Batik Ramli dari Tujuh Daerah

Jakarta- Bukan karena sekarang batik sedang naik daun maka Ramli menawarkan batik dalam pergelaran 32 tahun dia berkarya. Sejak awal berkarya, perancang ini sudah berulang kali menggunakan batik dalam rancangannya.

Untuk pergelaran di Hotel Sahid Jaya Jakarta, Jumat (27/6) malam, Ramli memakai batik dari tujuh wilayah: Bengkulu, Lampung, Betawi, Cirebon, Solo, Yogyakarta, dan Madura.

Dari Bengkulu, muncul batik basurek yang motifnya berangkat dari huruf kaligrafi, tetapi tanpa arti khusus. Dari Lampung, batik dikombinasikan dengan sulam tapis, dari Madura muncul batik daerah Sampang berbahan sutra dan katun, dan dari Jakarta muncul batik bermotif baru.

”Saya mendapat batik bertema Ciliwung, Cincau, Tangkiwood, Burung Hong, sampai Lereng Ondel-ondel,” kata Ramli yang pergelarannya bekerja sama dengan Dekranasda DKI Jakarta.

Motif batik Betawi tersebut ciptaan Badan Pengelola Lingkungan Industri dan Permukiman (BPLIP) Pulo Gadung, saat ini ada 24 motif. Husaini dari BPLIP mengatakan, motif baru itu inspirasinya dari cerita rakyat (folklore) Betawi.

Motif Cincau, yang namanya menggambarkan minuman berbahan daun cincau, berwarna hijau muda dengan motif seperti pucuk rebung kuning, dipadu kembang asem latar cokelat. Idenya, penjual cincau kerap beristirahat di bawah pohon asam.

Motif Burung Hong, burung bersifat mitologi, menggambarkan pengaruh China, sementara motif Tangkiwood idenya berasal dari perkampungan para artis Betawi yang masih berjaya hingga tahun 1980-an. Motif Ciliwung menggambarkan aliran sungai dengan ganggang dan ikan, sedangkan Lereng Ondel-ondel berasal dari atraksi khas Betawi.

”Motif-motif tersebut kami patenkan,” kata Kepala BPLIP Zainuddin. Pematenan ini tentu akan menghalangi siapa pun menggunakan motif itu tanpa izin BPLIP.

Komposisi baru
Dalam pergelaran ini, Ramli berupaya melahirkan komposisi baru motif batik klasik, selain mengenalkan batik baru seperti batik Betawi dan batik yang kurang dikenal luas masyarakat umum seperti batik dari Sampang. Untuk memperkenalkan batik dari Sampang, Ramli bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat.

Batik basurek, misalnya, ada yang disusun menjadi seperti lereng, ada yang dijadikan penghias tepi rok dalam pola ceplok berukuran besar dengan paduan motif liris, atau menjadi motif pucuk rebung sebagai tumpal sarung.

Batik sampang bergerak dari warna merah menyala, hitam-putih, dan cokelat dengan motif khas Madura berupa flora dan fauna. Dari Cirebon, Ramli menggunakan banyak motif mega mendung dalam berbagai ukuran dan warna. Beberapa dipadu dengan motif naga.

Bila dalam motif batik Ramli menggunakan berbagai komposisi baru, maka dalam desain busana perubahan tidak terlalu terasa dari masa sebelumnya.

Ramli masih menampilkan rok batik panjang kerut dipadu atasan renda berpotongan sederhana dengan lengan balon, atasan panjang berbentuk tubular, atau korset yang dipadu jaket organdi panjang.

Ramli juga menggunakan bordir yang menjadi ciri khasnya, prada keemasan serta taburan manik dan payet berkilau-kilau untuk blus, kebaya, dan beberapa kain panjangnya. ”Desain saya pilih yang klasik,” kata Ramli.

Memang, motif batik sendiri sudah cantik dan ramai, sehingga beberapa perancang menganggap batik sebaiknya tidak perlu diperiuh lagi dengan berbagai hiasan tambahan dan garis busana pun cukup yang sederhana.

Pilihan Ramli untuk tidak terlalu bergeser dari garis klasik sejalan dengan undangan yang hadir malam itu yang kebanyakan perempuan berusia matang, antara lain Ny Fauzi Bowo yang juga Ketua Dekranasda DKI dan Ny Poppy Hayono Isman. Hal itu juga disimbolkan oleh hadirnya para mantan model yang membawakan kain dan kebaya karya Ramli, seperti Rima Melati, Enny Sukamto Hehuwat, dan Ratna Dumilah.

Hanya saja, mengingat batik sebagai busana telah menjadi bagian dari mode yang memiliki siklus popularitas, menjadi tantangan bagi perancang menghasilkan juga desain baru busana dari batik untuk mengimbangi terus berkembangnya ragam hias batik. Ninuk Pambudy

Sumber: www.kompas.com (30 Juni 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts