Tampilkan postingan dengan label Surakarta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Surakarta. Tampilkan semua postingan

Besok, Festival Semarak Singo Barong Digelar di Taman Sriwedari

Solo, Jateng - Festival Semarak Singo Barong akan kembali digelar, Sabtu hingga Minggu (15-16/10/2016) mendatang.

Bertempat di Taman Sriwedari, para peserta bakal beradu kebolehan guna memperebutkan piala Walikota Surakarta.

Jumlah peserta sebanyak 30 kelompok, tidak hanya dari Solo, tetapi juga dari luar Solo seperti Jawa Timur (Jatim).

Ketua Pelaksana, Eko ‘Belang’ Sadono mengatakan, festival ini digelar kali ke empat. Diikuti oleh kelompok seni budaya tradisional, peserta datang dari berbagai daerah yang sebagian besar dari Eks Karesidenan Surakarta serta Jatim. Dalam berkompetisi mereka memperebutkan Piala Walikota Surakarta 2016.

Para peserta yang tampil terdiri dari kelompok penabuh musik gamelan Jawa, penari dengan dadak merah atau reog atau Singo Barong, dan kuda lumping.

“Mereka diberikan kesempatan selama maksimal 15 menit dengan tampilan ciri khas masing-masing,” terang Eko kepada wartawan saat jumpa pers, Kamis (13/10/2016).

Eko menuturkan, penilaian akan difokuskan pada performa dari pembarongnya. Tiga aspek yang menjadi pokok penilaian, yakni Wirogo, Wiroso, serta Wiromo.

“Ketiga aspek ini menunjukkan bagaimana teknik menarinya (performa), penghayatan karakternya, serta harmonisasi dengan musiknya,” terangnya.

Selama 15 menit para peserta akan dipersilakan untuk unjuk kebolehan dengan menaruh dadak merak seberat 70 hingga 80 kg di kepalanya. “Tapi kalau kena angin bisa 100 kg itu,” terang Eko.

Untuk pesertanya, Eko mengatakan, sudah mencapai target yakni 30 peserta. Namun hingga kini masih ada yang ingin ikut berpartisipasi. “Saat ini pendaftaran sudah ditutup, apabila tidak ditutup bisa mencapai 60 peserta,” ucapnya.

Festival Singo Barong sendiri bukan menonjolkan lombanya, tetapi sebagai ajang silaturahmi para seniman Singo Barong dari seluruh penjuru nusantara.

“Kami, selain ikut melestarikan seni budaya asli Indonesia ini, juga mencari potensi bibit-bibit generasi baru seniman remaja untuk lebih mencintai seni budayanya dibanding budaya dari luar negeri,” katanya.

Sudyanto, Kasi Seni dan Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surakarta mengatakan, Singo Barong merupakan bagian dari karya seni budaya Bangsa Indonesia yang harus dilestarikan.

Salah satunya melalui kegiatan festival. “Kami berharap seni budaya Singo Barong juga memberikan manfaat bagi perekonomian di seluruh daerah di Indonesia,” katanya.

11 Gamelan Pusaka Puro Mangkunegaran Dijamas

Solo, Jateng - Sebanyak 11 set gamelan pusaka milik Puro Mangkunegaran di Kota Solo dijamas saat bulan Ramadan. Gamelan yang memiliki usia ratusan tahun tersebut dibersihkan agar tetap terhindar dari kerusakan.

Proses jamasan gamelan koleksi istana dinasti Pangeran Sambernyawa atau Raden Mas Said mulai dilaksanakan tanggal satu Ramadhan. Satu demi satu perangkat gamelan dikeluarkan guna dicuci di depan Pendopo Ageng.

11 set gamelan yang dijamas yakni Kiai Kanyut Mesem, Kiai Lipur Sari, Kiai Windu Segoro, Kiai Pamedarsih, Kiai Basworo, Kiai Udan Asih, Kiai Udan Arum, Kiai Mardiswara, Kiai Nogo Limo, Kiai Precet, dan Kiai Tombo Ning.

"11 gamelan dijamas satu tahun sekali setiap bulan Ramadan," ungkap Joko Pramudyo, abdi dalem pariwisata Puro Mangkunegaran di sela-sela jamasan pusaka gamelan, Senin (13/6/2016).

Jamasan sekaligus untuk mengontrol kondisi gamelan yang termasuk benda cagar budaya. Jamasan menggunakan ramuan dari asam kawak, batu hijau, lansol, kalsit, dan bensin. Untuk menjamas satu set gamelan, dibutuhkan waktu seharian, mulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB dan bahkan lebih dari sehari. Prosesnya cukup panjang mulai dicuci dengan air mengalir, dilap, hingga diberi pewangi.

Pembersihan sangat hati-hati karena usia gamelan sangat tua. Tali-tali di gamelan yang putus juga harus diganti. Selama ini, gamelan tersimpan di empat tempat berbeda. Lima di antaranya di Pendopo Ageng, dua di Kemantren Langen Projo, satu di bangsal Prang Wedanan, sedangkan lainnya di Gedong Gamelan.

Pria yang menjadi juru pelihara Balai Pelestarian Benda Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah ini mengungkapkan bahwa 11 set gamelan memiliki keistimewaan yang berbeda. Seperti Kiai Kanyut Mesem ditabuh saat upacara adat, Kiai Lipur Sari untuk tarian upacara adat, sedangkan Kiai Basworo, Kiai Pamedarsih, Kiai Windu Segoro untuk menyambut tamu tamu resmi kenegaraan.

Sejumlah gamelan itu kini masih dipakai untuk mengiringi latihan tari. Dahulu, gamelan juga juga dipakai untuk mengiringi latihan keprajuritan.

Sementara, gamelan Udan Asih dan Udan Arum ketika terjadi masa kekeringan. Pada saat seperti itu, digelar doa bersama agar hujan segera turun. Gamelan Kiai Mardiswara juga memiliki keunikan karena tabung gamelan terbuat dari kaca kristal dari negara Jerman. Bahkan, dahulu juga sering dipamerkan saat tradisi Sekaten yang digelar Keraton Kasunanan Surakarta.

Gamelan Kiai Kanyut Mesem berasal dari Kerajaan Demak. Gamelan ini pernah dipakai untuk mengiringi Gusti Raden Ayu (GRAy) Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Koesoemowardhani menari di pernikahan Putri Juliana di Belanda.

Prosesnya, gamelan ditabuh di Puro Mangkunegaran dan disender langsung melalui radio. Putri mantan penguasa Puro Mangkunegaran Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunagoro VII tersebut akrab dipanggil Gusti Nurul. Perempuan berjuluk Si Kembang Mangkunegaran ini tutup usia pada November 2015 di usia 94 tahun.

11 gamelan usianya bervariasi, namun lebih dari 100 tahun. Jamasan ditargetkan selesai pada 21 Ramadhan dan selama periode itu gamelan tidak boleh dibunyikan. Sebelum jamasan dimulai, terlebih dahulu dilaksanakan wilujengan dan doa agar diberi keselamatan dan kelancaran sesuai keinginan.

Meski usianya beragam, 11 set gamelan yang terbuat dari perunggu semuanya memiliki keunggulan suara. Tanpa alat pengeras tambahan, suara gamelan sudah sangat jelas dan enak didengar di telinga.

"Secara kasat mata, jamasan sebenarnya tak lebih dari proses pemeliharaan gamelan sebagai alat musik tradisional Jawa. Bahan baku gamelan perlu dipelihara secara rutin agar terhindar dari korosi yang akhirnya merusak titi laras," timpal Pangageng Kemantren Langen Praja Puro Mangkunegaran Bambang Mbesur Suryono.

Tradisi Jaro Rajab, Kembali Ke Wajah Asli

Solo, Jateng - Ada yang berbeda dalam pelaksanaan prosesi tradisi pemugaran jaro (pagar, red ) bambu pada bulan Rajab di masyarakat Aboge di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, yang berlangsung pekan lalu. Biasanya dalam prosesi itu, selalu ada iring-iringan Raja atau utusan dari Keraton Surakarta Hadiningrat dengan di barengi Gunungan Tumpeng dan Hasil Bumi sebagai ucapan rasa syukur kepada Sang Illahi yang akan diperebutkan warga masyarakat di sekitar Masjid Saka Tunggal.

Tapi dalam pelaksanaan pemugaran jaro atau pagar yang dikenal dengan sebutan Jaro Rojab tahun ini tidak terlihat tradisi budaya itu. Menurut Suyitno, Kepala Desa Cikakak, ini merupakan kegiatan nyata dan asli dari prosesi pemugaran pagar yang mengelilingi makam keramat Eyang Toleh hingga ke Masjid Saka Tunggal.

“Ini adalah wajah asli Jaro Rojab yang sebenarnya. Kalau ada gunungan tumpeng, itu meupakan rekayasa dari keluarga besar keraton Surakarta Hadiningrat. Karena kalau di telusuri dari silsilah dan asal usul leluhur Desa ini maka eyang Toleh itu datang dari wilayah barat, tepatnya dari Prabu Siliwangi yakni Kerajaan Padjadjaran,”jelas Suyitno, Minggu (15/5).

Memang dengan adanya kemauan tokoh adat Cikakak yang menghilangkan iring-iringan gunungan tumpeng itu, lanjut Suyitno, pihak kraton Surakarta agak sedikit keberatan, karena menurut pihak keraton Surakarta Hadiningrat bahwa eyang Toleh sendiri masih kerabat mereka.

Hal ini Dibenarkan Subagyo, Juru Kunci I Masjid Saka Tunggal Cikakak. Menurut Bagyo, selain itu dengan adanya Kali Cipakis yang mengalir di depan makam keramat eyang Toleh yang di ganti nama di jaman itu dengan nama Kali Asahan. Maka pihak Keraton Surakarta Hadiningrat mengkaitkan hubungan kekerabatan Eyang Toleh yang masuk silsilah Kraton Surakarta. “Nih saya buka sedikit saja tentang keberadaan pepunden kami ini. Eyang Toleh itu merupakan nama samaran dari Eyang Cakra Buana. Jadi sangat jauh hubungannya denga Surakarta. Itu saja,”ujar Subagyo.

Secara terpisah, KRH Palillo Diningrat, Kasepuhan Adat Paguyuban Keluarga Mataram (PAKASA) Cikakak melalui Raden Tumenggung Handoyo Dipuro sangat menyayangkan dengan adanya perselisihan semacam ini. Padahal ada tradisi arak-arakan tumpengan ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam.

“Tapi kenapa baru sekarang adanya ontran-ontran atau mempermasalahkan hal ini ketika eyang Palillo sebagai Kasepuhan Cikakak sudah tidak berdaya karena sudah sepuh. Kalau memang mau membahas asli tidaknya sebaiknya di masa para kasepuhan masih sehat, jadi kita semua tahu mana yang benar dan mana yang salah. Kalau seperti ini, kami generasi muda yang tidak dibekali pengetahuan silsilah secara lengkap tidak bisa berbuat banyak. Kami hanya mempersilahkan pak kades bersama kasepuhan adat yang menentang tradisi yang sudah dijalankan sejak lama,”ungkap RT Handoyo Dipuro.

Menurut dia, budaya tumpengan selain menjadi bagian dari sejarah, juga bisa untuk meningkatkan wisatawan di Masjid Saka Tunggal Cikakak ini. “Mengingat Masjid Saka Tunggal dan Desa Cikakak ini sudah menjadi satu kesatuan Desa Budaya. Ini sudah di tetapkan oleh Pemkab Banyumas. Maka marilah di sengkuyung bersama, jangan lagi ada perselisihan pendapat seperti sekarang ini,”pungkas RT Handoyo Dipuro.

2 Bule Asal Inggris dan AS Nyinden di Perayaan Hari Kartini di Solo

Solo, Jateng - Ada yang berbeda pada upacara peringatan Hari Kartini yang diadakan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo, Selasa (21/4) pagi. Selain diikuti ribuan Pegawai Negeri Sipil (PNS), perayaan kali ini juga dimeriahkan dua wanita warga negara asing.

Dua wanita WNA yang ikut upacara di halaman Balai Kota Solo tersebut adalah Megan Collins dari Amerika Serikat, serta Agnes Ero dari Inggris. Mahasiswi yang belajar di Institute Seni Indonesia (ISI) Solo tersebut tak canggung, saat didaulat menjadi petugas upacara perayaan hari pelopor kebangkitan wanita pribumi di era penjajahan Belanda itu.

Bersama salah satu seniman yang juga PNS Kota Solo, Sruti Respati, keduanya juga nyinden alias menyanyikan lagu berbahasa Jawa. Pada kesempatan pertama, Sruti menyanyikan tembang Macapat yang diciptakan khusus oleh Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Solo, Toto Amanto untuk memperingati Hari Kartini.

Kemudian giliran Agnes yang menembangkan tembang Uler Kambang dan disusul Megan yang mendendangkan lagu Jawa, karya almarhum Gesang berjudul Caping Gunung. Aksi kedua bule tersebut disambut riuh tepuk tangan dari peserta upacara.

"Saya sudah sering nyanyi lagu Jawa, terutama Caping Gunung. Saya pernah tampil di upacara di sini juga beberapa bulan lalu," ujar Megan kepada wartawan, Solo, Selasa (21/4).

Tak hanya penampilan dua sinden ini, beberapa pertunjukan lainnya juga digelar untuk memperingati 136 tahun Kartini, di antaranya seperti tarian batik yang diperankan para PNS Pemkot Solo hingga penampilan dari Solo Batik Carnival.

Sementara itu pada upacara tersebut peserta juga menggunakan pakaian adat Jawa. PNS laki-laki menggunakan pakaian adat bebas, beberapa di antaranya hanya menggunakan pakaian lurik khas Solo. Sedangkan PNS perempuan menggunakan kebaya kuno hingga modern dan kain jarit dengan dilengkapi sanggul.

"Solo Menari 24 Jam" Diikuti Ribuan Penari

Solo, Jateng - Ribuan penari dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri akan ikut memeriahkan gelaran tahunan "Solo Menari 24 Jam" dalam rangka memeringati Hari Tari Dunia, pada 28 - 29 April 2016.

"Ada 6.000 penari lebih dari berbagai pelosok Indonesia dan luar negeri siap ikut memeriahkan Solo Menari 24 Jam," kata Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Solo Prof.Dr. Sri Rochana Widyastutieningrum, di Solo, Rabu.

Di antara mereka yang tampil yakni Samsuri, dosen tari ISI Solo dan Mujosetyo pemain Wayang Orang Barata Jakarta yang bakal menari selama 24 jam tanpa henti.

Sejumlah maestro tari juga ikut serta yaitu Ponity asal Banyuwangi, Jawa Timur, dan Ida Bagus Oka Wajana dari Bali.

"Gelaran tahunan di Kota Solo, dan digelar yang kesembilan ini, animo seniman tari Indonesia sangat luar biasa, meningkat dibanding tahun sebelumnya," katanya.

Ia mengatakan, tahun lalu peserta hanya 150 grup dengan penari sebanyak 4000 orang. Sementara tahun ini diikuti 221 grup dengan melibatkan 6000 penari. Tiga grup berasal dari Malaysia, satu grup China, dan 18 grup dari luar Jawa, sisanya dari Jawa.

"Solo Menari 24 Jam" akan dibuka pada pukul 15.30 WIB Kamis (28/4) dan ditutup 24 jam kemudian. Acara digelar di sejumlah lokasi antara lain sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dari bundaran Gladag hingga Kantor Balaikota Surakarta, kawasan kampus ISI Surakarta, SMK Negeri 8, dan sejumlah mal.

Tarian massal Gambyong yang diikuti sebanyak 1000 penari akan digelar di Jalan Sudirman.

Sementara itu, begitu antusiasnya ingin tampil di Solo, sejumlah penari datang tanpa fasilitas dan termasuk undangan dari panitia.

"Kami sebagai panitia bangga atas antusias peserta ini. Namun, kami juga kesulitan dalam menyusun jadwal pentasnya," Ketua Panitia Solo Menari 24 Jam Joko Aswoyo.

Selain diisi dengan aneka tarian, "Solo Menari 24 Jam" juga akan diisi dengan Seminar Internasional yang menampilkan pembicara Prof Tiantong Zhan dari China, Prof Shahanum Mohd dari Malaysia, Narumol Thammapruksa dari Thailand dan Wahyu Santoso Prabowo dari ISI Solo.

Solo Bakal Bukukan Sejarah Kampung

Solo, Jateng - Sejarah nama-nama kampung serta tempat-tempat penting di Solo yang selama ini dikenal masyarakat hanya melalui tradisi lisan, akan didokumentasikan dalam buku toponimi. Gagasan ini terkait perkembangan industri pariwisata berbasis budaya ke depan, selain pula pewarisan pengetahuan khasanah sejarah lokal kepada generasi penerus.

Toponimi nama-nama kampung dan tempat penting, jelas Kepala Dinas Tata Ruang Kota, Agus Joko Witiarso, tak saja sebatas sejarah asal muasal nama kampung atau suatu tempat, tapi juga mencatat peristiwa-peristiwa lokal penting yang terjadi pada perkembangan masa berikutnya. Dengan begitu, tambahnya, menjawab wartawan, di balaaikota, Kamis (07/04/2016), pengetahuan yang didapat dari buku ini relatif lengkap.

Hanya saja, untuk menyusun toponimi tersebut, diperlukan kajian sejarah secara detil, tambahnya, dan tentu saja melibatkan kalangan pakar sejarah, selain pula Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Sejauh pemahamannya, asal muasal nama seluruh kampung di Solo berkaitan dengan sejarah masa lalu, yang kadang sangat unik, menyusul keterkaitan tokoh-tokoh tertentu secara pribadi. Selain itu, sejarah yang berkembang secara lisan, mengisahkan berbagai versi, sehingga memerlukan penelitian mendapam guna memastikan versi sejarah yang benar.

Sebut saja sejarah nama kampung Jebres, ujarnya memberi contoh kecil, terdapat beberapaa versi cerita, diantaranya disebut bersal dari nama Ki Jebres seorang abdi dalem Keraton Kasunanan Solo yang berprofesi sebagai kusir semasa pemerintahan Sinuhun Pakoe Boewono IV. Tetapi ada pula versi lain yang menyebut, kampung Jebres berasal dari nama seorang pengusaha susu berkebangsaan Belanda, J Pressen yang kemudian masyarakat melafalkannya dengan jebres. Masih ada beberapa versi lain dalam kaitan sejarah nama kampung Jebres, ujarnya, demikian pula nama kampung lain terjadi hal serupa.

Museum Keris Solo dijadwalkan buka Oktober

Solo, Jateng - Museum Keris di Jalan Bhayangkara, Solo, dijadwalkan buka pada Oktober 2016 menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surakarta, Eny Tyasni Suzana, Senin.

"Kami jadwalkan proyek Museum Keris baru dikerjakan Juni. Waktu pekerjaan tiga bulan, jadi September proyek rampung dan Oktober bisa dibuka," katanya.

Museum yang dibangun dengan dana Rp20 miliar itu diharapkan bisa menarik lebih banyak wisatawan ke Solo.

Tahun lalu jumlah wisatawan yang mengunjungi Solo sampai 4,2 juta orang, melebihi target pemerintah daerah sebanyak 4,1 juta orang.

Eny mengatakan selama ini wisatawan domestik umumnya mengunjungi Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ), Taman Balekambang dan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, serta tempat-tempat wisata kuliner di Solo.

Sementara wisatawan mancanegara biasanya berkunjung ke Pura Mangkunegaran, Pasar Triwindu Ngarsopura dan Keraton.

"Ya mudah-mudahan dengan dibukanya Museum Keris bisa memberi warna baru tempat wisata di Kota Solo," katanya.

Pemerintah daerah menargetkan selama 2016 wisatawan yang mengunjungi Surakarta mencapai 4,5 juta orang.

"Ya kami optimis bila target kunjungan wisatawan ke Solo terpenuhi tahun ini. Januari-Februari saja yang low season jumlah kunjungan 617.489 orang. Apalagi nanti Museum Keris akan dibuka tahun ini," kata Eny.

Ikut Bursa Pariwisata Berlin, Solo Harap Gaet Turis Eropa

Solo, Jateng - Pemerintah Kota (Pemkot) Solo Jawa Tengah berupaya menarik wisatawan dari Eropa khususnya dari Jerman dengan mengikuti Bursa Pariwisata Internasional (ITB) Berlin 2016 yang berlangsung di Gedung Messe Berlin 9-13 Maret.

"Dengan mengikuti pameran pariwisata ITB Berlin 2016 diharapkan akan semakin banyak orang yang mengenal dan berkunjung ke Kota Solo sebagai salah satu destinasi wisata di Indonesia," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta Dra Eny Tiyasni Susana, Jumat (11/3).

Ia mengatakan Kota Solo tidak saja terkenal sebagai kota budaya tetapi juga mempunyai kekayaan adat istiadat, seni budaya seperti tari dan musik keroncong, gamelan serta kuliner dan juga kerajinan seperti keris dan ukiran batik serta wayang kulit.

"Kami berupaya mengemas kekayaan budaya yang ada di Kota Solo secara inovatif agar menjadi daya tarik tersendiri bagi pariwisata Kota Solo," ujarnya.

Menurut Dra Eny Tiyasni Susana, pada tahun 2009 Pemerintah Kota Surakarta meluncurkan branding dengan sebutan "Solo the Spirit of Java," dan tahun 2010 Walikota Surakarta, mencanangkan slogan "Solo Past is Solo Future."

Kota Solo juga terkenal dengan surga kuliner seperti nasi liwet, tengkleng, gudeg ceker, selat Solo, yang tersedia sepanjang hari 24 jam. Selain itu Solo juga menjadi surga belanja mulai dari batik, tekstil dengan harga yang terjangkau.

Eny menyebutkan dalam upaya menarik wisatawan nusantara dan mancanegara digelar berbagai acara budaya di berbagai sudut kota mulai dari Kraton Surakarta Hadiningrat, Pura Mangkunegaran dan di berbagai sanggar yang ada di kelurahan.

Setiap tahunnya di Kota Solo terdapat berbagai acara budaya dengan skala nasional maupun internasional yaitu lebih dari 50 kegiatan. Jumlah itu terbanyak dibandingkan daerah lain di Indonesia. Ia mengatakan Kota Solo dan sekitarnya juga mempunyai kekayaan alam mulai dari Gunung Lawu dengan Candi Cetho dan Candi Sukuh serta Grojogan Sewu dengan pemandangan yang menakjubkan serta Museum Sangiran yang merupakan museum manusia purba yang merupakan satu satunya di Indonesia.

Ia menyebutkan wisatawan mancanegara yang berwisata ke Solo sebanyak 44.000 pada tahun 2014 dan diharapkan tahun 2016 menjadi 50.000. Sementara jumlah wisatawan domestik mencapai lebih dari empat juta orang.

Kota Solo memiliki akses yang sangat mudah dijangkau dengan adanya Bandara Adisumarmo yang melayani penerbangan langsung ke berbagai kota di Indonesia dan penerbangan internasional ke Kuala Lumpur Malaysia, menjadi pilihan bagi wisatawan untuk berkunjung ke Solo.

"Selain kereta api dan bus yang menjangkau berbagai kota di Pulau Jawa, Solo memiliki sebanyak 45 hotel berbintang dan 134 hotel nonbintang diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan," kata Eny Tiyasni Susana.

Sambut Gerhana Matahari, Solo Gelar Kirab dan Sesaji Budaya

Solo, Jateng - Masyarakat Solo menggelar kirab dan sesaji budaya gerhana matahari dengan tema Kala Hayu Perkawinan Alam Raya di Car Free Day Jalan Slamet Riyadi, Solo, tadi pagi. Acara ini sebagai bagian dari menyambut gerhana matahari sekaligus simbol syukur kepada Tuhan atas peristiwa alam itu.

Kirab gerhana matahari diawali dari rumah dinas Walikota Solo, Lodji Gandrung hingga Balai Soedjatmoko. Peserta berjalan sekitar 400 meter. Tampak dalam iring-iringan kirab itu adalah hasil bumi. Seperti gunungan hasil bumi yang berisi beragam sayuran.

Para peserta kirab ini mewakili beberapa elemen tradisi. Seperti penari topeng ireng, pemusik lesung, dan warga negara asing yang membunyikan kentongan. Tak hanya itu, ada juga peserta kirab Red Batik yang mendandani diri dengan kain perca batik serta bambu.

Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo menjelaskan, acara ini sebagai salah satu cara untuk menyambut gerhana matahari. Selain itu juga simbol syukur kepada Tuhan atas peristiwa alam ini.

"Jadi fenomena alam gerhana matahari bukan sebuah kekhawatiran tetapi siklus alam yang sarat kebahagiaan dan kedamaian," kata Walikota yang akrab disapa Rudy ini.

Fenomena gerhana matahari pada 9 Maret 2016 mendatang juga tidak akan dilewatkan para pecinta astronomi, termasuk Komunitas Jogja Astro Club (JAC). Bahkan, komunitas itu siap menerjunkan 100 relawan yang dinamai Laskar Gerhana Matahari.

Ia menerangkan acara nonton langsung gerhana matahari di Kauman akan dimulai pukul 06.00 WIB sampai pukul 09.00 WIB. Selain melihat langsung fenomena alam itu, komunitas juga akan melaksanakan salat gerhana pada pukul 07.45 WIB di Masjid Kauman.

Mereka akan mendampingi masyarakat Yogyakarta dengan bersenjatakan berbagai alat di sekitar Masjid Gede Kauman. Pembina Jogja Astro Club (JAC) Mutoha Arkanuddin menyatakan pihaknya menyiapkan kacamata dan alat proyeksi guna membantu masyarakat yang ingin melihat gerhana matahari.

Disbudpar: Ajang Budaya Solo Belum Ampuh Tarik Wisatawan

Surakarta, Jateng - Berbagai ajang budaya baik yang bertaraf nasional maupun internasional yang digelar belum mampu menarik wisatawan untuk berkunjung ke Solo.

"Ya sementara ini ada 13 'event' yang bertaraf nasional maupun internasional yang digelar tetapi juga masih belum menjadikan daya tarik bagi wisatawan utamanya wisatawan asing," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pemkot Surakarta Eny Tyasni Suzana kepada wartawan di Solo, Senin (29/2).

Eny mengaku Disbudpar akan terus berupaya untuk mendongkrak kunjungan wisatawan ke kota tersebut.

"Ya kalau wisatawan dalam negeri peningkatannya cukup signifikan. Hanya saja untuk wisatawan asing masih sangat jarang," kata Eny.

Disbudpar juga terus melakukan promosi bekerja sama dengan hotel-hotel berbintang dan biro-biro perjalanan yang banyak melayani pelanggan dari luar negeri.

Disbudpar juga mulai aktif dalam mengikuti berbagai ajang internasional selain juga menggunakan media sosial untuk promosi.

Eny mengatakan anggaran yang dialokasikan Pemkot untuk menggelar ajang berkelas nasional maupun internasional cukup terbatas.

"Ya, kalau anggarannya, terbatas, sebab dari kebutuhan kita untuk 'mensupport' (mendukung) 'event' ini dibutuhkan lebih dari Rp 10 miliar. Sedangkan tahun ini saja untuk keseluruhan 'event', kita hanya diberikan anggaran sebesar Rp5 miliar saja," katanya.

Ia mengatakan 13 ajang berskala nasional dan internasional itu tidak semua diberikan dukungan anggaran dari Pemkot Surakarta.

Beberapa ajang yang mendapat alokasi anggaran dari Pemkot Surakarta yakni Solo Culinary Festival, Grebeg Sudiro, Solo International Performing Art (SIPA) dan Solo Batik Carnival (SBC) meski tidak menutup seluruh biaya.

"Sebab anggaran kita terbatas. Namun biasanya kita memberikan rekomendasi agar mereka mampu mencari sponsor dana secara mandiri. Biasanya bantuan kita lebih ke arah sana," jelasnya.

Ia mengatakan untuk pertanggungjawabannya, selalu ada pelaporan pada Pemkot, hanya saja jika dukungan dana berasal dari pihak lain, biasanya pertanggungjawaban dana dilaporkan pada pemberi dana.

"Laporan pertanggungjawaban yang dilaporkan pada kita hanya yang mendapat alokasi dana dari Pemkot. Kalau dapatnya dari sponsor ya laporannya ke sponsor. Kita biasanya sudah tidak menerima laporan pertanggungjawaban," katanya.

Ajang berskala nasional dan internasional yang digelar di Solo tahun 2016 adalah Festival Jenang, Haul Habib, Solo Culinary Festival, Solo 24 Jam Menari, Solo Investment Trade and Tourism Expo (Sittex), SBC, SIPA, Festival Payung, Solo City Jazz, Srawung Seni Sakral, Solo Batik Fashion, Bamboo Biennale, dan Festival Topeng.

Ungeling Gamelan Sekaten Tandai Rangakaian Muludan

Solo, Jateng - Suara gamelan sekaten Kyai Guntur madu dan Guntur Sari menggema di halaman Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta. Di bangsal sebelah kanan dan kiri, puluhan pengrawit dengan khusyuk memainkan alat gamelan berusia ratusan tahun tersebut. Gending pertama yang diperdengarkan adalah gending Rambo, yang berasal dari kata Rabbuna (Arab-Red) yang berarti Tuhan Kita.

“Acara ini bernama ungeling gamelan sekaten yang menandai rangkaian perayaan Maulid Nabi atau biasa disebut orang Jawa dengan istilah Muludan,” ungkap Wakil Pengageng Sasana Wilapa, Kanjeng Winarno Kusumo, Kamis (17/12).

Upacara adat ini diawali dengan datangnya utusan dari keraton yaitu Kanjeng Raden Riau Aryo Panji Sumowicitro. Kedatangan utusan ini sebagai wakil dari sinuwun untuk memerintahkan kepada pengrawit untuk memulai menabuh gamelan. Gamelan yang pertama kali dimainkan yaitu Gamelan Kyai Guntur Madu yang ada di bangsal kanan. Kemudian bergantian dimainkan juga Gamelan Kyai Guntur Sari yang ada di bangsal sebelah kiri.

Perayaan Sekaten ini merupakan peninggalan Kasultanan Demak dan terus dilakukan hingga hari ini. Setiap tahunnya gending-gending yang berisi puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW diperdengarkan, sebagai bentuk syiar kepada masyarakat. Dua gamelan Sekaten akan ditabuh secara bergantian selama rangkaian acara menjelang perayaan Maulid Nabi. Gamelan akan mulai ditabuh pukul 15.00 hingga 24.00 WIB setiap harinya.

Upacara adat ungeling gamelan sekaten ini diikuti dengan makan sirih secara bersama-sama yang dilakukan olah abdi dalem, sentana dalem, dan kerabat keraton Surakarta.

Perayaan Sekaten selalu diwarnai dengan adanya Maleman (Pasar Malem) sejak dahulu hingga kini. Kegiatan pasar malam yang berlangsung selama sebulan, menurut KRMH Satriyo Hadinagoro, membawa dampak yang signifikan terhadap perkembangan produk tradisional.

“Barang yang selalu dijual merupakan produk tradisional seperti jenang, mainan gasing dari bambu, celengan dan barang ataupun mainan dari tanah liat. Ini bukan saja merupakan kegiatan adat, tetapi juga kegiatan ekonomi kecil,” katanya.

51 Kelurahan di Solo Gelar Kirab Budaya Tiap Tahun

Solo, Jateng - Sebanyak 51 kelurahan di Solo memiliki kegiatan kirab budaya yang diselenggarakan setiap tahun. Tetapi, kegiatan kirab budaya tersebut rata-rata memiliki konsep sama.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Solo, Eny Tyasni Suzana, mengatakan tahun ini seluruh kelurahan se-Solo memang menyelenggarakan kegiatan kirab budaya. Kirab budaya ini bertujuan untuk menggali potensi di wilayah masing-masing.

Eny menuturkan dari 51 kirab budaya yang ada, saat ini hanya ada dua kirab budaya yang masuk di kalender event budaya milik Pemkot Solo. Kedua kirab tersebut antara lain kirab grebeg Sudiroprajan dan kirab apem di Kelurahan Sewu, Jebres.

“Baru dua kirab budaya itu yang masuk, karena sudah dikonsep kirab wisata. Sedangkan kirab lainnya kan belum mengarah ke wisata. Di grebeg Sudiroprajan dan kirab apem Sewu itu sudah mendatangkan wisatawan dari luar daerah dan luar negeri. Meski tidak banyak,” kata dia, Kamis (17/12/2015).

Tetapi, sambung Eny, sebenarnya untuk menggali potensi wilayah tidak harus menyelenggarakan kirab budaya. Pengembangan dan penggalian potensi wilayah bisa dilaksanakan dengan menggelar acara seni secara konsisten.

“Semisal di wilayah tersebut ada kesenian reog, buatlah acara yang itu menampilkan reog secara khusus, bisa membuat festival atau apa pun. Kan tidak harus menyelenggarakan kirab,” ujar dia.

Lebih lanjut, dia sepakat dengan kebijakan Penjabat Wali Kota Solo Budi Suharto yang akan mengintegrasikan kirab budaya yang diselenggarakan antarkelurahan. Dia menuturkan selama ini acara kirab budaya yang diselenggarakan bersifat monoton dan penampilannya cenderung sama.

“Kami selalu berkoordinasi dengan Pokdarwis di setiap keluarahan. Ini untuk mengembangkan potensi yang dimiliki di setiap keluarahan,” ujar dia.

Penanaman Nilai Budaya Harus Sejak Dini

Solo, Jateng - Pakar Budaya, Sri Hastanto menyatakan, penanaman nilai-nilai budaya kepada generasi muda seharusnya dimulai sejak dini, bahkan sejak mereka masih dalam kandungan. Pengenalan budaya dimulai oleh keluarga kepada lingkungan yang berbudaya.

“Penanaman budaya ini sangat penting bahkan harus dimulai sejak di dalam kandungan hingga lahir,” jelas mantan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Sri Hastanto kepada wartawan, acara Dialog Kebudayaan yang diadakan Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di Hotel Royal Heritage Solo, Senin (7/12).

Pendidikan tentang berkesenian dan budaya saat ini, menurut Hastanto, sudah masuk dalam kurikulum dalam pembelajaran di sekolah-sekolah di berbagai jenjang secara umum. Namun pembelajaran tersebut sejauh ini belum optimal membentuk karakter generasi muda yang cinta terhadap budayanya, bahkan memiliki minat tinggi untuk melestarikannya.

Oleh karena itu, menurut Hastanto, perlu perombakan total dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia. Hal itu sebagai upaya mengembalikan dan menumbuhkan nilai-nilai luhur budaya Indonesia yang saat ini semakin luntur, khususnya dalam diri generasi muda.

Dialog tersebut juga menghadirkan dua pembicara lainnya, Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kemendikbud, Harry Widianto, dan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Solo, Eny Tyasni Susana.

ISI Gelar Wayang Kulit 30 Jam Nonstop

Solo, Jateng - Institut Seni Indonesia (ISI) akan menggelar pertunjukan wayang kulit selama 30 jam nonstop yang digelar di Solo, tanggal 7-8 November 2015, menyambut Hari Wayang Dunia 2015.

Pagelaran wayang kulit Purwo dan Gedhog yang dimeriahkan dalang bocah, remaja maupun dewasa tersebut mengambil tema "Strategi Revolusi Mental Bangsa Melalui Apresiasi Wayang Indonesia", kata Rektor ISI Surakarta Prof. Dr. Sri Rochana Widyastutieningrum S.Kar M.Hum, di Solo, Jateng, Selasa.

Menurut Sri Rochana, wayang merupakan salah satu jenis seni pertunjukan yang masih hidup dan berkembang di masyarakat Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya.

Kondisi ini disebabkan karena kandungan nilai-nilai religius, etis, dan estetis yang tercermin dalam pertunjukan wayang secara idesional diakui menjadi acuan bagi tindakan masyarakat.

Menurut dia, ketiga nilai esensial tersebut telah meresap dalam sanubari masyarakat, yang mengokohkan wayang sebagai budaya adiluhung dalam konstelasi kehidupan manusian Indonesia.

"Pagelaran wayang kulit yang sarat pendidikan budi pekerti itu, diharapkan dapat memberikan solusi alternatif untuk mengatasi berbagai krisis yang melanda negara kita," katanya.

Selain itu, wayang, yang juga dijadikan sarana bagi pembangunan moralitas manusia, diharapkan dapat memperkuat pilar ketahanan bangsa dan negara, sekaligus, menjawab keinginan negara untuk melakukan revolusi mental manusia Indoensia.

"Selain menyambut Hari Wayang Dunia, kegiatan ini dimaksudkan juga sebagai upaya melestarikan budaya Indonesia. Wayang Indonesia ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan Indonesia yang diakui Dunia, pada 7 Nopember 2003," katanya.

Ketua Bidang Prosesi Ahmad Dipoyono mengatakan ISI menggelar pertunjukan wayang kulit dalam menyambut wayang Dunia tersebut selain menggelar pertunjukan wayang kulit juga pameran dan parade wayang.

"Prosesi diawali dengan menggelar parade wayang mulai dari Kampus ISI menuju depan Rumah Dinas Loji Gandrung dan melakukan perjalanan ke Balai Kota Surakarta, pada Minggu (6/11)," katanya.

Menurut Dipoyono, parade wayang akan mengusung tokoh wayang Semar berukuran raksasa setinggi sekitar 5,3 meter koleksi karya Sanggar Wayang Gogon Solo. Parade wayang akan melibatkan sekitar 500 orang dari berbagi kelompok seni budaya.

"Peserta setelah melakukan parade, akan kembali melanjutkan perjalanan ke ISI, dan setibanya di kampus langsung disambut sebanyak 100 penari sebagai ajang upacara ritual sebelum para dalang melakukan aksinya, pada Senin (7/11) hingga Selasa (8/11)," katanya.

Menurut ketua umum panitia penyelenggara Sudarsono, pagelaran wayang kulit yang digelar di depan Rektorat ISI Surakarta akan diawali penampilan dalang terkenal Ki H. Manteb Soedharsono dengan mengambil cerira "Bima Bungkus", pada Senin (7/11) pada pukul 10.00 WIB dan ditutup Ki Enthus Susmono mengambil judul "Parikesit Jumeneng Nata".

"Dalang yang ikut memeriahkan pertunjukan itu, datang dari berbagai daerah di Jateng dan Jatim," katanya.

Menurut dia, kegiatan Hari Wayang Dunia 2015 rencananya akan dibuka secara resmi oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI M. Nasir, pada Sabtu (7/11).

Ratusan Keris Hibah dari Kolektor Disimpan di Loji Gandrung

Solo, Jateng - Ratusan keris yang bakal dipajang di Museum Keris untuk sementara disimpan di Rumah Dinas Wali Kota Solo di Loji Gandrung.

Hal itu lantaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Solo terus menerima hibah keris, sementara bangunan museum belum dapat beroperasi.

Kabid Seni dan Budaya Disbudpar Solo, Vero Ekowati, saat ditemui wartawan di Gedung DPRD, Kamis (29/10/2015), mengatakan sedikitnya ada 300-an keris yang dihibahkan pemiliknya untuk Museum Keris.

Ratusan keris itu diterima dari sekitar 25-30 kolektor keris di Indonesia. “Semua sumbangan keris dari pribadi atau kolektor, tidak ada yang dari lembaga,” ujar dia.

Menurut Vero, ratusan keris itu kini disimpan di Loji Gandrung mengingat pembangunan Museum Keris belum selesai. Pihaknya memastikan penyimpanan di Loji Gandrung terjamin dari segi keamanan dan perawatan. Hal itu mengingat tingginya nilai sejarah dan ekonomis dalam deretan tosan aji.

Vero mengatakan ada kurator khusus yang ditunjuk untuk mengelola sementara keris-keris di Loji Gandrung. “Koleksi ditempatkan di ruang khusus juga, dikunci. Tidak sembarang orang boleh masuk,” tuturnya.

Vero memerkirakan Museum Keris baru akan dibuka pada April 2016. Rencananya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal meresmikan langsung bangunan tersebut.

Pada bagian lain, belasan warga yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Berbudaya (Geber) mempertanyakan transparansi anggaran Museum Keris lantaran pembangunannya hingga kini tak kunjung selesai.

Sekretaris Jenderal Geber, Nusa Aksara Daryono, saat ditemui seusai audiensi dengan DPRD, mendesak Disbudpar membeberkan perencanaan dan penggunaan anggaran Museum Keris selama ini. Dia menyebut publik berhak mengetahui perkembangan museum yang dibangun sejak 2013 itu.

-

Arsip Blog

Recent Posts