Seni Tradisional Jarang Berusia Sampai 100 Tahun

Usia kesenian tradisional Indonesia, khususnya yang berasal dari Jawa Barat, jarang yang bisa mencapai 100 tahun. Sifat masyarakat yang dinamis dan terbuka, membawa pengaruh besar terhadap perkembangan kesenian tradisional.

"Kesenian tradisional di Jawa Barat sangat mengikuti perkembangan zaman, sehingga sangat jarang kesenian tradisional di Jabar yang bisa bertahan 100 tahun," ungkap budayawan Ajip Rosidi, yang ditemui usai penyerahan hadiah Hardjapamekas di Gedung JICA Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Jln. Setiabudhi Bandung, Kamis (23/9).

Ajip mencontohkan, seni pantun beton yang lahir sekitar satu abad lalu, kini sudah tidak terdengar lagi. Menurutnya, pemantun pantun beton mengikuti perkembangan zaman, sehingga yang muncul sekarang bukan pantun beton asli, tapi papantunan.

"Di Kabupaten Kuningan papantunan bisa ditemui dan disaksikan. Tetapi apakah papantunan ini asli pengembangan dari pantun beton?" katanya.

Ajip memprediksi, seni tradisi semakin hilang, karena tidak ada lagi orang atau masyarakat yang menanggapnya, seperti kesenian reog.

"Reog yang lahir tahun 1920-an, kini kondisinya jauh lebih parah dari seni pantun beton. Sekalipun senimannya mengikuti perkembangan zaman, namun seni reog tidak bisa bertahan," katanya.

Namun, lanjutnya, masih banyak kesenian tradisional yang mampu bertahan karena kreativitas senimannya, terutama dalam pengemasannya. Ia menyebutkan, hasil kemasan yang dilakukan seniman maupun masyarakat ini, ternyata mampu mengangkat seni tradisi dimaksud hingga dikenal masyarakat dengan akar yang masih kuat.

"Inilah kreativitas para seniman Sunda yang mampu mengemas seni tradisi yang benar-benar buhun hingga bisa dinikmati masyarakat," katanya.

Namun sayang, tambahnya, para seniman ini belum mengemas seni tradisi ini menjadi seni industri secara optimal. "Mereka masih berkutat melestarikan, belum mengarah ke industri," katanya. (B.81)**

-

Arsip Blog

Recent Posts