum yang dihuni penduduk asli sebelum kedatangan orang-orang Proto Melayu 3600 tahun sebelum Masehi.

Hal ini diungkapkan Anny Marimbunna Pakata yang konsen kepada pelestarian seni budaya Indonesia khususnya Sulawesi.

Dikatakan Anny penemuan berbagai situs sejarah seperti situs Kamassi dan Minanga Sipakko alat dari batu berupa pisau kapak batu pecahan periuk dan belanga dari tanah liat merah gerabah berhias merupakan artefak masa lalu.
"Penemuan ini merupakan bukti sejarah bahwa Kalumpang merupakan situs peradaban tertua di Indonesia bahkan di Asia Tenggara," kata Anny, Senin (16/11/2015).

Menariknya lagi, Kalumpang juga menyimpan kekayaan alam seni tradisi leluhur ratusan tahun yang unik dan masih terjaga hingga saat ini.

Salah satu tradisi yang masih melekat di suku Kalumpang yakni tradisi menenun yang dikenal dengan tenun ikat tradisional sekomandi tepatnya berada di desa kondobulo dan karataun kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat.

Keunikan kain tenun Ikat Kalumpang ini terdapat pada pola warna dan struktur kain Semua proses pengerjaan nya dilakukan dengan tangan dan atau ditenun dengan menggunakan alat-alat tradisional. Dan kata dia, dibutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan untuk memproduksi sehelai kain tenun ikat sekomandi.

Sulawesi Barat Gelar Festival Budaya

Mamuju, Sulbar - Provinsi Sulawesi Barat menggelar festival budaya di Lapangan Merdeka Mamuju yang merupakan rangkaian kegiatan ekpedisi kapsul waktu yang akan melintas di Kabupaten Polman, Majene, Mamuju, Mamuju Tengah dan Mamuju Utara pada 26 November 2015.

Koordinator Panitia Ekspedisi kapsul waktu Daerah Sulawesi Barat Irvan Basri di Mamuju, Minggu, mengatakan kegiatan ekspedisi kapsul waktu yang akan melintas di Sulbar di antaranya adalah kegiatan sosial, budaya, hiburan, dan ekonomi kreatif.

Ia mengatakan, kegiatan festival budaya yang dipusatkan di lapangan Merdeka merupakan rangkaian kegiatan kapsul waktu yang digelar bulan September.

"Untuk menyambut kapsul waktu yang tiba di Sulbar nantinya, akan digelar berbagai kegiatan menyambutnya mulai September hingga bulan Oktober dan November 2015 nanti," katanya.

Menurut dia, festival budaya yang digelar di lapangan Merdeka Mamuju menyajikan berbagai kandungan kebanggaan masyarakat.

"Akan kita angkat kandungan budaya yang ada di Sulbar agar Sulbar dikenal ke seluruh nusantara bahkan dunia bahwa daerah ini kaya akan kandungan budaya," katanya.

Irvan mengatakan, setelah dilaksanakan di Sulbar kapsul waktu akan digelar kembali oleh panitia daerah yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah sebagai Provinsi tetangga dari Provinsi Sulbar yang berada disebelah utara pada minggu Pagi 29 November 2015.

"Perjalanan ekpedisi kapsul waktu akan dimulai dari Aceh tanggal 22 September 2015 dan berakhir di Merauke, Papua, tanggal 21 Desember 2015," katanya.

Ia menjelaskan jika ekpedisi kapsul waktu merupakan kegiatan untuk memuat kegiatan mengenai mimpi Indonesia 70 tahun ke depan yakni pada 2085.

"Kegiatan ini mengajak masyarakat untuk bekerja dengan tema Ayo Kerja untuk kemajuan bangsa," katanya.

Pada rakor Mensesneg Pratikno telah mengingatkan agar kegiatan ini bisa menjadi bagian dari upaya lompatan kemajuan secara bersama-sama guna mencapai percepatan pencapaian cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

"Ekspedisi ini diharapkan memberi efek optimisme, persatuan, kreativitas, kerja keras, dan solidaritas antara pemerintah pusat dan daerah serta antara pemerintah dan rakyat," katanya.

Nelayan Mamuju Gelar Ritual Mappandesasi

Polewali, Sulbar – Nelayan di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, tumpah ruah mengikuti ritual Mappandesasi. Tradisi pesta nelayan turun temurun ini digelar di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Mamuju.

Haidar seorang nelayan mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas keselamatan yang diberikan kepada nelayan saat beraktifitas di laut.

“Ini sudah menjadi kebiasaan tahunan nelayan disini, di mana para nelayan tetap diberikan keselamatan dalam beraktifitas di laut,” kata Haidar, Minggu (15/3/2015).

Haidar menjelaskan, mappandesasi adalah budaya turun temurun masyarakat Mandar yang tinggal di daerah pesisir pantai. Budaya mappandesasi yang telah berlangsung sejak lama di daerah Mandar, digelar sekali dalam setahun yang selalu dirangkaikan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.

“Ritual ini selain sebagai bentuk rasa syukur nelayan etnik Mandar, juga berfungsi memperkuat rasa solidaritas sesama etnik Mandar,” kata Haidir.

Selain ratusan nelayan dan penduduk tumpah ruah dalam ritual tersebut. Acara tahunan ini juga dihadiri Bupati Mamuju, Suhardi Duka.

Kehadiran Bupati sekaligus melakukan pelepasan kapal hias yang akan melakukan ritual tahunan Mappandesasi di Pulau Bone Tangnga.

Suhardi mengatakan, antara agama dengan budaya masyarakat memang saling berkaitan dan saling melengkapi khususnya di daerah Mandar.

“Mappandesasi merupakan bahasa daerah yang bermakna memberikan sesajen ke laut. Ritual ini adalah kebiasaan tahunan yang dipercaya oleh para nelayan sebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan atas keselamatan nelayan di laut,” kata Bupati Mamuju ini.

TAHAP Laporkan Dugaan Korupsi APBD Mamuju 2003

Tim Advokasi Hak-Hak Publik (TAHAP) melaporkan dugaan korupsi dalam APBD Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat tahun 2003 ke Komisi Pemberantasan Korupsi. "Kerugian akibat dugaan korupsi tersebut mencapai Rp 19 miliar," kata Ahmad Baylubis, Ketua TAHAP, hari ini, Senin (20/12) di Kantor KPK Jakarta.

Menurut Ahmad, dugaan korupsi dalam APBD tahun 2003 Kabupaten Mamuju, dilakukan dengan menggelembungkan dana untuk beberapa proyek pada 2003, seperti pembangunan kantor Bupati Mamuju, pembangunan jembatan Tobadak IV, pembangunan Jalan Negara Tobadak I dan Tobadak II. Selain itu, Ahmad juga menengarai penyimpangan penyaluran dana sumbangan di Kabupaten Mamuju.

Oleh karena itu, TAHAP meminta KPK menangani kasus ini. Ahmad mengaku, kasus ini belum pernah dilaporkan ke Kepolisian dan Kejaksaan. Pengaduan ini diterima Direktur Pengawasan Internak KPK, Muhamad Sigit, serta dua orang staf bidang pengaduan masyarakat.

Sumber : tempointeractive.com 20 Desember 2004

Karnaval Budaya Lima Etnis Meriahkan HUT Polewali Mandar ke-55

Polewali Mandar, Sulbar - Perayaan ulang tahun Polewali Mandar ke-55 di kota Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Sabtu (27/12/2014), berlangsung meriah dan semarak. Ribuan warga dari 16 kecamatan termasuk aparat pemerintah kecamatan dan SKPD di Polewali Mandar mengikuti karnaval budaya.sambil berkeliling kota.

Karnaval itu memamerkan aneka tradisi lokal seperti tenun sakbe mandar, kesenian dan pakaian adat dari lima etnis, pameran aneka buah yang menjadi produksi unggulan masing-masing kecamatan hingga pameran batu mulia yang melimpah menjadi tontonan ribuan warga kota di sepanjang rute yang dilalui peserta karnaval. Ribuan warga dari 16 kecamatan termasuk aparat pemerintah kecamatan dan SKPD mengikuti karnaval budaya dalam rangka memeriahkan HUT tersebut.

Karnaval tahun ini berbeda dengan karnaval budaya sebelumnya yang mengangkat tema festival sayyang pattuddu yang mencatat rekor muri, tahun ini karnaval budaya justru mengangkat kekayaaan dan keunikan budaya dari lima etnis yang mendiami wilayah Polewali Mandar yang terkenal hidup rukun dan damai lantaran mereka terikat dalam tradisi siwaliparri atau tolong menolong dan saling menghargai.

Tak heran, peserta karnaval kemarin menampilkan aneka kesenian tradisional dari lima etnis Mandar, Toraja, Bugis, Makassar hingga etnis Jawa yang hidup berdampingan secara rukun dan damai. Komunitas Jawa misalnya menampilkan kesenian reok, salah satu kesenian nasional yang sempat dikelaim pemerintah Malaysia sebagai karya kebudayaan mereka.

Etnis Mandar justru menampilkan kesenian Rebana dan Kottau atau Pamanca salah satu beladiri lokal yang tetap lestari hingga kini. Sementara etnis lain, seperti Toraja Makassar dan Mamasa menampilkan pakaian adat yang cantik dan manik-manik.

Peserta karnaval dari 16 kecamatan ini juga menampilkan kerajinan dan kesenian khas mereka hingga menampilkan produksi pertanian unggulan masing-masing kecamatan sebagai daya saing yang mereka unggulkan masing-masing.

Kecamatan Tutar, misalnya, menampilkan kekayaan batu permata yang melimpah dan kini mulai digandrungi warga sebagai salah satu potensi kekayaan asal daerah mereka. Yang menarik ribuan pegawai dari 16 kecamatan termasuk SKPD kompak memakai seragam putih sebagai simbol atau Komitmen dalam meningkatkan etos kerja dalam memberi pelayanan kepada publik.

Petugas pemadam kebakaran yang mengambil bagian dalam memeriahkan HUT Polman ke-55 tahun hari ini juga sempat membuat warga berdecak kagum saat menyaksikan atraksi para petugas yang berani membelah lautan api dalam menyelamatkan korban kebakaran termasuk harta benda mereka dari kobaran api.

Ketua panitia yang juga Kepala Dinas Pariwisata Polman Hajja Andi Nursami MP menyebutkan karnaval budaya tahun sengaja mengangkat tema tentang keragaman dan kekayaan budaya, tradisi dan kekayaan alam Polewali Mandar sebagai satu kesatuan kekuatan di masa mendatang.

Kekayaan budaya dari lima etnis yang tetap lestari dinilai sebagai sebuah kekuatan sekaligus sebagai potensi wisata di masa mendatang. Festival yang mengangkat kekayaan budaya, tradisi dan hasil bumi di Polewali mandar ini diharapkan kelak bisa menjadi salah satu objek wisata tahunan yang menarik perhatian wistawan lokal nasional bahkan mancanegara seperti halnya festival sayyang pattuddu atau fstival kuda yang pandai menari hingga festival sandeq yang telah mendunia dan menarik minat tidak hanya bagi wisatawan lokal, nasional tapi juga wisatawan mancanegara.

Tari Poco-poco Memikat Turis Jepang di Polewali Mandar

Polewali Mandar, Sulbar - Beragam cara wisatawan mancanegara (wisman) menikmati liburan musim panas tahun ini. Puluhan turis asal Jepang misalnya menikmati liburan mereka di Polewali Mandar, Sulawesi Barat dengan cara menggelar tari poco-poco di halaman sebuah hotel ternama di Polewali Mandar.

Meski tidak mengerti lirik lagu berbahasa Manado yang mengiringi tarian tersebut, namun turis asal Negeri Sakura ini tampak menikmati gerakan tari poco-poco yang dinilai gerakannya menyehatkan tubuh.

Puluhan turis Jepang tersebut tampak larut menikmati tarian poco-poco yang dipandu instruktur lokal, hingga Minggu (26/10/2014) dinihari. Meski gerah dan berpeluh keringat, mereka menikmati tari poco-poco tersebut.

Keiichi Yoshino, salah seorang turis Jepang memberi apresiasi positif terhadap tradisi dan karya kebudayaan Indonesia seperti tari poco-poco yang populer tidak hanya di Indonesia tapi juga hingga mancanegara. “Saya bersimpati dengan beragam kebudayaan khas Indonesia dan ini adalah bagian dari kecintaan saya kepada budaya Indonesia,” ujar Keiichi Yoshino.

Gerakan dasar tari poco-poco relatif cukup mudah diikuti. Gerakan tari poco-poco adalah dua langkah kecil ke kanan, kembali ke tempat, lalu mundur satu atau dua langkah ke belakang, kemudian maju ke depan sambil berputar. Begitu seterusnya, gerakan tersebut diulang-ulang. Prinsipnya adalah memutar tubuh ke seluruh penjuru mata angin lalu kembali ke tempat semula.

Belakangan tarian poco-poco ternyata juga mulai populer ke berbagai negara seperti Swedia, Belanda, Jerman bahkan Jepang. Terbukti turis asal Jepang di Polewali Mandar ini misalnya termasuk terpikat dengan tari poco-poco.

Demi Budaya Sulbar Rute "Sandeq Race" Diubah

Mamuju, Sulbar - Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) merubah rute Sandeq Race dalam rangka memajukan Provinsi Sulawesi Barat dengan semakin memperkenalkan kekayaan budayanya.

Gubernur Sulbar, Anwar Adnan Saleh di Mamuju, Sabtu (6/9), mengatakan, pada tahun 2014 ini bertepatan dengan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-10 Sulbar, 22 September, akan digelar kembali Sandeq Race.

Ia mengatakan, perahu Sandeq merupakan perahu layar tradisional masyarakat Sulbar, perahu tersebut merupakan kekayaan budaya maritim yang dimiliki Sulbar.

Menurut dia, Sandeq Race akan diubah lintasannya, tidak seperti tahun sebelumnya dari Kota Mamuju ibukota Provinsi Sulbar menuju Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

"Tahun ini akan diubah, Sandeq Race akan dimulai dari Pantai Kota Makassar Provinsi Sulsel, menuju pantai Kota Mamuju," katanya.

