Mencicipi Aneka Sambal

Jakarta - Menyambut ulang tahunnya yang ke-33 pekan lalu, Taman Mini Indonesia Indah mengadakan Gebyar Kuliner di antaranya kompetisi Sambal Nusantara. Aneka rasa sambal dari berbagai pelosok Indonesia diikutsertakan dalam perlombaan tersebut.

Sambal udang kering, sambal limau Tionghoa dan sambal petis mewakili provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Tentu saja, pedasnya sambal bisa disesuaikan dengan selera masing-masing atau ketahanan lidah seseorang terhadap pedas.

Tumisan udang kering atau ebi, bahan pokok sambal udang kering asal Kabupaten Berau Kalimantan, terasa sekali di lidah saat dicicip. Sedikit asin, tapi tidak terlalu pedas. Udang kering yang direndam dulu agar mengembang sebelum dihaluskan, menjadikannya serat-serat dalam sambal. Camilan singkong melengkapi sajian sambal berwarna cokelat muda keoranyean, paduan cabai merah dan ebi. Untuk main course, sambal yang teksturnya agak basah itu menemani nasi, buras dan lontong.

Beda dengan sambal udang kering yang prosesnya memakan waktu sejam, sambal limau Tionghoa hanya membutuhkan kurang lebih sepuluh menit. Campuran bahan sambal dari Samarinda ini hanya diulek saja, tidak digoreng. Sari jeruk limau wangi memberikan kesegaran asam pada sambal yang menyengat lidah ini.

Sambal limau ini dapat disuguhkan dengan lauk pauk berupa nasi putih, ayam, ikan dan tempe goreng. Membayangkannya saja membuat air liur menitik.

Bersama sambal limau Tionghoa, sambal petis dari kabupaten Paser, lebih populer daripada sambal udang kering karena digemari oleh penduduk dari berbagai daerah, kata Pelaksana Harian (PLH) Anjungan Kalimantan Timur (Kaltim) Endang Sri Wahyuni.

Sambal petis dimakan dengan lalapan yang agak pahit, seperti rebusan pare, daun papaya dan kacang panjang. Pelengkap lauknya ikan goreng. "Ciri sambal petis adalah rasa pahit lalapan yang mengimbangi rasa petis itu," jelasnya.

Lalapan bisa disajikan mentah seperti kacang panjang. Namun, daun papaya muda direbus dulu. "Kalau yang agak pertengahan antara tua dan muda, rasanya pahit banget. Biasanya direbus dengan daun kemuning untuk mengurangi rasa pahit daun papaya itu," papar Endang.

Selain nasi, sambal petis dimakan dengan singkong goreng sebagai snack atau makanan kecil. Paduannya memang lezat, pedas, dan manis karena gula merah. Hitam pekat warna sambal ini dan teksturnya cukup kental.

Warga Kaltim memang suka pedas melilit lidah. "Makan apa saja harus ada sambal. Apa pun nama makanan itu," tutur Endang yang asal Balikpapan sembari tertawa. Bahkan bila kangen, Endang sendiri minta kiriman sambal dari kampungnya di Kalimantan itu.

Di lain tempat, stan Sambal Teri Medan tampak sibuk melayani beberapa pelanggan yang penasaran akan sambal ciri khas kota di provinsi Sumatera Utara (Sumut) itu.

Tersedia dua macam rasa, pedas manis dan pedas asin. Sekecil apa pun, teri garing ini menimbulkan suara kriuk kriuk di setiap gigitannya. Terlebih lagi, gorengan kacang tanah menambah kegurihan dan kenikmatan. "Sudah seminggu pun, teri tetap garing," kata seorang ibu rumah tangga Maida Wati. Maklum, sambal dimasak sampai benar-benar matang sehingga teri tidak mudah melempem.

Kendati bumbunya sederhana seperti tomat, bawang merah dan putih, sambal teri medan ini memiliki keunikan tersendiri karena menggunakan teri medan yang terkenal sebagai bahan pokok. Sambal teri medan lebih gurih daripada sambal teri lainnya.

Bagi mereka yang doyan masakan tradisional betawi pasti pernah mendengar sambal goreng penganten. Irisan kentang kecil dan tipis terasa mantap diremukkan gigi. Manisnya butir gula pasir berserakkan di mana-mana dan rasa pedas, asinnya sambal itu serta udang ebi yang sudah dihaluskan mengundang selera makan. Pendek kata, gurih dan nikmat kendati berminyak.

"Dapat dimakan dengan nasi dan roti ," ujar Hj. Siti Masfufah. Juga untuk makanan anak kecil berumur empat atau lima tahun, lanjutnya, karena udang ebi mengandung gizi tinggi. Ketan urap pun cocok dicocolin dengan sambal goreng pengantin ini.

Orang Betawi di kawasan Cawang dan Tebet menyebut sambal goreng pengantin ini sebagai bencok.

Sumber: www.suarapembaruan.com (4 Mei 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts