Budaya Pra-Islam, Kelintang Perunggu Melayu Perlu Dipatenkan

Jakarta - Kelintang perunggu, mungkin masih aneh terdengar di telinga. Namun, bagi sebagian masyarakat Jambi, ada yang mengetahui benda ini. Kelintang perunggu adalah salah satu alat musik tradisional khas Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Jumlahnya di sana sudah menipis, bahkan diduga kurang dari lima unit.

Untuk mencegah kepunahan budaya musik tradisi itu, perlu dipatenkan alat musik ini. Jika tidak, kata Sekretaris Umum Dewan Kesenian Jambi, Muhamad Husyairi, di Jambi, hasil kebudayaan zaman pra-Islam itu akan punah. Lebih tragis lagi hal itu berpotensi diklaim sebagai milik asing.

"Kita perlu segera mempatenkan hak cipta atas alat musik tradisional dari Muarasabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur itu, sebab jika tidak lambat laun dapat hilang dan lebih parah lagi dapat saja diklaim sebagai milik asing," katanya, kemarin.

Menurut dia, saat ini penggunaan alat musik pukul yang terbuat dari perunggu berbentuk kelintang itu sudah sangat jarang digunakan, bahkan banyak pula masyarakat yang tidak mengenalnya. "Saya pikir ini merupakan tugas pemerintah dan para pelaku seni untuk melestarikan dan memperkenalkan alat musik dari zaman pra-Islam ini kepada masyarakat luas," katanya.

Berdasarkan informasi dari masyarakat sekitar, saat ini jumlah instrumen musik tradisi asli tersebut hanya tinggal dua unit saja, satu terdapat di Muarasabak, satu lagi di Mendahara. Namun, di tempat yang terakhir tidak lagi jelas siapa pemiliknya.

Menurut Ja'far Rassuh, Staf Ahli DPRD Provinsi Jambi Bidang Kebudayaan, alat musik kelintang perunggu pada awal terciptanya digunakan sebagai pengiring ritual pengobatan, perkawinan, dan upacara lain dalam masyarakat di pantai timur Jambi.

Dalam beberapa pukulannya, alat musik ini diyakini memiliki unsur magis yang kuat, sehingga jenis pukulan tersebut tidak boleh digunakan atau dibunyikan, kecuali pada waktu-waktu tertentu. "Jika pukulan "kedungkuk" pada alat musik kelintang perunggu itu dibunyikan pada waktu yang tidak tepat, maka si pemukul dapat kesurupan," kata Ja'far yang juga seniman multi talenta ini.

Diakuinya, kepercayaan itu tumbuh seiring dengan masa terciptanya alat musik tersebut pada zaman sebelum Islam berkembang di Sabak. Sehingga kepercayaan animisme sangat kental mewarnai proses penciptaan dan permainan alat musik ini. Dikatakan Ja'far, bentuk alat musik kelintang perunggu ini secara umum konvensional, namun terbuat dari bahan dasar perunggu sebanyak tujuh buah.

Biasanya, komposisi musik tradisonal dalam ritual yang dihasilkan di daerah itu berasal dari tiga alat musik yakni kelintang perunggu, gendang panjang, dan gong yang juga terbuat dari perunggu. "Dalam praktiknya, komposisi musik tradisi yang dihasilkan lebih dominan oleh kelintang perunggu, makanya secara umum instrumen yang dihasilkan oleh permainan musik ini dinamakan kelintang perunggu," ujarnya.

-

Arsip Blog

Recent Posts