Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto: Antasari Azhar Ikut Mreteli KPK

Jakarta—Banyak pihak disinyalir berusaha meruntuhkan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Caranya beragam: dari pemangkasan kewenangan Komisi melalui undang-undang hingga desakan agar KPK diaudit.

Serangan itu tak hanya testim dari luar. “Antasari ikut mreteli juga,” ujar Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Rianto. Itu terkait dengan laporan yang disampaikan oleh ketua nonaktif KPK Antasari Azhar, yang menjadi tersangka otak pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Kepada polisi, Antasari menyerahkan testimoni yang menuding Wakil Ketua KPK Mochamad Jasin dan Deputi Penindakan Ade Raharja telah menerima suap dalam kasus korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu pada 2007 di Departemen Kehutanan.

KPK sudah bereaksi keras atas testimony Antasari. Mereka menolak tudingan itu dan menyilakan polisi membuktikannya. Toh, cara-cara itu terasa mengganggu dan berpotensi meruntuhkan KPK. “Kini KPK sudah berada di ranah yang lebih berbahaya,” ujar Bibit. Kepada Endri Kurniawati dan Ngarto Februana dari Tempo, Bibit buka-bukaan soal gempuran serangan terhadap lembaganya itu. Berikut ini petikannya:

Seberapa genting situasi sekarang bagi KPK….?

Kita kembali dulu ke tujuan pembentukan KPK. Sudah ada polisi, jaksa, hakim, mengapa ada KPK dan Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi)? Ini karena institusi yang ada tidak memuaskan dalam penegakan hukum di bidang korupsi, dan tindak pidana ini sudah merupakan kejahatan luar biasa, khususnya untuk kejahatan extraordinary itu. KPK dilengkapi kewenangan yang juga extraordinary, seperti diatur dalam Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002, yang di dalamnya termasuk soal Pengadilan Tipikor.

Yang luar biasa itu, misalnya, kami boleh menyadap tanpa izin pengadilan karena kami punya pertimbangan sendiri. Tentu saja ada prosedurnya. Kami juga memeriksa pejabat negara tanpa harus izin presiden, padahal penegak hukum lain harus izin dulu.

Dengan dua (cara) itu, KPK menjadi extraordinary. Malah dibilang superbody. Superbody juga nggak. Wong pendek-pendek saja, karena tidak semua penyakit korupsi ditangani KPK. Kalau melihat Pasal 11 Undang-Undang KPK, yang ditangani kan hanya penyelenggara negara dan penegak hukum serta orang-orang yang terlibat dalam dua instansi itu.

Nah, apakah penanganan korupsi oleh KPK berjalan? Kalau nggak jalan, patut dipertanyakan karena nggak lucu. Tapi kan jalan dan tidak ada yang tidak diputus oleh Pengadilan Tipikor. Alat bukti KPK berlapis. Tak ada yang susah bagi kami dalam memberantas korupsi kalau tak ada kepentingan yang ikut bermain di situ.

(Indonesia Corruption Watch melaporkan, pada semester pertama 2009, Pengadilan Tipikor memvonis bersalah semua tersangka korupsi, sementara di pengadilan biasa cuma 30 persen tersangka korupsi yang divonis bersalah.)

Siapa yang ikut bermain itu?

Kiprah KPK sekarang ini membuat koruptor takut, ngeri. Kalau mereka nggak korupsi, kan nggak takut. Sehingga macam-macam yang terjadi. Apa seperti itu atau tidak maksud mereka, yang tahu yang bersangkutan. Dalam soal UU KPK yang hendak diobrak-abrik, misalnya.

Kalau KPK dinilai tidak becus, tidak berjalan, bisa saja UU KPK diobrak-abrik. Tapi, karena KPK berjalan, mbok ya jangan. Ada juga yang beralasan, disesuaikan dengan undang-undang yang ada. Bila benar begitu, undang-undang yang ada itu yang harus disinkronkan. Jangan Undang-Undang KPK, yang sudah di atas, disinkronkan ke bawah. Itu downgrade, seharusnya undang-undang lain itu yang di-upgrade.

Apakah undang-undang yang ada sudah memadai untuk penyidikan?

Cukup. Kalau mau ditambah, ya, bagus. Yang kurang ditambahkan. Misalnya gratifikasi, karena seolah-olah gratifikasi dalam UU KPK itu boleh asalkan penyelenggara negara melaporkannya ke KPK. (tertawa)

(Gratifikasi bahkan dilakukan Antasari Azhar ketika menjadi Ketua KPK kepada sejawatnya, Mochamad Jasin. Dia memasukkan uang US$ 10 ribu ke kantong wakilnya itu ketika istri Jasin sekarat di rumah sakit. Jasin sudah mengembalikan uang itu ke negara sebelum 30 hari, sesuai dengan undang-undang.)

Sekarang ada dua RUU yang sedang disiapkan, yakni RUU Tindak Pidana Korupsi dan RUU Pengadilan Tipikor, yang kabarnya disusun sesuai dengan UNAC (United Nation Against Corruption).

Jika semua itu ditambahkan, penindakan korupsi akan efektif?

Berbagai kemungkinan bisa dicegah. Efektif atau tidak tergantung pelaksana. Apa undang-undang kita kurang banyak? Superbanyak undang-undang kita. Tapi mana yang ditegakkan secara benar? Membuat undang-undang itu sama dengan membuat sistem hukum. Jangan membuat undang-undang yang tidak efektif. (Seharusnya) yang belum ditampung ya ditampung, yang ada jangan di-uthik-uthik. Ini yang ada di-uthik-uthik juga. Lain soal kalau yang ada itu nggak jalan.

Meng-uthik-uthik UU KPK ini termasuk langkah penggembosan?

Ada yang melihat begitu, karena melihat apa yang di-uthik-uthik dari UU KPK. Kan ada (fungsi) penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan di samping (fungsi) preventif. Nah, preventifnya nggak ada yang nguthik-nguthik, tapi penindakannya di-uthik-uthik. Ada yang bilang KPK cukup penyelidikannya saja, penyidikannya polisi. Penuntutannya jaksa. Ini kan jadi downgrade.

Hubungan polisi dan jaksa yang paling baik itu di KPK ini. Dalam proses Pengadilan Tipikor, mereka sudah bergabung sejak penyelidikan sehingga tidak ada bolak-balik pengajuan berkas dari polisi ke jaksa dan dari jaksa ke polisi. Di sini, begitu selesai penyidikan, nggak balik lagi ke penyelidikan. Berkas selesai, siap dituntut, jaksanya sudah ada di situ. Ini mestinya jadi pelajaran bagi jaksa dan polisi. Tolong fakta ini dilihat. Anggota DPR harusnya melihat itu untuk memutuskan.

Dengan cara apa lagi KPK dipreteli?

Ada pasal dalam RUU Tipikor yang mengurangi kewenangan KPK. Misalnya nggak boleh ada penyadapan, karena orang takut disadap. Tapi penyadapan kan ada yang ngawasi. Menkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) mengaudit kami tiap tahun. Tolong dilihat aplikasinya seperti apa dan yang mau dicari itu apa sih?

Apa hasil audit Menkominfo?

Penyadapan kami dinyatakan sudah sesuai dengan standar Lawful Intersection. Yang mempermasalahkan itu orang yang takut disadap (tertawa). Kami tidak sembarangan menyadap, kok. Sudah ada ketentuannya dan harus diteken oleh salah seorang pimpinan.

Komisi sejenis di luar negeri juga punya kewenangan extraordinary?

Ada yang punya (kewenangan menyadap). Saya kira itu memang alatnya. Kita tergabung dalam European Lawful Intersection, yang berpusat di Paris, Prancis. Tapi di Amerika nggak ada KPK. Korupsi di sana kejahatan biasa, bukan extraordinary.

Gerakan menggusur KPK tidak bisa dianggap enteng?

Kembali lagi ke tujuan mendirikan KPK itu untuk apa? Apa tujuan KPK sudah tercapai? Apa (tugas) jaksa dan polisi sudah (dijalankan dengan) baik? Kenapa masyarakat berbondong-bondong (melapor) ke KPK? Lebih dari 40 ribu laporan masuk ke kami. Kami menangani 316 kasus dari 2004 hingga sekarang. Dalam waktu satu setengah tahun ini kami lebih banyak menangani kasus daripada lima tahun pertama, karena pada periode pertama masih sembari berbenah.

Apakah peningkatan itu meningkatkan gesekan dengan lembaga negara lain?

Yang jelas ada benturan, dan KPK berusaha tidak membenturkan diri pada lembaga-lembaga lain. Dalam undang-undang, KPK hanya bertanggung jawab kepada Presiden dan rakyat. Kami diaudit BPK dan hasilnya wajar tanpa pengecualian.

Bagaimana hubungan dengan kepolisian?

Nggak ada masalah. Yang jadi pimpinan kan adik-adik kelas semua. Kami kalau bertemu ketawa-ketawa. Nggak tahu ada pihak ketiga yang ngubub-ngububin koran itu, supaya kami seolah-olah berantem.

Pihak ketiga?

Ya, KPK sudah berada di ranah lebih berbahaya. Katakanlah Anggoro, bos Masaro. Dia punya teman buanyak. Atau kasus Agus Condro.... Tapi saya nggak boleh cerita soal kasus ini. Yang jelas, kami masuk ke ranah yang selama ini tidak ditangani penegak hukum.

Sebenarnya, kalau mau, kami diam aja, biar nggak diributin seperti sekarang. Tapi apakah kita punya KPK untuk sekadar punya. Kalau itu terjadi, aku (Bibit mengubah kata ganti untuk dirinya dari "saya" menjadi "aku") nggak mau di sini. Enak jadi dosen aja di luar. Saya nggak cari kaya waktu masuk KPK. Makan juga nggak boleh banyak, sedikit saja. Saya nggak ada beban.

Apa yang paling berat?

Korupsi ini seolah sudah jadi kebijakan publik.

Anda khawatir kewenangan KPK benar-benar dikurangi?

Sayang kalau itu benar-benar dilakukan. Ini yang terbaik selama ini. Tapi yang memutuskan teman-teman di Senayan.

Anda seperti pesimistis?

Ya, itulah yang terjadi.

Ada lobi terhadap DPR?

Kepada yang kami kenal. Beberapa memang ingin mempertahankan KPK. (Terutama) yang masih muda-muda. Tapi ada beberapa yang nggak.

Apa yang Anda harapkan jika di Senayan mentok?

Ya (peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang isinya) sama, tinggal mindahin aja. Yang bagus di UU KPK dipindahin ke perpu. Tapi Presiden kan diplomatis, mendorong DPR supaya undang-undangnya jadi.

Anda puasa untuk menghadapi masalah KPK ini?

Katanya doa orang yang berpuasa itu dikabulkan Tuhan. Doa kami kan agar nggak ada masalah. Dulu, waktu masih letnan kolonel, juga pernah. Ada masalah krusial, saya puasa. Dari pengalaman itu, saya lebih mudah mendapat petunjuk dari Allah.

Ada political will yang mendukung KPK?

Political will Pak Bambang (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) bagus.

Pernyataan Anda bertolak belakang dengan perintah Presiden kepada BPKP untuk mengaudit KPK?

Mesti kita cek lebih jauh. Dalam politik, omongan A bisa dipelintir jadi B. Ada tidak perintahnya? Pak Didi (Didi Widayadi, waktu itu Kepala BPKP) bilang ada perintah lisan dari Presiden, jadi bukan Presiden yang langsung bilang. Didi bisa salah ngomong. Kalau saya perhatikan, statemen Didi itu berdasarkan ucapan Presiden "to be unchecked", yakni superbody yang extrapower itu to be unchecked. Jadi seolah-olah KPK perlu dicek dan audit itu kan sudah dilakukan BPK. Tapi yang saya dengar Didi sudah diganti (sumber Tempo di BPKP mengatakan Didi telah memasuki masa pensiun).

Antasari...?

Nggak tahu. Terakhir membesuk dia agak gemuk (tangan Bibit mengepal).

Adakah pengaruh nonaktifnya Antasari terhadap kinerja KPK?

Nggak ada. Sehari-hari dia juga nggak menangani apa-apa, hanya tanda tangan.

Antasari sempat "curhat" ke polisi....

(Dia) lapor!

Sudah ada follow up dari laporannya?

Nggak. Kami minta dibikin penyelidikannya dulu. Yang jelas itu fitnah. Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Tapi orang yang difitnah juga dibunuh. Hebatnya lagi kalau bisa bikin skenario saksi palsu, dan ini apa sulitnya?

Ya nggak apa-apalah. Kita ikuti saja mereka ke mana. Soalnya, wajah koruptor itu kan kita tidak tahu. Bisa pakai 1.000 wajah.

Apa motif Antasari?

Ini kan Antasari ikut mreteli juga. La, apa maksudnya dia membuat testimoni dan merekam percakapannya dengan Anggoro (Anggoro Wijaya, Direktur Masaro Radiokom). Kenapa dia nggak membahasnya dengan pimpinan KPK yang lain sewaktu masih memimpin KPK?

Saya tahunya, setelah ditahan, dia punya informasi penting. Dia ketemu dengan Anggoro, orang yang sudah (masuk) daftar pencarian orang dan tersangka dugaan korupsi. Nggak boleh dia bertemu dengan orang itu, apa pun alasannya. Menurut UU KPK, lima tahun ancaman hukumannya. Dia ketemu dengan alasan mengambil informasi itu. Kalau benar, mestinya dia bawa orang itu ke sini. Diamprokin dengan orang-orang ini (penyidik KPK). Tapi katanya orang itu takut dibunuh. Lha, siapa yang membunuh? Jadi itikad baiknya sangat diragukan. Saya sudah sampai pada taraf tidak percaya.

Kami mendengar ini bukan kelakuan kontroversial pertama Antasari sejak jadi Ketua KPK. Soal Bambang Widyaratmo bagaimana?

Direktur Penyidikan KPK Bambang Widyaratmo kan dicopot sama dia (Antasari). Dia yang meminta Kepala Polri. Kapolri belakangan mengaku itu atas permintaan Antasari. Karena Bambang itu pernah menjadi Kepala Polres Jakarta Selatan dan Antasari pernah jadi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, jadi Bambang ngerti-lah perilakunya Antasari ini. Karena ngerti, disingkirin.

Ini nggak dia dirundingkan dengan pimpinan (KPK lainnya), karena dia bisa kalah suara kan. Bisa lawan 4 atau lawan 3. Di sini saya pun paling menentang. Sudahlah, saya sudah nggak simpati.

Saya nggak tahu ada apa. Ketua KPK itu kan sudah disaring. Tapi saringannya itu bocor. Jadi ampasnya pun masuk (tertawa). Jadinya begini.

CV

Bibit Samad Rianto

Tempat, Tanggal Lahir: Kediri, 3 November 1945

Status: Menikah (4 anak dan 7 cucu)

Alamat: Pedurenan, Karang Tengah, Tangerang

Pendidikan

1959: Sekolah Rakyat

1962: Sekolah Menengah Pertama

1965: Sekolah Menengah Atas

1965: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (tidak lulus)

1970: Akademi Kepolisian

1977: Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian

1995: Magister Manajemen

2002: Universitas Negeri Jakarta, Program Doktor

Karier

1996: Wakil Asisten Perencanaan Kepala Polri

1997: Wakil Kepala Polda Jawa Timur

1997-2000: Kepala Polda Kalimantan Timur

2005: Rektor Universitas Bhayangkara Jaya

Desember 2007-Sekarang: Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi

Tanda Kehormatan:

Mendapat enam tanda kehormatan, di antaranya:

1999, Bintang Yudha Dharma Nararya

1999, Bintang Bhayangkara Pratama

Sumber : Tempointeraktif.com, Minggu, 09 Agustus 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts