Bukan Sekadar Reformasi Birokrasi

Oleh: Irfan Ridwan Maksum

SEJUMLAH prestasi pemerintahan SBY-Kalla patut diberi apresiasi. Namun, kita masih menghadapi sejumlah agenda rumit yang perlu ditangani serius oleh pemerintahan SBY-Boediono ke depan.

Persoalan mendasar yang dihadapi bangsa Indonesia kini adalah lemahnya tingkat kompetisi di ranah global. Sekarang ini ibarat kata, bangsa lain tengah melaju kencang dalam mengelola perubahan, sementara bangsa kita (mungkin) telah berubah, tetapi perubahan yang dilakukan sekadar untuk hidup alias survive belaka.

Berdasarkan indeks capital hospitality menurut majalah Forbes pada 2007 lalu, Indonesia berada di urutan 89 di dunia diukur dari pertumbuhan GDP, GDP per kapita, keseimbangan perdagangan internasional, dan angka pengangguran. Indonesia dinilai jalan di tempat karena melorot jauh ditinggalkan Sri Lanka, India, Thailand, dan Malaysia. Kita tahu bahwa bangsa-bangsa tersebut pernah berada di belakang kita.

Di samping itu,yang masih harus terus diagendakan secara lebih serius oleh kabinet SBY-Boediono ke depan adalah persoalan potensi dan kekayaan bangsa yang nyaris hampir belum tergali secara optimal seperti kekayaan laut dan kekayaan alam lain yang masih terus-menerus digali oleh bangsa lain.

Meskipun mampu tergali, tetapi kebocoran terjadi di depan mata. Illegal logging, kebocoran di sektor pertambangan, pencurian kekayaan perikanan laut, dan lain-lain sungguh fantastik terjadi di depan mata kita selama ini. Dampak kerusakan alam kita dapati, tetapi pengembangan kapasitas negara tidak bertambah signifikan.

Sangat diyakini bahwa persoalan tersebut terkait dengan sistem administrasi negara Indonesia yang berada pada titik yang sangat lemah. Dalam kondisi demikian, kata-kata mujarab yang banyak diharapkan mampu mengatasi persoalan tersebut adalah “reformasi”.

Bukan Reformasi Birokrasi Semata?

Reformasi birokrasi seolah menjadi kata-kata mujarab penuh kekuatan magic dalam dunia pemerintahan dewasa ini di Indonesia. Hal itu dimaklumi karena selama ini yang menjadi sumber kemacetan kinerja negara kita dalam meraih berbagai tujuan pembangunan dan harapan masyarakat bertumpu pada birokrasi negara kita.

Istilah pembenahan birokrasi, debirokratisasi, dan perampingan birokrasi tampak tidak lagi mampu menjadi tumpuan harapan penyelesaian persoalan bangsa yang menumpuk. Ketika demam reformasi terjadi, kata reformasi birokrasi menjadi menghangat. Namun, sesungguhnya di dalam konsep akademik istilah reformasi bukan sekadar menyangkut birokrasi, tetapi menyangkut reformasi sistem administrasi.

Reformasi administrasi dan pembenahan birokrasi telah lama dikaji dalam administrasi pembangunan. Administrasi pembangunan merupakan kesatuan dari dua aspek yang saling berhubungan dan saling memperkuat satu sama lain. Kedua aspek tersebut, pertama, mengefektifkan manajemen pembangunan; keduamenyangkut bagaimana memperkuat kapasitas administrasi publik.

Pembenahan birokrasi ada di dalam aspek kedua yang keberadaannya saling berhubungan erat dengan aspek pertama. Aspek yang kedua ini oleh Caiden (1961) disebut sebagai administrative reform. Dengan demikian, reformasi yang dijalankan di Indonesia tentu seharusnya bukan sekadar reformasi birokrasi.

Birokrasi adalah alat berupa struktur hierarki yang diciptakan oleh eksekutif dalam rangka mewujudkan harapan bangsa. Persoalan bangsa ini sudah menuntut perbaikan dalam skala yang lebih luas, yakni yang menyangkut sistem administrasi. Dalam reformasi administrasi perlu didesain secara mendasar sistem secara keseluruhan organisasi negara kita agar dapat lebih efektif dan efisien.

Dari Governance sampai Pelayanan Publik

Administrasi adalah jiwa dari organisasi. Organisasi negara bangsa adalah alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan bangsa tersebut. Untuk itu pembenahan kinerja negara RI mustahil tanpa menjadikan administrasi negara RI sebagai sasaran. Karena itu, diperlukan pembenahan terus-menerus administrasi negara kita sebagai jiwa dari organisasi tersebut agar tujuan bangsa teraih secara lebih efektif sesuai kondisi yang berkembang.

Amandemen UUD 45 merupakan pembenahan organisasional administrasi negara RI. Tantangan yang besar bagi bangsa Indonesia adalah bahwa pembenahan makro yang amat strategis ini dilingkupi oleh suasana demokratisasi kehidupan bernegara Indonesia. Kesulitan yang amat dasar adalah bagaimana menuangkan pemikiran visioner dan filosofis agar dapat sesuai bagi perjalanan bangsa ini ke depan.

Berbagai peraturan kelembagaan negara RI di bawah UUD 1945 juga menjadi tonggak pembenahan governance RI. Begitu besar perubahan yang telah dan sedang dilakukan di Indonesia. Sebut saja berbagai pengembangan sistem pemerintahan daerah, pengembangan kelembagaan extra-ordinary seperti komisi-komisi, pengembangan penataan kementerian negara, dan penataan struktur organisasi di berbagai bidang kekuasaan negara.

Tetapi, kecenderungannya adalah bergerak sendiri-sendiri yang membawa pada sulitnya menghasilkan output dan outcome sistem governance yang efektif dan efisien. Terjadi paradoks dalam desain kelembagaan sistem pemerintahan daerah antara yang diinginkan perwujudannya.

Terjadi pula ketidakkompakan antarberbagai subsistem di dalamnya. Pengaruhnya terhadap gerak pembangunan dan pelayanan publik tentu besar. Tampaklah kita bisa simpulkan reformasi administrasi menyangkut bidang yang amat luas mulai dari governance sampai pelayanan publik yang dihasilkan oleh mesin birokrasi kita.

Agenda Penataan (Pembenahan) Birokrasi

Pada tataran yang lebih pragmatis, bidang substansial reformasi administrasi di mana pun yang paling mendasar adalah keterkaitannya dengan output dan outcome ekonomi di samping bidangbidang lain. Peningkatan kinerja pelayanan publik di semua lini sektor pun adalah hal yang utama.

Untuk itu, pembenahan birokrasi harus diintegrasikan dengan tujuan utama mengembang kan negara dengan memajukan sektor ekonominya. Intinya, apa pun sektor yang dikembangkan SBY-Boediono harus terfokus pada leading sector. Pemilihan leading sector oleh SBY-Boediono membutuhkan sekelompok pemikir yang menjadi prasyarat bagi keberhasilan reformasi yang disebut sebagai think-tank.

Pengembangan leading sector memerlukan indikator capaian, bahkan termasuk dimensi waktu yang diinginkan. Dari sini kemudian dikaitkan dengan birokrasi yang akan mewujudkan arah capaian dari leading sector tersebut. Terdapat tiga pola integrasi dengan pembenahan birokrasi yang di-harapkan di sini.

Pertama adalah pembenahan birokrasi yang terkait langsung mendukung keberhasilan leading sector. Kedua, pembenahan birokrasi yang merupakan rangkaian tidak langsung mendukung leading sector. Ketiga, pembenahan birokrasi instrumental yang harus dituntaskan segera menyangkut pelayanan publik dasar.

Dari sini, komunikasi antara presiden dan wakil presiden beserta para menterinya menjadi penentu efektivitas dari integrasi pembenahan birokrasi RI dengan peningkatan kinerja pemerintahan kabinet mendatang. Kita tunggu, apakah pemerintah mendatang akan sejalan dengan visi keberhasilan mendongkrak leading sector? (*)

Irfan Ridwan Maksum, Guru Besar Tetap Ilmu Administrasi FISIP UI

Sumber: Seputar Indonesia, Kamis, 10 September 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts