Fungsi Musik Gonrang Pada Masyarakat Simalungun

Oleh Fr Bonifasius Harahap Saragih OGM Cap

Catatan Awal
Musik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan. Dari semua karya seni, mungkin sekali musiklah yang paling mempengaruhi tradisi budaya untuk menentukan patokan-patokan sosial dan patokan-patokan individu, mengenai apa yang disukai dan apa yang diakui. Musik dapat mencerminkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip umum yang mendasarinya, yang menghidupkan kebudayaan tersebut secara menyeluruh.

Gonrang (istilah bahasa Simalungun untuk “gendang”) salah satu alat musik dari daerah Simalungun, yang telah lama ada dan berkembang di daerah Simalungun. Musik gonrang tidaklah hanya apresiasi seni semata, tetapi juga mau memperlihatkan makna dan fungsi yang sangat mendalam bagi kehidupan masyarakat Simalungun khususnya. Makna dan fungsi gonrang terwujud sebagai suasana pengungkapan hati, sebagai sarana hiburan, sebagai sarana komunikasi. Musik gonrang juga sebagai representasi simbolis yang mencerminkan nilai-nilai, pengaturan kondisi sosial dan perilaku kultur lainnya serta sebagai peneguh ritus-ritus keagamaan dan ikatan sosial.

Maksud tulisan ini adalah untuk membahas kelima fungsi gonrang Simalungun yang disebutkan diatas.

Fungsi Musik gonrang dalam komunitas masyarakat simalungun:

1. Sebagai pengungkapan suasana hati
Dimanapun di dunia ini, tampak jelas bahwa musik mempunyai peran yang kuat dalam mengungkapkan suasana hati seseorang. Pengungkapan suasana hati itu dapat bersifat spesifik seperti halnya pada lagu yang bernuansa politis maupun lagu-lagu percintaan yang mau mengungkapkan perasaan dan kepuasan diri. Apapun jenis suasana hati yang diekspresikan dalam proses pembuatan musik, akan menggugah reaksi dari para pendengar dan reaksi itu tidak lepas dari pementasannya. Maksudnya adalah nuansa lagu yang dibawakan disesuaikan dengan suasana pesta. Sebagai contoh, untuk pesta perkawinan, pesta panen dan pesta meriah lainnya tentu sangat berbeda nuansa musiknya dengan suasana kematian atau kesedihan.

Salah satu faktor yang dianggap penting dalam menentukan reaksi suasana hati terhadap musik di kalangan masyarakat Simalungun adalah tempo musik yang dibawakan. Untuk menunjukkan suasana gembira, maka dipakai tempo sedang hingga tempo cepat. Sedangkan tempo lambat umumnya dipakai untuk yang berhubungan dengan hal-hal musibah, kekecewaan, kesedihan dan kerinduan hati. Banyaknya lagu-lagu sedih di daerah Simalungun dan digunakannya istilah inggou menggambarkan makna suasana hati dari lagu-lagu tersebut serta persepsi masyarakat Simalungun terhadap lagu-lagu tersebut. Pengungkapan perasaan mungkin paling mudah dan sederhana untuk difahami dari lirik yang dikandungnya.

Para pemain musik gonrang mempunyai peran penting dalam suasana ini. Para pemusik menjadi pemicu dalam memulai dan memfasilitasi pengungkapan perasaan yang sesuai untuk masing-masing situasi dengan cara “menghidupkan” gual (lagu yang dimainkan pada ansambel musik gonrang) yang dibawakan. Sebagai contoh, dalam tortor sombah (tortor = tarian, sombah = sembah) dimulai oleh pihak boru (orang atau klan yang menjadi pihak penerima istri kepada yang bersangkutan) dan mengarahkan kepada pihak tondong (orang atau klan yang menjadi pihak pemberi istri dari yang bersangkutan).

Sikap sembah diwujudkan dengan mengatupkan telapak tangan dengan ujung jari menghadap ke atas dan disentuhkan pada dahi, dengan sikap seperti ini pihak boru menghampiri pihak tondong. Sambil menarikan tortor sombah dihadapan pihak tondong, pihak boru memohonkan kasih sayang yang manja dari pihak tondong. Maka kerendahan hati merupakan makna dari inti tarian yang dibawakan oleh boru yang diungkapkan dalam konteks tarian dan musik yang dibawakan.

2. Sebagai sarana hiburan
Salah satu fungsi musik gonrang bagi masyarakat Simalungun adalah sebagai sarana hiburan. Karena kurangnya kesempatan untuk menikmati suasana istirahat dari kerja, maka pada saat pesta merupakan kesempatan untuk beristirahat dari aktivitas kerja. Pesta merupakan salah satu bentuk acara selingan. Ada sejumlah pesta yang dilaksanakan setiap tahun, yang termasuk di dalamnya yaitu Manumbah (penyembahan tempat keramat maupun arwah para nenek moyang).

Ada pesta yang diselenggarakan pada saat-saat khusus : pesta palaho/paroh boru (pesta pernikahan), pesta mangalo-alo tamuei (pesta penyambutan tamu atau undangan istimewa), mamongkot jabu (selamatan memasuki rumah baru) dan masih banyak kesempatan lain yang dijadikan suasana pesta. Salah satu kebiasaan dalam berpesta adalah mengundang antara kampung yang satu dengan kampung yang lain yang memiliki ikatan hubungan tondong, boru dan sanina (mereka yang berasal dari marga dan sub-marga yang sama dengan yang bersangkutan) untuk memeriahkan pesta tersebut.

Pada pelaksanaan pesta tersebut, biasanya para undangan dengan sabar mengikuti acara, khususnya pada acara adat penting dan menunggu sampai pada kesempatan mereka untuk menari. Salah satu kebiasaan pada saat menari, para undangan akan meminta gual yang menjadi kesukaan mereka (umumnya untuk pesta-pesta meriah). Kaum muda-mudi, karena belum mendapat posisi dalam masyarakat biasanya baru mendapat giliran untuk menari pada akhir-akhir acara. Untuk mereka, ini adalah kesempatan untuk bersosialisasi satu sama lain dan kesempatan untuk belajar menari pada pesta-pesta resmi.

Selain pada kegiatan adat dan tradisi musik gonrang yang disebutkan diatas, musik merupakan sarana hiburan pada kesempatan lain. Para warga, khususnya kaum pria, suka berkumpul pada malam hari sambil bernyanyi dan memainkan alat musik seperti : gitar, seruling, harmonika dan alat musik lainnya sebagai sarana hiburan.

3. sebagai sarana komunikasi
Para ahli musik telah mengakui fungsi kesenian musik adalah sebagai sarana komunikasi. Lewat nuansa musik yang dibawakan, mereka mau mengkomunikasikan seluruh perasaannya secara simbolis, baik yang menggembirakan maupun yang sedih. Nuansa kesedihan, kekecewaan dan kesepian biasanya diungkapkan dengan lirik dan bunyi lagu-lagu percintaan maupun lagu-lagu perpisahan. Kita akan lebih merasakan perasaan hati seperti ini pada sejumlah gual yang bertempo lambat. Bunyi musik juga dapat menyajikan suasana hati tertentu yang dapat membantu untuk mengungkapkan perasaan hati dan inti dari lirik yang dinyanyikan.

Selain itu, musik gonrang juga mau mengkomunikasikan identitas etnis. Sebagai salah satu dari sekian banyak kelompok etnis di Indonesia, masyarakat Simalungun yang tertarik pada tari-tarian dan musik tradisionalnya, sangat menyadari keunikan musik mereka, baik di dalam maupun di luar tradisi gonrang. Pada acara-acara silaturahmi, sebagian dari anggota masyarakat sering muncul “nasionalisme primitif kesukuan” dengan musik, tarian dan adat sebagai titik tolak semangat. Pada acara seperti ini kerap kali sangat membantu penyebaran musik dan tari-tarian Simalungun, yang mempengaruhi musik dan tari-tarian nasional Indonesia. Dengan demikian, musik Simalungun merupakan suatu acara guna mengkomunikasikan karakter dan kebanggaan etnis mereka.

4. Sebagai Representasi Simbolis
“Musik mencerminkan nilai-nilai, pengatur kondisi sosial dan perilaku kultur lainnya.”
Musik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan. Dan sebagaimana aspek-aspek kebudayaan lainnya, musik niscaya akan mencerminkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip umum yang mendasarinya, yang menghidupkan kebudayaan tersebut secara menyeluruh.

Ansambel musik gonrang mempunyai hubungan erat dengan struktur adat. Status para pemain musik dalam suatu ansambel musik gonrang didasarkan atas jenis alat musik yang dimainkannya. Si peniup sarunei (alat musik tiup yang memiliki tujuh buah lubang jari) selalu diakui sebagai pemimpin di antara mereka (secara musik maupun secara adat). Ia mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan ansambel musik yang akan dimainkan. Menurut adat juga, bila pihak yang meminta gual memberikan penghargaan maka si peniup sarunei-lah yang harus menerima penghargaan tersebut. Dalam hal pendapatan di antara anggota pemain musik, ia juga yang akan mendapat imbalan yang lebih besar.

Tingkatan kedua yaitu para penabuh ansambel gonrang (gonrang si dua-dua atau gonrang bolon). Untuk gonrang si dua-dua umumnya hanya dimainkan satu atau dua orang saja, sedangkan untuk gonrang bolon umumnya dimainkan dua atau tiga orang. Mereka ini menabuh gonrang sedemikian rupa sehingga mampu memainkan gual yang dimintakan dengan mengikuti pola irama dari sarunei. Pertingkatan di antara penabuh hampir tidak ada, namun umumnya penabuh gonrang yang lebih mahir dalam memainkannya diakui sebagai yang menentukan.

Tingkatan yang ketiga yaitu para pemukul gong dan mongmongan (dua buah gong kecil yang digunakan sebagai tanda bunyi kolotomis). Meskipun musik dapat dimainkan tanpa didampingi oleh pemukul gong dan mongmongan, tetapi umumnya bagian ini juga selalu diikutkan. tugas mereka adalah membawakan kerangka dari gual tersebut, yang tujuannya untuk menambah nilai rasa dan tekanan yang menetap pada gual yang dimainkan. Sekali mereka mendapat pola yang pas dari gonrang dan sarunei, tugas mereka hanya mengulangi pola tersebut sampai gual berakhir.

Pertingkatan pada pemeran ansambel musik gonrang juga mempunyai hubungan dalam kelompok adat Simalungun. Sebagaimana pemain sarunei adalah sebagai pemimpin diantara pemain ansambel lainnya, maka kelompok tondong menduduki posisi sebagai pemimpin pada acara-acara adat (juga dalam hidup sehari-hari). Kemudian diikuti oleh kelompok boru sebagai kelompok kedua yang sangat erat hubungannya dengan tondong. Pihak tondong senantiasa memperhatikan dan memperlakukan boru-nya dengan baik dan bahkan memberikan berkat agar mereka senantiasa hidup sejahtera. Kelompok ketiga adalah kelompok sanina (keanggotaan marga dan sub marga yang berpesta). Sebagaimana pemukul gong dan mongmongan yang menambah nilai rasa pada ansambel musik gonrang, kelompok sanina ini merupakan penolong khususnya saat mempersiapkan acara pesta, pendamping bagi boru dan bagian dari boru itu sendiri.

Walaupun pengelompokan tondong, boru dan sanina dalam struktur adat mempunyai hubungan yang sangat erat dengan si peniup sarunei, penabuh gonrang dan pemukul gong dan mongmongan dalam ansambel musik gonrang, tetapi di antara kelompok ini praktisnya masih terdapat perbedaan. Pada ansambel musik gonrang, para pemainnya sangat jarang saling “bertukar posisi” atau tukar peran dalam memainkan ansambel musik gonrang.

Hanya dimungkinkan antara penabuh gonrang dengan pemukul gong dan mongmongan yang saling bertukar posisi. Pada konteks adat, posisi seseorang ditentukan oleh ikatan hubungan dengan pihak yang menyelenggarakan pesta. Dalam suatu pesta umpamanya, posisi seseorang dapat sebagai tondong namun pada saat pesta lain, dapat sebagai boru atau sanina. Jadi, seseorang dapat menempati ketiga posisi yang ada dalam kelompok ini. Dengan demikian akan ada keseimbangan, karena semua orang berkesempatan untuk memerankan salah satu dari ketiga kelompok ini dalam suatu pesta.

5. sebagai peneguh ritus-ritus keagamaan dan ikatan sosial
Salah satu kebiasaan baik bagi masyarakat Simalungun dan seluruh masyarakat Batak umumnya adalah adanya kebiasaan martutur (menelusuri silsilah satu sama lain). Hal ini dilakukan bagi mereka yang belum saling mengenal satu sama lain. Setelah saling mengetahui silsilah masing-masing, mereka akan dapat memposisikan diri satu sama lain berdasarkan aturan adat mengenai tata cara ikatan hubungan antara tondong, boru dan sanina. Ini merupakan norma yang mendukung terciptanya ikatan sosial yang kuat dalam kalangan masyarakat Simalungun.

Adat dan kelompok adat adalah unsur-unsur yang paling sentral dan kuat di kalangan masyarakat Simalungun, maupun masyarakat Batak umumnya. Kekuatan adat tersebut ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari melalui acara seperti tari-tarian adat yang dipentaskan hampir pada setiap pesta. Gual yang dibawakan pada acara tersebut pada umumnya gual yang mengingatkan pihak tondong, boru dan sanina akan tata cara keharmonisan sikap dan tindakan diantara mereka. Sikap dan kasih sayang serta tindakan mencurahkan berkat harus dipraktekkan dalam konteks sosial lingkup suasana gual yang dibawakan. Musik gonrang dijadikan sebagai sarana untuk menjaga kelangsungan nilai-nilai kultural dan keagamaan. Musik gonrang menjadi alat untuk pengikat dan peneguh ikatan sosial dan upacara-upacara kultural maupun keagamaan yang dianggap penting oleh masyarakat Simalungun.

kesimpulan
Dari seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa musik gonrang Simalungun mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat Simalungun. Musik gonrang merupakan titik pangkal pengembangan budaya sebagai suatu simbol identitas yang unik dari masyarakat Simalungun. Musik gonrang sangatlah khas, bahkan di kalangan suku Batak lainnya, dan merupakan salah satu peninggalan kebanggaan milik masyarakat Simalungun.

Tradisi musik gonrang merupakan sarana yang sangat vital dalam pengekspresian tradisi kerohanian masyarakat Simalungun, juga sebagai bentuk pernyataan ikatan kekeluargaan dan kekerabatan, keturunan sedarah dan keturunan sesuku umumnya. Di samping itu, musik gonrang Simalungun, secara tidak langsung, mengajarkan kearifan hidup manusia yang dicerminkan dalam sikap dan pergaulan dengan sesama (nilai sosial), maupun untuk mencapai nilai-nilai tertinggi, yakni nilai spiritual (nilai rohani). Proses pencapaian nilai tersebut tentu saja didasari oleh sikap mendengarkan, penuh penghayatan sehingga apa yang dihadirkan dari musik tradisional ini dapat menyentuh perasaan hati yang paling dalam.

upaya mempertahankan dan memelihara musik gonrang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita sadari atau tidak, sangat mempengaruhi kebudayaan, bahkan hampir di semua aspek kebudayaan. Sebagai contoh, hadirnya alat musik keyboard serta alat musik elektronik lainnya sangat berpengaruh besar bagi musik gonrang. Posisi gonrang “digeser” oleh keyboard dan alat musik lainnya. Untuk acara-acara pesta misalnya, sekarang ini sangatlah jarang kita temukan yang memakai musik gonrang, terutama di daerah kota. Selain itu, pemain musik gonrang sudah semakin langka ditemukan, karena kaum muda sudah tidak tertarik lagi dengan alunan musik ini, apalagi untuk mempelajari cara untuk memainkannya. Hal ini sekaligus menjadi keprihatinan kita bersama.

Manusia tidak bisa tercabut dari akar budaya yang melatarbelakanginya. Tadi, kita telah melihat nilai-nilai yang terkandung dalam musik gonrang Simalungun yang merupakan ungkapan identitas masyarakat Simalungun, yang merupakan bagian dari Khazanah budaya nasional Indonesia. Tantangan besar bagi warga Simalungun, apakah kekayaan budaya ini masih dapat dipertahankan ke masa depan? menjadi tugas kita bersama, memahami dan menghayati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, serta menggali lagi nilai-nilai lain yang terkandung di dalamnya, serta mewariskannya kepada generasi berikut. Dulang si dua rupa,Goran ni bulung-bulung, Ulang ma hita lupa, Adat ni Simalungun. Semoga!

Penulis : Fr Bonifasius Harahap Saragih OGM Cap ,seorang Kapusin, tinggal di P. Siantar

Sumber: Harian SIB
-

Arsip Blog

Recent Posts