Ia mengatakan, Sandeq Race akan digelar tersebut akan membutuhkan waktu selama 11 hari yakni dari 10 September sampai 20 September 2014.

Sandeq Race di pesisir pantai Sulawesi telah dibagi dalam tujuh etape diantaranya dari Makassar, Barru, Ujung Lero Kota Pare-Pare, Polewali, Majene, Sendana, dan Mamuju.

Gubernur mengatakan, dengan festival kebudayaan tersebut maka akan semakin memperkenalkan kekayaan budaya maritim Sulbar yang dapat mendorong pembangunan dari sektor budaya.

Turis Jepang Unjuk Kemampuan di Festival Kecantikan ala Mandar

Mandar, Sulbar - Festival kecantikan ala gadis Mandar yang dikenal dengan sebutan "sayyang pattuddu" atau kuda menari yang ditunggangi gadis-gadis cantik yang diarak keliling kampung ternyata juga menarik minat wasatawan asing saat mengunjungi Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Lihat saja sejumlah wisatawan asing asal jepang ini.

Demi mengikuti kontes kecantikan khas Mandar ini mereka rela menguras kocek belasan juta rupiah untuk menyewa seekor kuda plus grup rebana dan kalingdagdag atau komunitas pantun untuk unjuk kemampuan di festival ini.

Festival kecantikan ala Mandar yang digelar di Desa Lampa, Kecamatan Mapilli Polewali Mandar Minggu (7/9/2014) ini berbeda dari biasanya, Biasanya festival ini diikuti para gadis-gadis cantik dari Suku Mandar. Namun kali ini pesertanya juga datang dari warga asing.

Lihat saja dua gadis cantik asal Jepang, Kazumi dan Hikari. Sepanjang rute jalan yang dilalui festival khas Mandar ini, Kazumi dan Hikari tampak menjadi pusat perhatian ribuan mata warga, termasuk para pengendara yang lalu lalang di jalur trans sulawesi.

Dengan pakaian adat dan tata rias khas Mandar, kedua gadis Jepang yang tengah menikmati liburan bersama 29 turis Jepang di Polewali Mandar ini tampak anggun dan cantik. Di sepanjang jalan warga, anak-anak, remaja dewasa ndan orang tua bergantian memberi pujian atas anugerah kecantikan Kazumi dan Hikari.

Meski Kazumi dan Hikari tak mengerti bahasa Mandar yang bermakna memberi puja-puji atas kecantikannya, namun kedua turis Jepang ini tampak menikmati sanjungan di tengah pusat perhatian warga dan khalayak yang hadir.

Seperti peserta lainnya, sebelum tampil Kazumi dan Hikari terlebih dahulu ditangani ahli tata rias lokal. Dengan pakaian adat Mandar yang dipadu dengan ornamen gelang, kalung dan tusuk konde, membuat keduanya tampak anggun dan menarik perhatian warga.

Sebelum tampil, Kazumi dan Hikari terlebih dahulu diberi kursus singkat tentang cara menunggang kuda termasuk cara duduk cantik di atas kuda yang sudah menjadi ketentuan bagi setiap peserta kontestan.

“Saya senang dan bangga. Ini kenangan yang tak terlupakan dalam hidup saya,” ujar Kazumi setelah turun dari kuda usai mengikuti festival.

Bagi Kazumi dan Hikari, tampil menjadi peserta di kontes kecantikan ala Suku Mandar ini merupakan sebuah kenangan dan kebanggaan hidup yang tak pernah terlupakan. Kazumi mengungkapkan kepuasannya karena menjadi pusat perhatian warga di sepanjang rute jalan kampung yang dilalui para kontestan. Kazumi mengaku seperti menjadi ratu sejagat yang dipuja-puja dan disanjung warga di sepanjang jalan.

Kontes Kecantikan ala Suku Mandar Kembali Digelar

Majene, Sulbar - Kontes kecantikan gadis ala suku Mandar kembali digelar di Majene, Sulawesi Barat, Sabtu (8/2/2014). Puluhan gadis cantik dari berbagai pelosok desa yang mengikuti kompetisi tahunan ini diarak dengan Sayyang Pattuddu atau kuda yang pandai menari mengikuti irama tetabuhan grup rebana yang menyertainya.

Kalindagdag atau seniman pantun khas Mandar yang setia mengawal peserta di sepanjang rute jalan terus menyanjung gadis cantik andalan mereka yang diperlombakan dalam festival ini.

Suasana kontes kecantikan khas suku Mandar ini tampak meriah. Para peserta kontes merupakan gadis pilihan dari berbagai pelosok desa dan kota di Majene untuk tampil di ajang bergengsi bagi warga suku Mandar ini. Setiap peserta terdiri dari satu grup rebana, Pakalindakdag atau seniman pantun khas Mandar, dan Sayyang Pattuddu atau kuda yang pandai menari lengkap dengan gadis cantik.

Dengan berbusana khas Mandar dan berdandan cantik layaknya calon pengantin, para gadis ini berlomba mencuri perhatian dewan juri dan para penonton agar bisa terpilih menjadi peserta terbaik dan mengalahkan peserta dari dusun dan kecamatan lain. Fokus penilaian tak hanya mengandalkan kecantikan semata. Faktor keberanian peserta menuggang kuda yang ditunjang dengan kemampuan kuda menunjukkan keterampilan menarik, juga menjadi penilaian penting untuk menjadi juara dalam festival kecantikan ala suku Mandar ini.

Tata rias peserta dan kekompakan tim rebana, termasuk Kalindagdag atau seni pantung yang mengiringi setiap peserta, juga menjadi fokus penilaian untuk menentukan peserta terbaik dalam kontes tahunan ini.

Kontes kecantikan serupa juga rutin digelar warga suku Mandar di berbagai kabupaten di Sulawesi Barat seperti Polewali Mandar, Mamuju dan Majene. Ribuan penonton yang tumpah di sepanjang rute jalan yang dilalui peserta tidak hanya memacetkan jalan-jalan desa, tetapi juga jalan protokol seperti jalur trans Sulawesi.

Kontes ini memperebutkan hadiah berupa piagam, dana pembinaan dan lainnya. Namun bagi mereka, hadiah bukan tujuan utama dalam mengikuti kontes ini. Rasa bangga dan senang menjadi juara dalam kontes kencatikan itu lebih penting daripada hadiah.

Panitia pelaksana kontes, Marzuki mengatakan, kontes bergengsi di Majene ini selalu menyedot perhatian ribuan wisatawan lokal dan luar daerah. Bahkan kegiatan ini juga menarik perhatian wisatawan asing di sepanjang rute yang dilalui peserta kontes.

“Pemerintah sedang berupaya mengangkat tradisi khas Mandar ini menjadi salah satu aset wsiata lokal yang diharapkan bisa menyedot perhatian wsiatawan, termasuk wisatawan asing untuk datang ke daerah ini,” ujar Marzuki.

Kuda Pattudu, Ikon Wisata Unggulan Polewali Mandar

Polewali Mandar, Sulbar - Pemerintah Polewali Mandar, Sulawesi Barat, bertekad menjadikan kuda pattudu, alias kuda yang dapat menari, sebagai ikon wisata unggulan. Untuk mewujudkannya, festival untuk kuda spesial itu pun rutin digelar. Pada 2013, festival digelar pada Selasa (17/12/2013).

Tak kurang dari 300 kuda penari, sebutan lengkapnya sayyang pattudu, dari berbagai pelosok desa di Polewali Mandar mengikuti festival ini. Festival digelar dalam rangkaian peringatan ulang tahun ke-54 Polewali Mandar, yang berulang tahun pada 29 Desember, sebagai bagian dari Pekan Budaya Polewali Mandar.

Ribuan orang yang mengenakan pakaian adat turut meramaikan pembukaan pekan budaya tersebut. Mereka berkeliling kota bersama kuda-kuda penari, yang sepanjang perjalanan berlenggak-lenggok mengikuti irama rebana dan perintah tuannya. Pawai dimulai di lapangan Pancasila Polewali Mandar dan berakhir di Stadion Salim S Mengga.

Setiap kuda penari ditunggangi gadis cantik, diiringi sekelompok grup rebana dan seorang Pakkalindagdag alias seniman pantun ala Mandar. Setiap kelompok ini butuh biaya sekitar Rp 5 juta untuk lengkap berkumpul.

Karnaval kuda penari ini menarik perhatian tak hanya dari warga setempat dan wisatawan lokal, tetapi juga wisatawan asing. Sejumlah wisatawan dari Jepang dan Australia selama beberapa tahun terakhir merupakan penonton festival.

Karnaval Kuda Pattuddu di Polewali Mandar

Polewali Mandar, sulbar - Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat bertekad mengangkat Kuda Pattuddu atau kuda yang pandai menari menjadi ikon wisata unggulan. Selasa (17/12/2013) siang, sebanyak 300 lebih kuda penari atau yang akrab dikenal dengan sebutan Sayyang Pattuddu dari berbagai pelosok desa di Polewali Mandar memeriahkan Karnaval Kuda Pattuddu dalam rangka memeriahkan HUT ke-54 Polewali Mandar yang jatuh pada 29 Desember 2013.

Pembukaan Pekan Budaya Polewali Mandar tak hanya dimeriahkan dengan karnaval kuda penari tapi ribuan warga menggunakan pakaian adat Mandar berpawai keliling kota Polewali Mandar.

Karnaval yang diikuti lebih dari 300 ekor kuda terlatih dan pawai menari mengikuti irama rebana dan perintah tuannya ini diawali di Lapangan Pancasila dan berakhir di Stadion Salim S Mengga. Meski karnaval baru dimulai pukul 14.00 Wita namun kuda-kuda dari berbagai desa ini sudah berdatangan ke lokasi sejak pagi. Bahkan sebagian peserta sudah hadir lebih awal agar bisa mengikuti seluruh rangkaian karnaval.

Karnaval kuda ini tidak hanya menarik dan menjadi hiburan bagi wisatawan lokal tetapi sejumlah wisatawan asing seperti Jepang dan Australia dalam beberapa tahun terakhir tak pernah absen menyaksikan karnaval tahunan di Polewali Mandar.

Tak heran jika atraksi budaya Mandar ini selalau menyedot perhatian ribuan warga Polewali Mandar terutama di sepanjang rute jalan yang dilalui peserta karnaval. Setiap Kuda Pattuddu ditunggangi seorang gadis cantik dan diiringi goup rebana dan seorang Pakkalindagdag atau seniman pantun ala Mandar.

Untuk satu group peserta karnaval terdiri dari satu kuda penari, seorang gadis cantik, group rebana dan Pakkalindagdag rata-rata membutuhkan biaya hingga Rp 5 juta. Selain menggelar karnaval kuda menari dan pawai pakaian adat, pekan budaya ini juga dimeriahkan dengan beragam permainan tradisional khas Mandar.

Serunya Festival Kuda Menari

Majene, Sulbar - Untuk menarik wisatawan berkunjung ke Sulawesi Barat, untuk kali kedua digelar Festival Sayyang Pattuddu atau kuda menari. Festival yang mengawinkan budaya lokal dengan tradisi Islam ini diharapkan bisa menjadi ikon pariwisata di Sulawesi Barat.

Sayyang Pattudu kini makin populer di Sulawesi Barat. Kombinasi keterampilan menari dari kuda-kuda terlatih dengan seni rebana dan seni tutur khas Mandar atau Pakalindagdag menjadikan festival makin menarik.

Bahkan, tidak ketinggalan seni bela diri silat khas Mandar juga mewarnai aneka tari yang ditampilkan.

Puluhan peserta festival menampilkan kebolehanya. Dari seni busana yang dikenakan penunggang kuda, seni rebana, hingga seni pantun. Semua menyatu dalam satu rangkaian.

Setiap grup yang tampil berusaha menunjukkan kreasi di semua lini, ya tari, busana, juga seni pantun. Itu semua hasil percampuran budaya tradisi lokal khas Mandar dengan seni Islami. Tidak heran festival ini selalu digelar bersamaan dengan perayaan Maulid Nabi.

Festival yang berawal dari tradisi lokal ini, diharapkan menjadi ikon baru sektor pariwisata di Sulawesi Barat. Antusiasme warga yang mengikuti festval dari tingkat desa hingga provinsi menjadikan festival ini selalu dipadati penonton.

Apalagi festival biasanya digelar sebulan penuh bersamaan dengan perayaan Maulid Nabi yang menjadi rujukan warga dan umat Muslim di Sulawesi Barat.

Pada festival kedua yang digelar di Majene ini, beberapa turis asing asal Jepang, Malaysia, dan Belanda ikut menikmati. Kekayaan nilai tradisi Mandar yang dikolaborasikan dengan nilai-nilai dan tradisi Islam melahirkan budaya baru, yang bukan saja menarik tapi juga kaya nilai.

Anda yang ingin melihat langsung festival ini tidak usah khawatir kehabisan momen. Karena selama bulan Maulid, festival ini digelar hampir setiap akhir pekan.

Puluhan Dokar Warnai Malam Takbiran di Sulbar

Majene, Sulbar - Puluhan bendi atau dokar hias khas akan memeriahkan malam takbiran Idul Adha 1433 Hijiriyah Kabupaten Majene, Sulawesi Barat bersama rombongan peserta yang membawa obor dengan berjalan kaki.

"Selain memeriahkan malam takbiran dengan pawai berjalan kaki dengan membawa obor, kegiatan ini juga akan semakin meriah dengan rombongan puluhan bendi khas Majene yang akan dihias sedemikian rupa oleh pemiliknya," jelas Kepala Bagian Umum Pemkab Majene, Andi Amran di Majene, Rabu.

Parade takbiran dengan mengikutkan bendi hias sekaligus akan dimasukkan dalam kategori perlombaan, selain lomba kendaraan hias yang akan diikuti oleh sejumlah sekolah.

Dia memperkirakan, jika minat warga cukup besar untuk mengikuti perlombaan itu, peserta yang menggunakan bendi akan mencapai ratusan sebab ini pertama kalinya diselenggarakan.

"Perayaan malam takbiran yang akan kita selenggarakan tentu akan lebih semarak sebab diwarnai dengan penampilan tiga kategori, yakni konfoi ratusan orang yang berjalan kaki dengan membawa obor, konfoi kendaraan hias, dan bendi hias," sebutnya.

Amran mengaku kegiatan seperti ini sangat jarang dilakukan di daerah lain, apalagi ini merupakan sebuah kegiatan yang difokuskan pada pengenalan budaya Majene yang sering dilakukan saat malam takbiran sekitar puluhan tahun silam.

"Bendi merupakan sarana transportasi warga puluhan tahun lalu, namun hampir tidak pernah digunakan lagi semenjak adanya kendaraan bertenaga mesin. Kami betujuan, kegiatan ini untuk memberikan gambaran situasi puluhan tahun lalu," tuturnya.

Selain itu, dengan adanya lomba bendi hias, warga yang berprofesi sebagai pemilik bendi dapat termotivasi untuk melestarikan warisan budaya yang memiliki nilai sejarah bagi kabupaten ini.

LKNI: Kerajaan Mamuju Memiliki Sejarah Kejayaan

Mamuju, Sulbar - Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia menyatakan Kerajaan Mamuju memiliki sejarah kejayaan pada masa lampau.

"Kekayaan nilai budaya serta aset potensi budaya Mamuju membuktikan kerajaan Mamuju merupakan kerajaan yang memiliki sejarah kejayaan dimasa lampau di Sulawesi," kata Ketua Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia (LKNI) Pusat, Toto Sudarwoto, pada acara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-472 Mamuju, Minggu.

Ia mengatakan nilai serta kebudayaan yang dimiliki kerajaan Mamuju tampak pada perayaan HUT Mamuju, sangat menantang untuk dikembangkan dan akan menjadi khasanah dalam menambah keanekaragaman nilai kebudayaan di tanah air.

Pada HUT Mamuju dilaksanakan sejumlah kegiatan ritual kerajaan diantaranya kegiatan "Sitammuju" atau seminar mengenai arah pembangunan di Mamuju, yang dikuti sejumlah tokoh adat, tokoh agama, dan sejumlah pejabat pemerintahan di Mamuju yang dipandu Bupati Mamuju, Suhardi Duka.

Selain itu juga dimeriahkan dengan kegiatan budaya "Massossor Manurung" atau memandikan pusaka dalam bentuk keris warisan leluhur tanah Mamuju atau yang disebut tanah "Manakarra".

Oleh karena itu, Toto mengharapkan agar pemerintah daerah terus menjaga dan mempertahankan kelestarian kebudayaan Kerajaan Mamuju yang tinggi itu, agar dapat bertahan dan menjadi kekayaan budaya daerah dan bangsa kita ini.

Dalam kesempatan peringatan HUT Mamuju LKNI juga memberikan penghargaan kepada Bupati Mamuju Suhardi Duka sebagai pembina kebudayaan Mamuju.

Bupati Mamuju dinilai telah memotivasi kebudayaan dan pariwisata untuk kesejahteraan dan kebudayaan bangsa berdasarkan informasi media massa, tokoh masyarakat dan seniman di Mamuju.

Lebih lanjut Toto berharap sebagai pembina kebudayaan Mamuju, bupati terus menyusun program dalam rangka melestarikan kebudayaan dan membangun pariwisata daerah ini agar terus maju dan berkembang.

Perayaan HUT Mamuju dihadiri tamu kehormatan dari perwakilan Kerajan Brunei Darussalam, Pengeran Dato Sri Paduka Dr Abubakar Bin Pangeran Dato Paduka Haji Muhammad.

Acara HUT Mamuju juga dihadiri Ketua DPRD dan anggota DPRD Mamuju, Raja Mamuju, tokoh adat dan tokoh agama serta tokoh masyarakat dan sejumlah pejabat pemerintah.

Pementasan "Sayyang Pattuddu" Majene diramaikan ribuan masyarakat

Majene, Sulbar - Pementasan ciri khas kebudayaan Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, "Sayyang Pattuddu" (kontes kuda hias), di Majene, Minggu, disambut antusias ribuan masyarakat.

Pementasan dan kontes kuda hias yang digelar di halaman gedung Assamaleuang Majene, mendapat perhatian besar dari ribuan masyarakat sebab keunikan dan kekhasan budaya turun-temurun itu hanya dilakukan pada momentum tertentu, di antaranya pada perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Sebelum kontes diselenggarakan, ratusan kuda hias berarak-arakan mengelilingi pusat kota dan disaksikan masyarakat di sepanjang jalan.

Selanjutnya ratusan kuda hias tersebut menuju lokasi pementasan dimarakkan grup rebana sebagai pengiring.

Warga Majene, Subhan mengaku sangat antusias dengan adanya pementasan dan kontes kuda hias tersebut sebab pelaksanaannya sangat jarang dilakukan, kecuali dalam momentum tertentu seperti saat pernikahan, penamatan Al-Qur`an, serta perayaan Maulid.

"Namun pementasan kali ini sangat berbeda dibanding momentum lainnya sebab diikuti ratusan peserta dilengkapi dengan grup rebana dan kuda hias yang ditunggangi dua wanita berpakaian adat khas Mandar dan dengan riasan yang mempesona," ungkapnya.

Dalam kontes kuda hias tersebut, setiap kelompok menampilkan dua ekor kuda yang ikut menari saat grup rebana memainkan rebananya dari ukuran besar hingga paling kecil. Pemainnyapun dilakukan oleh orang dewasa hingga anak usia 10 tahun.

Tim juri menilai hiasan kuda serta penunggangnya dalam mementaskan alunan rebana yang dimainkan sepanjang pementasan. Selain itu, dilakukan juga balas pantun antara peserta dengan sejumlah pejabat Pemkab Majene yang juga menghadiri pentas tersebut.

Pantun yang disampaikan bervariasi. Mulai dari penyampaian pesan keagamaan yang juga berhubungan dengan momentum Maulid, beberapa di antaranya menyampaikan pesan sosial sesuai dengan kenyataan yang mereka saksikan agar pemerintah mampu memberikan tanggapan yang dibalas melalui pantun pula.

Setelah pementasan, kegiatan dilanjutkan ritual Maulid yang diselenggarakan di Lingkungan Salabose, Kelurahan Pangaliali, Kecamatan Banggae, sekaligus menjadi puncak perayaan Maulid.

Tari Toerang Spirit Tak Pernah Padam

Polewali Mandar, Sulbar - Pernahkah Anda mendengar nama Tari Toerang? Tarian tradisional asli Sulawesi Barat yang hampir punah ini dulu dibawakan oleh warga masyarakat menjelang berangkat ke medan pertempuran.

Tari Toerang Batu atau juga disebut dengan tari perang itu biasanya dibawakan di tengah hutan. Tarian ini sakral karena menjadi bagian penting dalam suatu ritual menjelang perang. Dulu, pasukan berani mati Kerajaan Binuang pada abad ke-15 selalu sukses dalam setiap pertempuran. Biasanya menjelang digelar tarian Toerang, ada upacara persembahan sesaji berupa telur ayam dan nasi ketan empat warna.

Penerus tari Toreang Hasan Dalle berharap tarian tradisional ini bisa bertahan menjadi salah satu kekayaan budaya Mandar dan aset berharga pariwisata Sulawesi Barat. Kini tari Toerang biasa ditampilkan sebagai tari penyambut tamu terhormat di Polewali Mandar.

Atraksi Kuda Menari ala Sayyang Pattudu

Polewali, Sulbar - Indonesia yang kaya akan suku dan tradisi budaya tak pernah kehabisan daya tarik bagi kaum wisatawan. Di Polewali Mandar, Sulawesi Barat ada kuda menari atau dalam bahasa setempat disebut sayyang pattudu.

Sayyang pattudu adalah semacam atraksi yang dilakukan seekor kuda sambil ditunggangi. Aksi yang unik ini amat menarik bagi para wisatawan dalam negeri dan mancanegara. Peter dan Jacob adalah turis asal Australia yang berkunjung ke Polewali. Mereka merasa penasaran dan terus mencoba menunggangi kuda terlatih yang akan menari.

Menurut Agus seorang pemandu wisata, atraksi sayyang pattudu kini sedang dikembangkan untuk menjadi ikon wisata alam di Sulawesi Barat.

President to visit West Sulawesi in May

Mamuju - President Susilo Bambang Yudhoyono planned to make a working visit to West Sulawesi Province early in May 2008.

"The Presidential visit to West Sulawesi had already been planned for beginning of May by the presidential palace protocol," West Sulawesi Governor Anwar Adnan Saleh told the press in Mamuju Tuesday night.

The governor said that the presidential visit to the region had been postponed several times, and he hoped that this time it will become a reality.

"I have met the President recently, and he promised that he would really come to West Sulawesi this time, especially that under his government he had never visited the region," he said.

Therefore in this context, he said, he had already held a meeting with the relevant local top military and police authorities responsible for the secured and smooth visit of the President to West Sulawesi.

"The administration and people of West Sulawesi are ready to welcome the President, and we hoped his visit would serve as a boost to the development of the province," he said.

Anwar said that while in the region, the President is scheduled to dedicate a number of projects to accelerate the development of the region, and to have a intimate get together with the local people.

The governor also said that a concept on accelerated development of West Sulawesi is now still being drawn up by the National Development Planning Agency (Bappenas), which may later be laid down in a Presidential Decree, and involve 14 different ministries and institutions under the coordination of the People‘s Welfare Coordinating Minister.

Anwar said West Sulawesi was in a dire need of accelerated development, especially in infrastructure facilities, as the region is very rich in natural resources.

In addition, agricultural development under a revitalization agricultural program, especially in boosting the raising of cacao, as the commodity has a high potential for export.

Source: www.antara.co.id (16 April 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts