Nusa Dua Fiesta 2008

Bali- Tarian Gamelan Okokan dipertunjukkan di pembukaan acara Nusa Dua Fiesta yang ke-12 di Nusa Dua, Bali, Jumat (10/10).

Bali Tourism Development Corporation (BTDC) mengelar acara tahunan Nusa Dua Fiesta yang ke-12, dalam rangka program Visit Indonesia Year 2008. Acara promosi ini mempertunjukkan sejumlah seni budaya, musik, dan pameran. Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, kegiatan tahunan ini, perlu dilestarikan sebagai penunjang sektor kepariwisataan Indonesia, khususnya pariwisata Bali.

Dalam kesempatan itu, ia mengajak Direktur Utama Bali Tourism Development Corporation (BTDC), I Made Mandra untuk melakukan penghijauan dengan melibatkan wisatawan asing yang menginap di BTDC.

"Satu turis satu pohon dan diberi nama mereka. Tahun depan mereka akan datang lagi ke Bali dan melihat tanaman yang telah ditanam. Dengan demikian, tema Green Tourism tidak hanya di mulut saja. Bali harus dijaga keseimbangannya. Devisa pariwisata harus digenjot, dengan lebih banyak lagi mendatangkan wisatawan asing ke Indonesia. Target devisa tahun ini sebesar Rp65 triliun melalui kunjungan tujuh juta wisatawan asing," kata Wacik di Nusa Dua, Bali, Jumat (10/10).

Senada dengan itu, I Made Mandra mengatakan, masyarakat yang peduli dengan pariwisata, termasuk para pemilik hotel, harus mempromosikan Bali dan Nusantara secara keseluruhan ke seluruh dunia, sebab Indonesia memiliki aneka ragam budaya.

"Promosikan seluruh seni budaya yang ada di Pulau Dewata ini. Sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan, Nusa Dua Fiesta mengusung tema lingkungan Green Tourism. Pariwisata Bali sebagai penggerak ekonomi Bali, sangat bergantung terhadap kelestarian alam," ucap Made Mandra.

Pembukaan pesta tahunan itu, diawali dengan menancapkan kayonan atau gunungan, sebagai simbol pelestarian alam. Acara ini berlangsung selama lima hari, mulai 10-14 Oktober 2008. Ajang tersebut diikuti oleh 49 daerah dari seluruh Indonesia dan industri pariwisata dari Bali dan luar Bali. Hal itu juga bisa menjadi penyadaran mengenai pariwisata yang berwawasan lingkungan, kepada masyarakat dan wisatawan.

Selama kegiatan berlangsung, digelar aneka pertunjukan mulai dari seni budaya, musik, permainan sampai pameran. Setelah pembukaan berakhir, dilanjutkan dengan 25 parade budaya. Pesertanya masing-masing dari hotel yang berada di kawasan wisata Nusa Dua, Bali. Parade juga dimeriahkan oleh atraksi seni budaya dari peserta pameran, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Pada saat parade, pertunjukan berlangsung dengan meriah. Banyak masyarakat sekitar dan wisatawan dalam atau luar negeri berkumpul, menjadi satu. Mereka menyaksikan tarian tradisional Bali, bahkan sudah ada yang hampir punah atau jarang dipertunjukkan lagi di umum. Tarian itu adalah Barong Kambing, Barong Macan, dan Tari Lelunakan yang para wanita dengan naik sepeda dengan adanya pikulan di atas kepala dan lainnya.

Acara berikutnya, adalah parade hijau, dengan menampilkan tarian-tarian Bali yang mendukung kelestarian alam. Pesan yang disampaikan ke masyarakat luas, kita tidak boleh menebang sembarangan pohon dan menjaga isi dari bumi, serta adanya program hijau. Setelah itu, masuk perayaan dansa dan penampilan kolosal Kebo Iwa.

Meriah
Memasuki malam hari, semakin ramai dan meriah dengan penampilan Semebyar Jaran Butho Gandrung, dari Banyuwangi, Jawa Timur. Penari tersebut terdiri dua kelompok dan masing-masing memiliki enam anggota. Tarian tersebut terbagi atas empat bagian yang merupakan satu kerangkaian, yaitu jejer Jaran Dauk, Jaran Butho, Jaran Goyang, dan Mekar Semebyar yang berasal dari Sanggar Lalang Buana, Banyuwangi.

"Pergelaran ini menggambarkan Dewi Sri yang cantik lembut dan rupawan, yang turun dari khayangan membawa kesuburan bagi para petani. Dengan adanya kesuburan itu, datanglah prajurit yang sakti gagah dan perkasa. Mereka bertujuan untuk mencari jati diri, dengan melatih olah kanuragan," ungkap Koordinator Kontingen Banyuwangi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, Sabar Harianto.

Sabar menambahkan, pada akhirnya salah satu gandrung tersebut menjelma menjadi bidadari yang cantik dan lincah. Dengan kecantikannya, seorang pemuda menjadi tergila-gila. Maka, sang pemuda pun jatuh cinta terhadap sang gadis, namun sayang cintanya ditolak.

Akhirnya, sang pemuda mengeluarkan ilmu kesaktian aji-aji jaran goyang dengan menebar kembang setaman yang mekar semebyar. Di mana-mana harum baunya, dengan satu tujuan, Banyuwangi ijo royo-royo.

"Persiapan untuk tarian ini, hampir sebulan. Kendala yang kami alami adalah sulitnya bertemu, karena terpotong oleh libur Lebaran. Untungnya para penari sering berkomunikasi satu sama lain dan aktif sendiri untuk mau latihan," tutur Harianto, yang juga sebagai penata tari sekaligus pemimpin Sanggar Lalang Buana.

Tarian tersebut semakin menarik, ketika para penarinya turun ke bawah panggung. Mereka menarik para penonton untuk turut menari, termasuk wisatawan asing. Tarian itu dinamakan Paju Gandrung.

Acara dilanjutkan oleh penampilan dari daerah Banggai Sulawesi Tengah, dengan Tari Monjinta. Tidak ketinggalan, aksi dari Nusa Tenggara Barat (NTB), dengan Gendang Beleq, Tari Mandalika, Tari Perang Topat dan Tari Gandrung. [HDS/N-5] (Hendro Situmorang)

Sumber: www.suarapembaharuan.com (13 Oktober 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts