Tabuik Piaman Sedot Puluhan Ribu Pengunjung

Pariaman, Sumbar - Pesta Budaya Tabuik Piaman yang mencapai puncak acara pada Minggu (11/12/2011), menyedot puluhan ribu pengunjung yang menyemuti kawasan Pantai Gandoriah, Kota Pariaman, Sumatera Barat.

Pada puncak acara dengan agenda pembuangan dua buah tabuik dengan tinggi sekitar 12 meter ke laut itu, sebagian pengunjung memperebutkan bagian-bagian tabuik yang terbuat dari struktur bambu dengan bentuk rekaan bouraq, struktur peti jenazah seperti rumah, dan delapan payung raksasa yang disebut bunga selapan.

Para pengunjung datang dari segala penjuru Kota Pariaman. Bahkan sebagian pengunjung datang dari luar provinsi, seperti Riau dan negara lain seperti dari Iran. Sejumlah ruas jalan di pusat kota sudah ditutup sejak sekitar pukul 16.00 guna memberikan kesempatan masyarakat mengakses pusat kegiatan yang berdekatan dengan Pasar Pariaman dan Stasiun Kereta Api Pariaman itu.

Ritual sudah dimulai sejak dini hari menjelang fajar dengan penyatuan dua bagian tabuik yang telah dibangun. Seanjutnya dua buah tabuik yakni Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang diarak dan dihoyak atau digoyang-goyangkan sepanjang hari hingga menjelang proses pembuangannya ke laut.

Ritual tabuik yang bernuansa Syiah sudah dimulai sejak 1 Muharram 1433 Hijriah yang bertepatan dengan Minggu (27/11) lalu. Prosesi itu diawali dengan pengambilan tanah oleh dua kelompok tabuik. Selanjutnya diteruskan dengan penebangan batang pisang dengan pedang sekali tebas, sejumlah arak-arakan, penyatuan tabuik yang dikenal dengan istilah naik pangkat, hingga pembuangan ke laut.

Kepala Dinas Pariwisata Kota Pariaman Efendi Jamal mengatakan, secara ritual pembuangan tabuik ke laut mestinya dilakukan pada 10 Muharram 1433 Hijriah yang bertepatan dengan hari Selasa (6/12) lalu. Tetapi karena saat ini peringatannya lebih untuk kepentingan pariwisata, maka ritual pembuangan tabuik ke laut digeser pada hari Minggu. "Supaya lebih banyak orang-orang yang datag, tidak terganggu dengan pekerjaan dan sekolahnya," ujar Effendi.

Ia menambahkan, Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang yang seolah-olah dianggap saling bermusuhan tidak boleh disatukan dalam perjalanan prosesinya. Bahkan ketika dibuang ke laut pun, dilakukan secara bergantian. Namun pada intinya semua dibuang ke laut, yang menandakan bahwa habislah sudah segala permusuhan. "Maknanya setelah peristiwa pembuangan itu adalah persatuan untuk membangun Pariaman," kata Efendi.

Ritual tabuik di Pariaman menurut sejarahnya diawali ritual serupa bernama tabot di Bengkulu yang dibawa tentara India Tamil ketika tahun 1826 bertugas di Bengkulu di bawah perintah Sir Thomas Stamford Raffles dari Inggris. Setelah Bengkulu dikuasai Belanda dan Inggris menguasai Singapura berdasarkan Perjanjian London tanggal 17 Maret 1829, tentara India Tamil menyebar ke sejumlah daerah, termasuk Pariaman. Sejak itulah tabuik mulai masuk ke Pariaman.

Tabuik merupakan ritual bernuansa Syiah dengan ritual peringatan kematian Hasan dan Hosein yang diketahui sebagai cucu Nabi Muhamad SAW dan tewas dengan tragis dalam Perang Karbala. Dalam kisah itu disebutkan jenazah Hosein diangkat ke langit dengan dipanggul di bagian pundak bouraq berikut peti jenazah dan sejumlah hiasannya. Oleh masyarakat, inilah yang disebut tabuik.

Tetua adat Tabuik Pasa, Zulfikar (43), mengatakan, dalam sejarahnya Belanda juga pernah menggunakan tabuik sebagai alat untuk memecah belah perjuangan rakyat. "Dulu pernah sampai dibuat tujuh buah tabuik pada zaman Belanda, ya untuk mengadu domba kita," katanya.

-

Arsip Blog

Recent Posts