Tampilkan postingan dengan label Kalimantan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kalimantan. Tampilkan semua postingan

Melihat Eksotisme Adat Kwangkay di Kutai Barat

Kubar, Kaltim - Ada yang ramai di Kampung Pentat, Kecamatan Jempang, Kutai Barat (Kubar) Kalimantan Timur (Kaltim) pada pekan lalu. Ya di kampung tersebut, tengah berlangsung acara adat Kwangkay.

Acara adat ini merupakan ritual untuk menghargai keluarga atau leluhur yang telah meninggal dunia. Pada praktiknya, adat Kwangkay menjadi sarana warga setempat untuk membalas budi kepada para leluhur dan keluarga yang telah tiada.

"Kita sedang melaksanakan acara adat Kwangkay. Acara adat ini bertujuan untuk memberi makan kepada orang yang sudah meninggal dengan tujuan untuk membalas budi kepada orang tersebut," kata Tanco, selaku panitia acara adat Kwangkay.

Bentuk acara dari Kwangkay antara lain tari di antara hewan, saung ayam, melepas kerbau. Pada malam hari, seluruh warga adat di Kampung Pentat makan daging kerbau bersama-sama.

"Acaranya menari di sekeliling babi, saung ayam, menari berkeliling kerbau, melepas kerbau lalu nanti malamnya makan kerbau," sahut Tanco, yang juga berprofesi sebagai pengukir patung tersebut.

Acara Kwangkay dilaksanakan selama 49 hari. Adat ini yang pelaksananya adalah 1, 2 atau lebih dari 2 keluarga. Setiap keluarga memberikan balas budi terhadap leluhur atau sanak keluarga yang telah tiada.

"Acaranya berlangsung selama 7 hari 7 minggu. Untuk acara ini, biayanya besar bisa mencapai Rp100 juta. Jadi jika keluarga yang mampu akan melaksanakan sendiri. Jika tidak, maka bisa bergabung dengan keluarga lainnya," ujar Tanco.

Kuning, Merah, Hitam, dan Putih adalah 4 Warna Khas Paser

Tana Paser, Kaltim - Aksi Masyarakat Adat Paser menolak warna ungu sebagai bagian khazanah lokal Paser ini menurut Koordinator Lapangan (Kolap) Syukran Amin, Rabu (14/1/2015) sebagai lanjutan aksi serupa pada 29 Desember 2014, tepatnya pada hari puncak peringatan HUT ke-55 Kabupaten Paser.

"Ini tindak lanjut aksi 29 Desember 2014 lalu. Ada dua poin tuntutan kami. Pertama, Bupati selaku kepala pemerintahan mencabut Perbup 48/2014, yang menjadikan warna ungu sebagai bagian khazanah lokal Paser," kata Korlap Masyarakat Adat Paser Syukran Amin.

Dalam hal ini, lanjut Syukran Amin, bukan warna yang dipersoalkan Masyarakat Adat Paser, melainkan Perbup yang menyebutkan ungu sebagai warna khas Paser, padahal Paser memiliki empat warna yang menjadi ciri khas tersendiri.

"Dalam sejarah Suku Paser, tidak dikenal warna ungu. Kami hanya mengenal warna Lemit (kuning), Mea (Merah), Buyung (Hitam), dan Bura' (Putih). Saat periode pertama kepemimpinan Beliau, semua warna hijau, tapi kami tidak menolak karena tidak diPerbup-kan," ucapnya. (BACA: Ridwan dan Mardikansyah Jalan Kaki Kembali ke Kantor Bupati)

Kedua, Bupati Paser harus mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat Paser. Hak-hak adat ini luas maknanya, tapi Syukran Amin kemudian menyebutkan beberapa diantaranya hak politik, budaya, istiadat, pendidikan, dan berkerja.

Syukran Amin juga menegaskan bahwa sebenarnya pihaknya tidak menggelar aksi unjuk rasa, melainkan rapat besar Masyarakat Adat Paser bersama pimpinan daerah. "Ini sebenarnya bukan unjuk rasa, tapi rapat besar Masyarakat Adat Paser di 10 kecamatan Kabupaten Paser," tambahnya.

-

Arsip Blog

Recent Posts