Bulukumba hadirkan ‘December Bontobahari Expedition’

Bulukumba, Sulawesi Selatan - Setelah Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan sukses menggelar ‘Takabonerate Island Expedition’, giliran Kabupaten Bulukumba menghadirkan promosi wisata bertajuk ‘December Bontobahari Expedition’.

Gelaran perdana ini bertujuan untuk menyegarkan ingatan semua pihak akan eksistensi kawasan Tanaberu Kecamatan Bontobahari sebagai lokasi sentra industri pembuatan perahu pinisi pertama di belahan nusantara Indonesia.

Kegiatan ini juga dimaksudkan sebagai sebuah bentuk langkah nyata pemerintah dan masyarakat Bulukumba untuk membangkitkan kembali gairah promosi potensi sumberdaya dan keanekaragaman potensi wisata yang terdapat di daerah Butta Panrita Lopi, Kabupaten Bulukumba. Termasuk, mempromosikan kawasan Tanaberu sebagai lokasi budidaya rumput laut kedua di semenanjung provinsi Sulawesi Selatan, setelah Kabupaten Bantaeng.

‘December Bontobahari Expedition’ akan dihelat bertepatan dengan puncak pergantian tahun 2013 ke 2014 mendatang. Kegiatan wisata tahunan ini akan dimeriahkan sejumlah kegiatan unik dan menarik.

Di antaranya ialah fam tour, tourism object photography/lomba foto darat, underwater photography/lomba foto bawah laut, underwater exebhition, pelestarian lingkungan pantai melalui penanaman pohon, bersih pantai, transplantasi karang, fun dive, snorkeling, diving, save turtles, dan dialog interaktif pengembangan promosi potensi wisata.

Selain itu, juga akan turut dimeriahkan dengan beragam agenda kegiatan wisata lain seperti lomba mancing tradisional, lomba mancing profesional, atraksi seni budaya tradisional, karnaval budaya, wisata kuliner tradisional, permainan rakyat, penobatan Dara dan Daeng, serta pagelaran panggung hiburan terbuka.

Event ‘December Bontobahari Expedition’ diharapkan menjadi langkah awal terbukanya jalan bagi Kabupaten Bulukumba untuk dapat menjadi tuan rumah penyelenggara Sail Bulukumba 2014 atau selambat-lambatnya tahun 2015.

Festival Kraton Tembus Ajang Internasional

Jakarta – Festival Keraton Sedunia yang digelar Pemprov DKI Jakarta, diharapkan dapat menembus ajang internasional.

Hajatan itu didukung berbagai elemen masyarakat Persaudaraan Suhu-Suhu se-Nusantara (PSSN), Forum Keluarga Paranormal dan Pengobatan Indonesia (FKPPI), Forum Olahraga Barongsai Indonesia (FOBI) dan lainnya.

Dengan digelarnya hajatan tersebut menunjukkan Pemprov DKI Jakarta menghormati eksistensi kerajaan di nusantara, sebagai cikal bakal terbentuknya NKRI.

“Diharapkan festival tidak berhenti di sini, tapi bisa ‘go international’,” ujar KRT AJM Andi Hakim, SH, Ketua Umum Pengurus Besar PSSN yang mengerahkan ratusan suhu dan paranormal pada puncak acara Kirab Budaya di Monas, kemarin.

Kirab Budaya yang merupakan puncak acara Festival Keraton Sedunia sangat menyedot perhatian masyarakat.

Pada acara arak-arakan mengitari Taman Monas, Andi Hakim selaku Ketua Harian FOBI DKI Jakarta juga mengerahkan barongsai kelas dunia.

“FOBI menampilkan barongsai yang merebut lima medali pada Kejuaraan Barongsai Sedunia di China,” kata Andi Hakim yang dikenal sebagai pengacara.

“Prestasi barongsai meningkat pesat setelah dibina Wakil Ketua Umum FOBI Bapak Kuncoro, pengusaha sukses PT Kawan Lama.

“Kami berharap agar Gubernur DKI Jakarta Bapak Joko Widodo bersedia menjadi pembina FOBI sebagaima yang telah dilakukan Pangdam Jaya dan Kajati DKI Jakarta,” harap Andi Hakim.

Pada kesempatan ini ia banyak memberikan masukan kepada Panembahan Agung Tedjowulan, Maha Menteri Keraton Surakarta Hadiningrat selaku ketua panitia Festival Keraton Sedunia. Diharapkan pada kesempatan mendatang, keraton dari Yogyakarta yakni Kasunanan Hamengku Buwono dapat turut bergabung memeriahkan acara.

Pada pertemuan itu, Tedjowulan berpesan kepada Andi Hakim agar tetap mempertahankan paguyuban Cahya Buwana 1610 yang telah ditinggalkan ketuanya karena telah tutup usia.

“Cahya Buwana yang berpusat di Gunung Srandil, Cilacap, Jawa Tengah, agar terus melakukan berbagai kegiatan yang erat hubungannya dengan keraton, sambil menunggu ketua baru,” kata Tedjowulan kepada Andi Hakim selaku penasihat paguyuban tersebut.

Keberadaan Tari Tradisi Digeser Pengaruh Tarian Modern

Yogyakarta - Tari tradisi merupakan salah satu produk kebudayaan yang tumbuh dan hidup di tengah masyarakat secara turun-temurun. Namun seiring perkembangan zaman, keberadaan tari tradisi seolah digeser dengan keberadaan pengaruh tarian-tarian modern.

Menyikapi hal tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNY menggelar bincang bimbang mahasiswa (BBM ) dengan mengusung tema "Tari Tradisi Ditinggal atau Diselamatkan".

Acara diskusi yang digelar di Pendapa Tedjokususma tersebut dibuka dengan tarian "Golek Ayun-ayun" yang merupakan salah satu tari tradisi daerah Yogya. Hadir sebagai pembicara Ni Nyoman Seriyati selaku dosen Pendidikan Seni Tari dan dimoderatori oleh Maharam mahasiswa Pendidikan Seni Tari angkatan 2013.

Disebutkan bahwa pada dasarnya tari dapat dibagi menjadi dua yaitu tari tradisi klasik dan tari tradisi kerakyatan. Seni tari klasik adalah kesenian tari yang berkembang di lingkungan keraton sedangkan seni tari kerakyatan berkembang di kalangan masyarakat pedesaan dan tidak diikat oleh aturan-aturan yang baku.

Mengingat eksistensi seni tari klasik ataupun seni tari tradisi kerakyatan yang mulai redup, pembicara pun menghimbau kepada peserta yang hadir pada diskusi itu bahkan menghimbau kepada generasi muda guna mencoba mengapresiasi seni tari tradisi.

"Mengapresiasi seni tari tradisi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dalam artian kita turut langsung untuk mempelajari tari tradisi yang ada sedangkan mengapresiasi secara tidak langsung adalah dengan menghadiri pertunjukan seni tradisi," tuturnya.

Bahkan Dia pun menghimbau agar para pegiat seni tari untuk berinovasi dengan memasukkan unsur-unsur modern seperti dimanfaatkannya instrumen musik diatonis dalam seni tari.

"Perlu diinovasi dan diberi sentuhan kreasi guna menyeimbangkan kebutuhan dan selera masyarakat saat ini. Usaha ini cukup efektif untuk melestarikan keberadaan seni tari tradisi dalam kehidupan masyarakat," tambahnya.

Festival Bambu Internasional Digelar di Lombok

Mataram, NTB - Sebanyak 28 karya artistik berbahan bambu menghiasai Pantai Duduk di Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, pada Rabu, 11 Desember 2013. Dipajang berjejer sepanjang sekitar 200 meter, karya para arsitek dari 12 negara tersebut akan menghiasi kawasan wisata di selatan Pantai Senggigi itu selama tiga bulan mendatang, dalam event Lombok International Bamboo Festival (LIBAF) 2013.

Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Nusa Tenggara Barat (IAI NTB) Rahman Wibisono mengatakan, karya-karya tersebut sudah dinilai untuk memperebutkan hadiah uang dengan total US$ 5.000 yang diberikan Kementerian Pekerjaan Umum.

Menurut Rahman, panitia sudah menetapkan tiga pemenang. Karya Suklu, Bali, yang menampilkan Bamboo Penjaga Air dan Tebing meraih hadiah pertama sebesar US $ 2.200, Elena Goray (Rusia) yang menampilkan karya Tamed Wave mendapatkan hadiah kedua sebesar US $ 1.800, dan pemenang ketiga karya Universitas Parahyangan (Bandung) Stairway to Heaven mendapatkan hadiah US $ 1.000.

Rahman menjelaskan, LIBAF dengan tema "Re-Design The World With Bamboo 2013" ini adalah kegiatan festival bambu pertama yang diselenggarakan di Indonesia. Pesertanya berasal dari Malaysia, Rusia, Swedia, Inggris, Kanada, Perancis, Vietnam, Belgia, Thailand, Jepang, Singapura, dan Jerman.

Rencananya, festival ini akan diselenggarakan setiap tahun. Lokasi penyelenggaraan bergiliran dengan peserta luar negeri. Tahun depan, festival tersebut akan dilaksanakan di Vietnam. Sedangkan 2015 akan kembali dilaksanakan di Lombok. “Festival ini akan dijadikan sebagai event dunia,” ujar Rahman.

Pembukaan acara dilakukan secara khusus pada 1-8 Desember 2013, di antaranya dengan melakukan penanaman 100 bibit bambu petung di Senggigi. Ini untuk mengembangkan tanaman bambu di kawasan wisata, serta memberikan edukasi kepada masyarakat agar bisa meningkatkan taraf ekonominya melalui kerajinan bambu dan hasil ikutan lainnya. “Bahkan akan dibangun Bamboo Park seluas 100 hektare,” ucap Rahman.

Festival Jalan Balai Pustaka, Orbitkan Budaya dan Kuliner Betawi

Jakarta - Masyarakat Jakarta Timur berduyun-duyun mendatangi Festival Jalan Balai Pustaka yang dikemas dengan balutan budaya dan kuliner.

Kegiatan yang baru pertama kali diselenggarakan ini tak kalah menariknya dengan di Jakarta Selatan lewat Festival Palang Pintu, Di Jakarta Pusat ada Festival Jalan jaksa. Beragam kebudyaan betawi maupun kuliner malam.

Wakil Walikota Jakarta Timur, Husein Murad menuturkan, Festival Jalan Balai Pustaka ini bertujuan mengangkat potensi ekonomi, potensi seni budaya dan memberikan hiburan serta apresiasi kepada masyarakat.

“Saya berharap sebagai faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Kota Administrasi Jakarta Timur dan kegiatan ini akan diadakannya pada setiap tahunnya. Kita berharap Jalan Balai Pustaka tetap tumbuh dan berkembang sebagai pusat kuliner, pusat wisata belanja di wilayah Jakarta Timur,” kata Husein Murad yang didampingi Kasudin Kebudayaan Drs. Husnizon Nizar, M.Si.usai membuka Festival Jalan Balai Pustaka di sepanjang jalan Balai Pustaka, Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (07/12/2013) malam.

Husein Murad mengatakan, wilayah kota lain pun telah mempunyai beberapa festival sejenisnya yakni Festival Jalan Jaksa, Festival Pasar Baru di Jakarta Pusat, Festival Melawai, Festival Kemang di Jakarta Selatan dan Di Jakarta Timur Festival Jalan Balai Pustaka.

“Kegiatan ini telah mendapat respon yang positif dari masyarakat sekitar Rawamangun dan masyarakat dapat menikmati hiburan khas dari Betawi maupun kulinernya dan diharapkan dapat menjaga ketertiban serta menjaga kebersihan,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Timur, Husnizon Nizar mengatakan, kegiatan diharapkan dapat mengenalkan budaya Betawi sekaligus masyarakat menikmati kuliner yang dijajakan di sepanjang Jalan Balai Pustaka.

“Kegiatan Festival Jalan Balai Pustaka akan rutin dilaksanakan setiap tahunnya, karena animo masyarakat sangat antusias dalam ajang ini. Nantinya kami akan bekerja dengan Sudin Perhubungan untuk mengalihan jalan. Nantinya akan kita tambah dengan penerangan agar tambah semarak Festival Jalan Balai Pustaka,” kata Husnizon.

Menurut Pedagang Martabak Favorite, Arif (35), kegiatan Festival Jalan Balai Pustaka sangat bagus dan perlu diadakan kembali.

“Tidak disangka pengunjung yang beli martabak banyak, sampai saya keteter dan omzet kami bertambah 10 persen. Saya berharap kegiatan ini terus dilaksanakan setiap tahunnya,” kata Arif.

Senada dengan Arif, warga pisangan, Fitri (25) mengaku dengan adanya Festival Jalan Balai Pustaka ini masayarakat akan mengenal budaya betawi juga kuliner yang dijajakan.

“Kalau bisa makanan jangan yang sudah ada, melainkan makanan khas daerah agar masyarakat dapat mengenal makanan khas daerah seperti Khas Betawi, Jawa, Sumatera. Kalau bisa dipertahankan kembali budaya Betawi dan kegiatan ini bagus untuk mengangkat maupun mempromosikan budaya Betawi dan saya berharap Festival Jalan Balai Pustaka dilaksakan kembali sebulan sekali atau setahun sekali,” kata Fitri.

LIPI Perkirakan hanya Sembilan Bahasa Etnik Mampu Bertahan

Jakarta - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memperkirakan dari ratusan bahasa etnik di Indonesia hanya sembilan yang akan bertahan.

Menurut Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI Endang Turmudi, secara konseptual bahasa akan bertahan bila memiliki sistem penulisan atau aksara sebagai fasilitas untuk merekam bahasa itu dalam media selain lisan.

“Diperkirakan yang akan bertahan untuk ke depannya antara lain Aceh, Batak, Lampung, Melayu, Jawa, Bali, Bugis, Sunda, dan Sasak,” kata Endang, Selasa (10/12).

Bahasa-bahasa tersebut, jelasnya, termasuk kelompok bahasa Austronesia atau Melayu. Adapun, bahasa-bahasa etnik lainnya yang belum memiliki sistem tersebut kemungkinan besar terancam punah.

Berdasarkan Living Tongues, Institute for Endangered Languages, Endang mengatakan bahasa adalah sebuah gudang pengetahuan manusia yang sangat luas tentang dunia alamiah, tanam-tanaman, hewan-hewan, ekosistem, dan sediaan budaya. Dengan kata lain setiap bahasa memuat keseluruhan sejarah umat manusia.

Oleh karena itu, katanya, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kepunahan bahasa sama dengan kepunahan peradaban manusia secara keseluruhan.

“Hal itu tidak bisa dibiarkan begitu saja karena pembiaran atas kepunahan bahasa-bahasa berpenutur sedikit, sesungguhnya adalah pengingkaran atas kemajemukan yang sesungguhnya merupakan soko guru keindonesiaan.”

Guna mengatasi permasalah tersebut, menurut dia, LIPI merancang dan melakukan penelitian bahasa-bahasa yang terancam punah di kawasan Indonesia Bagian Timur yang dilaksanakan selama empat tahun.

Tujuan penelitian untuk menyusun policy paper, ensiklopedia mengenai etnik minoritas, dan bahasa yang terancam punah di kawasan Indonesia Timur.

“Secara khusus diharapkan akan dapat dirumuskan strategi komunitas etnik pada lokus penelitian dalam mempertahankan bahasanya dan rekomendasi kebijakan bahasa pada tingkat daerah maupun nasional,” ujar dia.

Hari Nusantara Siap Digelar di Palu

Jakarta - Hari Nusantara tahun 2013 siap diselenggarakan di Pantai Talise Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Pemilihan Sulawesi Tengah sebagai tuan rumah hari Nusantara 2013, karena pemerintah Sulawesi Tengah mempunyai komitmen membangun bidang kelautan di wilayahnya. Komitmen ini sejalan dengan model percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia koridor Sulawesi Tengah yang dicanangkan pemerintah pusat. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo selaku Ketua Harian Dewan Kelautan Indonesia, pada Rapat Koordinasi Puncak Peringatan Hari Nusantara 2013, belum lama ini.

Hari Nusantara 2013 mengambil tema “Setinggi langit sedalam samudra potensi pariwisata dan kreativitas nusantara yang tak terhingga”. Tema ini mengandung pengertian Indonesia adalah negara kaya akan keberagaman potensi sumberdaya bahari yang dapat memberikan manfaat tak terhingga baik dari aspek ekonomi, sosial, dan budaya. Hari Nusantara juga akan terus mengkampanyekan wawasan bahwa laut merupakan pemersatu NKRI sekaligus perekat dan pemersatu Bangsa Indonesia. "Saya selaku pengarah telah bersurat kepada Presiden memohon agar Presiden berkenan untuk dapat hadir dalam puncak acara tersebut. Saya bersama-sama Menteri Parekraf sebagai ketua Umum Hari Nusantara dan Gubernur Sulawesi Tengah selaku tuan rumah Puncak Peringatan Hari Nusantara akan menghadap Bapak Presiden untuk melaporkan kesiapan acara ini,” katanya.

Menurut Sharif, kesuksesan acara Hari Nusantara 2013 nanti tidak terlepas dari intervensi program kegiatan yang terus dilakukan Kementerian/Lembaga Anggota Dewan Kelautan Indonesia. Mereka sudah memberikan intervensi program kegiatan dan anggaran untuk suksesnya acara Hari Nusantara 2013. Pemerintah daerah sebagai ujung tombak pelaksanaan Puncak Peringatan Hari Nusantara 2013 juga telah mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk lancarnya kegiatan. Pemerintah daerah juga tetap fokus kepada lokasi puncak peringatan Hari Nusantara. Terutama pembangunan infrastruktur pendukung dan kebutuhan dasar para tamu dan undangan. “Hal ini diperlukan agar Presiden yakin pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya pemerintah Kota Palu siap melaksanakan acara puncak Hari Nusantara,” tandasnya.

Acara puncak Hari Nusantara akan dilaksanakan pada 14 Desember 2013. Acara akan dimeriahkan atraksi Sailing Pass dan Terjun Payung, Tadulako International Dragonboat Race serta pemecahan rekor MURI menarik Bendera Merah Putih seluas 3012 meter persegi dari dasar laut menuju ke permukaan laut. Hari Nusantara 2013, juga dibarengi dengan acara peresmian Rumah Pintar oleh Presiden, Pencanangan Desa Wisata di Tanjung Karang, Gerakan bersih pantai dan laut serta pencanangan rehabilitasi Terumbu Karang buatan. “KKP juga akan melaksanakan acara pencanangan Program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN) di Tanjung Karang, Kab. Donggala,” jelasnya

Gunung Padang Direkomendasikan Masuk Cagar Budaya Nasional

Cianjur, Jabar - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur, Jawa Barat belum mengetahui informasi situs Megalitikum Gunung Padang di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka direkomendasi sebagai cagar budaya nasional.

Meskipun demikian, kabar tersebut tentunya disambut suka cita. Keberadaannya situs Megalitikum Gunung Padang diduga merupakan salah satu tempat peradaban manusia.

"Kita sih belum menerima informasi jika Gunung Padang direkomendasikan jadi cagar budaya nasional. Tapi kabar ini tentunya sangat menggembirakan," kata Kepala Bidang Kesenian dan Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur Anto Susilo, Selasa (10/12).

Biasanya, kata Anto, segala yang berkaitan dengan Gunung Padang, Pemkab Cianjur selalu dikabari BP3 Serang. Namun sampai saat ini belum ada informasi apapun. "Tapi nanti kami akan coba koordinasi dengan BP3 Serang," ujarnya.

Pemkab Cianjur sendiri sebelumnya sudah mengusulkan Situs Gunung Padang sebagai cagar budaya nasional bersama dua situs lainnya yakni Situs Pasir Pogor dan Situs Bukit Tongtu.

Keseluruhan usulan sebanyak 20 cagar budaya yang tersebar di sejumlah wilayah.

"Kita memang diminta untuk mengusulkan cagar budaya. Ada sekitar 20 cagar budaya yang kami usulkan, tiga di antaranya yakni Gunung Padang, Pasir Pogor, dan Bukit Tongtu diusulkan untuk menjadi cagar budaya tingkat provinsi, untuk selanjutnya jadi cagar budaya nasional," terangnya.

Seribu Rumah Gadang Diusulkan Jadi Warisan Dunia

Padang, Sumbar - Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mengusulkan kawasan Seribu Rumah Gadang di Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, menjadi warisan budaya dunia ke Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Budaya PBB (Unesco).

"Kita berharap kawasan Seribu Rumah Gadang ini menjadi warisan dunia sehingga mampu menjadi daya tarik wisatawan untuk datang berkunjung dan juga sebagai salah satu kebanggaan Sumbar," kata Kepala Bidang Budaya, Dinas Budaya Pariwisata Pemuda dan Olahraga Solok Selatan, Desrial, di Padang Aro, Senin.

Ia menjelaskan, Solok Selatan setidaknya memiliki 600 unit rumah gadang dengan berbagai bentuk dan model yang tersebar di tujuh kecamatan.

"Di Nagari Koto Baru ada sekitar 134 unit Rumah Gadang yang masih berdiri," katanya.

Semua model rumah gadang yang ada di Sumatera Barat, lanjut dia, ada di kawasan yang disebut Seribu Rumah Gadang itu.

Beberapa rumah gadang di kawasan itu, ia menjelaskan, kini sudah dijadikan sebagai rumah penginapan untuk wisatawan.

"Wisatawan yang datang ke Solok Selatan sekarang sudah bisa langsung menikmati sensasi tidur di dalam rumah gadang," jelasnya.

TMII Gelar Parade Musik Daerah Gita Permata Nusantara

Jakarta - Dalam upaya meningkatkan kreativitas seniman daerah khususnya pencipta lagu dan penyanyi daerah, Taman Mini Indonesia Indah secara kontinyu setiap tahun mengadakan ajang kompetisi lagu serta musi daerah dalam kemasan Parade Lagu daerah Gita Permata Nusantara. Demikian yang disampaikan Direktur Operasional TMII Ade F Meyliala usai membuka Parade Lagu Daerah Tahun 2013 di Sasono Langen Budoyo, TMII, Jakarta Timur, Kamis petang (6/12/13).

“Event tahunan ini yang sudah ke 29 ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan dan mempromosikan karya cipta para musisi daerah yang potensi sangat membanggakan melalui kegiatan ini TMII ingin memberikan uang kreatif kepada seniman agar tercipta lagu-lagu daerah terbaru sehingga lagu daerah semakin berkembang seiring dengan laju perkembangan jaman,”kata Dirop TMII.

Ade mengatakan, acara ini sangat menginspirasi dan memacu semangat kita untuk tetap energik dalam menghadapi tantangan jaman. Sayang untuk dilewatkan acara yang berbobot ini dan bergengsi tingkat nasional.

“Kita patut bangga dengan budaya bangsa Indonesia yang harus di lestarikan dan memberikan ruang kreatif bagi pencipta lagu daerah, pemusik serta penyanyi daerah agar lebih kreatif serta lebih dapat dikenal oleh masyarakat luas dalam menumbuhkan rasa bangga terhadap kebudayaan bangsa sendiri,”ujarnya.

Kegiatan Parade Lagu Daerah Tingkat nasional ini, menurut Ade, dirasakan sangat besar manfaatnya, terutama dalam rangka meningkatkan dan memacu kreativitas serta daya cipta seniman-seniwati musik daerah.

“Kami akan terus berkomitmen dalam mengembangkan lagu daerah ini. Bagi peserta dengan semangat kompetisi yang tinggi telah menyiapkan penampilannya dalam kemasan yang memukau dengan memadukan komposisi musik, vocal, maupun tarian. Mari kita buktikan bahwa kita cinta pada budaya bangsa dan karya anak bangsa,”pungkasnya.

Adapun peserta Lagu Daerah tahun 2003 yakni Jawa Tengah,Sulawesi Tenggara, Yogyakarta, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, Sulawesi barat, Papua, Kalimantan Timur, Sumatera Barat, Banten, Sumatera Utara. Parade lagu daerah ditampilkan 23 kelompok yang datang langsung dari 23 propinsi dan yang telah lolos seleksi yang sangat ketat di daerahnya.

Poco-poco dan Tari Bali Ditampilkan di London

London, Inggris - Tarian pergaulan Poco-poco serta tari Bali berhasil mengoyang gedung "Royal Collage Defence Study" dalam acara malam Internasional yang digelar di gedung bersejarah tempat kalangan militer dari berbagai negara menuntut ilmu di London, Jumat malam.

Pada penampilan kesenian Indonesia di gedung bersejarah pusat pendidikan militer Inggris dalam acara malam internasional yang diadakan setiap akhir tahun tampak hadir Duta Besar RI untuk Kerajaan Inggris dan Republik Irlandia Hamzah Thayeb dan Ny Lastry Thayeb.

Kepala sekolah Royal Collage Defence Study (RCDS) Letnan Jenderal Sir David Bill KCB kepada Antara London mengatakan bahwa acara malam internasional itu bertujuan untuk lebih mendekatkan para siswa yang berasal dari berbagai negara itu.

"Kami ingin para siswa yang berasal dari berbagai negara bisa saling mengenal budaya dan juga kuliner," ujarnya.

Tahun ini dua siswa dari Indonesia yang tengah menuntut ilmu di sekolah pertahanan bergengsi di London itu yaitu Kolonel Agoes Joesni dari Angkatan Darat dan Zayu Rizki Safitri, wanita belia pemilik perusahaan yang bergerak dalam jual beli senjata di Indonesia.

Dalam acara malam Internasional masing masing siswa dengan bangga memperkenalkan kebudayaan dan juga kuliner serta objek wisata yang mereka miliki.

"Malam ini kita tidak membicarakan masalah keamanan atau alat2 pertahanan," ujar Zayu Fitri yang sangat akrab dengan sesama siswa dari Timur Tengah.

Sementara itu Kolonel Agoes Joesni dari Angkatan Darat mengatakan, tahun ini terdapat lebih dari 100 siswa dari 52 negara yang ikut kursus bersama dengan siswa dari Inggris.

Atase Pertahanan KBRI London Jonny Mahroza kepada Antara mengatakan, malam internasional tersebut merupakan acara menarik yang dapat dimanfaatkan untuk promosi Indonesia.

Apalagi peserta kursus yang merupakan komunitas pertahanan dari banyak negara sangat bermanfaat untuk promosi kebudayaan masing masing dan juga kuliner.

Setiap tahun siswa Indonesia ikut meramaikan acara dengan dukungan dari KBRI London sangat besar dengan menyiapkan hidangan sate ayam dan lontong serta lempeyek kacang dan onde-onde, ujarnya.

Dalam acara malam internasional bertemu berbagai kebudayaan dari 52 negara peserta dan para pejabat kedutaan diundang bergabung selain menampilkan kuliner Indonesia mempromosikan objek wisata dan kerajinan.

Indonesia juga pernah menyumbangkan perangkat gamelan berupa gong yang sampai saat ini masih digunakan dan menjadi hiasan di dalam gedung sekolah pertahanan Inggris.

Gong tersebut sumbangan dari mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto, yang pernah kuliah saat masih menjabat kolonel pada tahun 1995.

Dalam acara malam internasional yang diadakan setahun sekali para peserta juga mengajak keluarga dan anak berpartisipasi dengan cara mengumpulkan stiker berbentuk bendera dari seluruh peserta yang dibagi dalam tiga kelompok yakni Asia, Afrika, dan Eropa bersama Amerika.

Di Festival Bunga Rawa Belong, Digelar Atraksi Budaya Betawi

Kebun Jeruk, Jakarta - Upaya melestarikan dan mengenalkan seni budaya Betawi digencarkan Pemko Jakarta Barat melalui Sudin Kebudayaan. Di antaranya menggelar atraksi kesenian Betawi dalam berbagai kegiatan, termasuk di Festival Bunga Rawa Belong.

Kasudin Kebudayaan Jakbar, Taufik Ahmad, mengatakan atraksi yang ditampilkan di antaranya Gambang Kromong, upacara Palang Pintu, Rebana Ketimping, Lenong, tarian dan lawak. “Ini sebagai salah satu upaya untuk melestarikan dan mengenalkan seni budaya Betawi di masyarakat,” jelasnya, kemarin.

Upacara Palang Pintu merupakan kegiatan utama dalam menerima tamu kehormatan, seperti acara seserahan atau lamaran pengantin pria ke pengantin wanita. Ditampilkan atraksi pencak silat dan berbalas pantun.

“Di Rawa Belong atau Kebon Jeruk paling popular silat Cingkrik. Karena, merupakan simbol eksistensi dan semangat masyarakat keturunan Betawi dalam perjalanan sejarah melawan penjajah,” kata Taufik.

Kasi Pagelaran dan Pameran Sudin Kebudayaan Jakbar, Wawan, menambahkan budaya Betawi mempunyai ciri khas di setiap wilayahnya. Misalnya, Cingkrik di Rawa Belong dan sekitarnya, Beksi di Ulujami dan Petukangan, Kotek Pengasingan di Sawangan, Sabeni di Tanah Abang, Mustika di Kwitang, Trokotok di Cipete, Sekojor Gamyang di Joglo dan Meruya.

“Setiap wilayah dikembangkan masing-masing tokohnya. Seperti aliran Sinan, Bang Wahabm Uming, Gerak Rasa dan Goning,” kata Wawan.

Warga DKI Terkesan Kirab Budaya di Monas

Jakarta - Kirab Budaya para raja nusantara dan mancanegara yang dimulai pukul 15.00 sampai 18.00 WIB telah berakhir sekaligus menutup rangkaian acara Pagelaran Agung Keraton Sedunia atau "World Royal Heritage Festival" di kawasan Monumen Nasional, Minggu sore.

Kirab Budaya yang diikuti oleh 1.603 peserta dari 28 daerah ini memberikan kesan tersendiri bagi masyarakat yang menyaksikannya maupun para peserta Kirab Budaya itu sendiri.

"Bagusnya ini menjadi acara tiap tahun, acara-acara kebudayaan ini penting untuk ditonton masyarakat, minimal mereka tahu budaya dari negerinya sendiri," kata Wadi, peserta Kirab Budaya dari Kepangeranan Gebang Kinatar Jawa Barat (8/12).

"Jika ada wacana untuk menjadikan ini acara dua tahunan, saya senang sekali, tapi saya lebih senang kalau acaranya rutin tahunan," kata Jajang, peserta Kirab Budaya dari Kepangeranan Gebang Kinatar Jawa Barat.

"Baiknya penyelenggara memilih hari yang pas, libur lebaran atau libur anak sekolah karena waktu pameran hari kamis tidak terlalu ramai seperti sekarang," tambah Jajang.

"Ini khan festival keraton, kebudayaan Indonesia juga, kalau tidak digalakkan secara rutin nanti bisa hilang tergerus zaman. Khusus untuk hari ini saya tidak mengira penontonnya banyak. Mungkin bisa menjadi evaluasi bagi penyelenggara untuk event selanjutnya terutama pameran kemarin yang cenderung sepi, bukan karena masyarakat yang tidak berminat mungkin karena pemilihan hari atau sosialisasi yang tidak maksimal," kata Kusnadi, peserta Kirab Budaya dari Kesultanan Indra Pura Provinsi Sumatera Barat.

Disisi lain masyarakat ternyata memiliki minat yang cukup tinggi untuk menyaksikan Kirab Budaya sebagai puncak acara Festival Keraton Sedunia. Meskipun hujan gerimis dilokasi acara namun tidak membuat masyarakat pergi meninggalkan Kirab Budaya ini.

"Untuk hiburan yang murah meriah lah, sekalian ajak anak foto-foto di kereta kuda, kalau ke Mall atau ke tempat lain kan mahal, gak merakyat gitu," kata Nurohim dari Rawa Belong, Jakarta, yang membawa serta anaknya untuk menyaksikan acara ini.

"Saya sih gak tahu ya ini kerajaan apa, itu kerajaan apa, tapi ya menarik aja lihat pawai begini, ada pak Jokowi-nya juga ikutan," kata Parlin pengunjung dari Kemayoran.

Selain itu masyarakat mengharapkan Pemerintah DKI Jakarta lebih sering mengadakan berbagai festival kebudayaan di Monumen Nasional.

"Dari saya kecil sampai sekarang Monas akan tetap begini saja, nah kalau pemerintahnya punya siasat untuk sering adakan pagelaran budaya saya rasa Monas jadi berbeda, tidak begitu saja tapi akan ramai dan menarik orang berwisata di kota sendiri," kata Agus Setiawan pengunjung dari Kebon Kacang, Jakarta Pusat.

Kirab Budaya ini sekaligus menutup rangkaian acara Pagelaran Agung Keraton Sedunia atau World Royal Heritage Festival yang diadakan sejak Kamis (5/12).

Sebelumnya acara ini juga dimeriahkan oleh pameran keraton dan benda pusaka keraton, peragaan busana kebesaran kerajaan, pagelaran seni budaya, festival kuliner, demo masakan khas keraton dan pameran kereta kencana.

Gelar Budaya Meriahkan Peringatan Hari Jadi Purbalingga

Purbalingga, Jateng - Gelar budaya akan mewarnai peringatan Hari Jadi Kabupaten Purbalingga ke-183 yang bakal dihelat Desember ini. Selain pawai budaya yang sudah rutin diselenggarakan, kegiatan bertajuk budaya lainnya, akan banyak dinikmati masyarakat sepanjang bulan ini.

Di antaranya, bakal digelarnya silaturahmi dan sarasehan budaya bersama budayawan MH Ainun Najib, kemudian Festival permainan rakyat, Gelar Seni Lokal, Pagelaran wayang kulit, Ketoprak dan Pawai budaya. Termasuk hiburan buat kawula muda berupa pentas band The Changchuters.

"Semua kegiatan merupakan rangkaian pekan budaya dalam rangka hari jadi kota perwira. Yang sedang kami persiapkn serius adalah pawai budaya yang akan menutup rangkaian peringatan hari jadi," ungkap Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Drs Sri Kuncoro.

Gelaran pawai budaya pada Sabtu (28/12), akan menampilkan berbagai seni dan budaya asli Purbalingga oleh peserta dari utusan kecamatan, pelajar, SKPD dan masyarakat umum. Para peserta ini, diharapkan mampu menampilkan seni budaya tradisi yang berkembang di Purbalingga sebagai jati diri masyarakat Purbalingga.

"Jati diri Purbalingga itu hendaknya mampu dimunculkan dalam pawai budaya. Nanti kita nilai dan akan ada kejuaraanya," jelasnya.

Tahun ini, tambah Kuncoro, pihaknya melaksanakan program revitalisasi seni budaya tradisi pada beberapa sekolah dan sanggar seni. Diantaranya SMA Negeri 1 Bobotsari, SMK N 1 Kutasari, STM YPT 2 dan Sanggar Citra Budaya. Mereka ini, diharapkan bisa tampil beda pada pawai budaya mendatang.

Selain peserta lokal, Dinbudparpora juga mengundang tujuh kabupaten/kota untuk turut memeriahkan acara dengan menampilkan seni tradisi masing-masing. Diantaranya kabupaten Kendal, Klaten, Pekalongan, Kebumen, Banyumas, Banjarnegara dan Cilacap.

"Usai upacara hari jadi (18/12), kami juga akan menampilkan pentas tari lenggasor dengan 100 peserta dan 20 pngrawit. Kemudian peragaan busana purbalingga dan penggunaan bahasa purbalinggaan pada 21 Desember," tambahnya.

Seni Qasidah Ajang Promosi Budaya

Ambon, Maluku - Seni qasidah sangat diha­rapkan dapat dijadikan sebagai ajang promosi, era kebangkitan dan perkembangan keaneka­ragaman budaya dan adat istiadat di Provinsi Maluku, sehingga seni qasidah mampu menjadi salah satu daya tarik dalam pengembangan industri wisata di daerah ini.

Untuk memperkuat fungsi dan peran nilai-nilai budaya bagi kehidupan bermasyarakat di Maluku, maka Pemprov Ma­luku selalu mendorong terbu­kanya peluang dan keterlibatan semua pihak, baik Kanwil Ke­men­terian Agama maupun sektor swasta lainnya, untuk ikut berperan dalam pengem­bangan seni budaya seperti ini.

Hal tersebut dikemukakan Ca­re­taker Gubernur Maluku, Saut Situmorang dalam sambu­tannya yang dibacakan Asisten II Sekda Maluku, Ali Sella, saat mele­paskan kontingen Lasqi Malu­ku, dalam rangka meng­ikuti festival seni Qasidah Tingkat Nasional Tahun 2013 di Balikpapan Kalimantan Timur, yang berlangsung di lantai VII Kantor Gubernur Maluku, Rabu (4/12.

Menurutnya, seni qasidah merupakan bagian integral dari pengembangan budaya bangsa memiliki tujuan dan sasaran yang sama, namun berbeda dalam bentuk penyampaiannya. Syair-syair yang terdapat dalam seni qasidah lebih bernuansa keagamaan, berisikan tentang hal-hal yang mengajak orang untuk berbakti kepada Tuhan Sang Maha Pencipta, memba­ngun jasmani dan rohani, tolong menolong, serta melarang ke­pada kejahatan dan kemungkaran.

“Dalam hubungan ini, jika seni qasidah dapat tumbuh dan ber­kembang secara baik maka tidak mustahil akan tercipta nilai-nilai yang bermanfaat bagi perkem­bangan tatanan dan sikap hidup dalam masyarakat, yang penuh dengan cinta kasih, keber­sa­maan, etika, dan moral,” ujarnya.

Disisi lain, kata dia, melalui pengembangan seni qasidah ini diharapkan dapat menghasilkan musisi-musisi handal dan ber­kualitas yang mampu bersaing pada event nasional maupun inter­nasional, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh group qasidah atau solois/vokalis qasidah Maluku pada festival qasidah tingkat nasional di Kota Ambon Tahun 2007, dengan me­raih predikat sebagai “Juara Umum Tingkat Nasional”. Keikut­sertaan pada ajang Festival Qasidah International di Kota Sisli – Turky Tahun 2009, maupun pres­tasi yang telah diraih pada Festival Qasidah Vokalis/Solois Tingkat Nasional pada Tahun 2011.

“Mencermati perkembangan seni qasidah saat ini, maka paling tidak terdapat dua hal pokok yang sangat penting untuk direnungi yakni qasidah sebagai media dakwah dalam pengembangan syiar agama Islam serta qasidah sebagai wahana pembinaan generasi muda serta pengembangan seni dan budaya,” ujarnya.

Menurutnya, sebagai media dakwah, seni qasidah telah memberikan nuansa tersendiri bagi peningkatan iman dan taqwa, pembentukan moral, akhlaq dan budi pekerti, yang terakumulasi melalui rangkaian syair dan irama musik qasidah.

“Harapan saya kepada peng­urus DPW Lasqi, dalam rangka pembinaan generasi muda bangsa, maka kedepan nanti Lasqi harus lebih profesional dan tidak sekedar melaksanakan kegiatan festival ketika ada ke­giatan ditingkat nasional, namun Lasqi harus mampu melak­sana­kan pembinaan secara berkesi­nambungan dan mampu meng­himpun sebanyak mungkin po­tensi generasi muda agar mereka dapat terlibat dalam berbagai kegiatan seni dan budaya, seperti pembinaan melalui sekolah-sekolah atau pada sanggar-sanggar seni yang ada di daerah ini,” pintanya.

Tobasa Festival 2013 Gali Nilai Seni Budaya

Balige, Sumut - Tobasa festival 2013 yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan Pariwisata (Dispudpar) Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, pada Kamis (5/12) untuk menggali serta mengembangkan nilai seni budaya sebagai kearifan lokal.

"Festival diikuti peserta yang merupakan utusan dari 16 Kecamatan se-kabupaten dalam upaya menimbulkan rasa kecintaan dan memiliki nilai budaya daerah," kata Kepala Disbudpar Toba Samosir, Ultri Sonlahir Simangunsong di Balige, Kamis.

Event dimaksud, kata dia, sebagai wadah untuk penyaluran bakat serta potensi remaja, serta memotivasi mereka dalam membangun kreasi dan kretivitas di bidang seni dan budaya Batak.

Atraksi budaya yang akan diperlombakan, yakni tari "tortor", lomba vocal solo dan lomba nyanyi trio membawakan lagu wajib "Oh Tao Toba".

Dikatakannya, pergelaran itu sekaligus merupakan persiapan dalam menyongsong pelaksanaan Festival Danau Toba yang direncanakan antara bulan Juli atau September 2014, sesuai penunjukan Kabupaten Toba Samosir sebagai tuan rumah oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi kreatif.

"Tiga atraksi yang diperlombakan tersebut, termasuk dari sepuluh kegiatan yang dijadwalkan akan digelar dalam memeriahkan FDT di Balige, berdasarkan surat Kemenparekraf nomor HM.304/3/8/WPEK/2013 tanggal 7 November," kata Ultri.

Kepala Bidang Kesenian Disbudpar Toba Samsosir, Rencana Simbolon menambahkan, festival yang diselenggarakan sekaligus sebagai ajang bagi generasi muda menyalurkan bakat di bidang kesenian daerah.

Di samping itu, katanya, juga dalam rangka mendorong pengembangan industri pariwisata di Kabupaten berpenduduk 205.331 jiwa yang terletak di bagian tengah provinsi Sumatera Utara tersebut.

Simbolon menjelaskan, setiap kontingen penari tortor, terdiri dari 11 orang peserta masing-masing enam orang penari laki-laki dan lima perempuan.

"Para penari akan mengikuti gerak tortor mengirngi irama gondang mula-mula, gondang somba, sitio-tio dan gondang hasahatan," katanya.

Workshop Koreografer Pupuk Cinta Seni Budaya Lokal

Tenggarong, Kaltim - Lebih menumbuhkan rasa kecintaan akan seni budaya yang beragam di Kutai Kartanegara (Kukar), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) menggelar workshop koreografer dengan peserta dari para sanggar atau kelompok kesenian yang ada di Kukar.

Kegiatan tersebut dibuka Kepala Bidang Destinasi Disbudpar Siswan Hermantoko, dengan menghadirkan narasumber koreografer Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, Irianto Catur dan Mahyuni Irianto, Rabu (26/11) lalu di Gedung Wanita, Tenggarong.

Menurut Siswan, kekayaan budaya di Kukar begitu beragam, tentunya seni dan budaya ini harus dikembangkan dan dilestarikan. "Saya mendukung kelestarian dan kecintaan seni budaya yang ada di daerah ini," katanya.

Menurut dia, dengan diadakan workshop diharapkan kepada seluruh pelaku seni budaya di Kukar dapat menumbuhkembangkan minat seni dan membangun apresiasi seni budaya, khususnya kebudayaan lokal. "Saya berharap para pelaku seni budaya mampu menggugah kesadaran generasi muda untuk terus berkreasi, hingga menumbuhkan kembali penguatan seni tradisional sebagai bagian dari sejarah," ujarnya.

Ketua Panitia M Saidar mengatakan, tujuan workshop koreografer tari untuk lebih memahami gerak tari dan makna yang terkandung di dalamnya. "Memberikan pembekalan para penari yang tujuannya adalah agar ada motivasi, khususnya para generasi muda cinta akan seni budaya," katanya.

Dijelaskan Saidar, gerak dalam tari berfungsi sebagai media untuk mengomunikasikan maksud-maksud tertentu dari koreografer. Keindahan tari terletak pada kepuasan, kebahagiaan, baik dari koreografer, peraga dan penikmat, atau penonton. Kompetensi dasar lanjut dia, mempelajari seni tari mencakup praktik dasar dan mahir dalam penguasaan gerak tari meliputi kemampuan memahami arah dan tujuan koreografer dalam konsep koreografi kelompok.

"Ini sangat penting untuk diketahui semua pelaku seni budaya di Kukar, mulai manajemen pengelolaan seni tari agar sanggar yang ada tetap eksis, tidak terkikis oleh zaman," jelasnya.

Sedangkan narasumber lain, Irianto Catur mengharapkan kepada seluruh pelaku seni budaya di Kukar untuk tidak cepat puas dengan apa yang telah diraih. "Saya berpesan, teruslah belajar dan belajar. Jangan sekali-kali merasa puas atas apa yang diperoleh, melainkan hal itu menjadi motivasi untuk terus belajar," pesannya.

Irianto juga mengingatkan untuk siap menerima kritikan demi kemajuan. "Keritikan yang didapat sebagai evaluasi lebih baik. Saya berkeyakinan apa yang diharapkan dalam pencapaian kepuasan batin melalui seni budaya benar-benar dapat dinikmati oleh khalayak," pesannya.

Belis, Mahar Kawin Masyarakat Etnis Lamaholot

Adat kawin-mawin masyarakat etnis Lamaholot yang meliputi Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Lembata, dan Kabupaten Alor memang bukanlah perkara mudah dan amat rumit.

Di Jawa proses pernikahan memang sangat mudah. Asal punya pasangan, restu orang tua, sudah. Jadwal menikah di depan penghulu (KUA) atau pemberkatan di gereja bisa langsung dilakukan. Teman saya, wartawan koran terbesar di Indonesia, hanya butuh waktu kurang dari dua bulan untuk berkenalan dengan cewek (dia tidak pacaran dulu), meminta restu calon mertua, penetapan jadwal, dan hari-H menikah di depan penghulu. Kemudian ramah-tamah, pesta sederhana. Jadilah mereka pasangan suami-istri.

Kenapa bisa secepat ini? Orang Jawa, dalam contoh ini, sudah lama tidak terikat lagi pada adat-istiadatnya.

Masuknya agama Islam di akhir kejayaan Kerajaan Majapahit telah merasuk ke sumsum orang Jawa. Islam sudah jadi way of life, segala sesuatu serba dirujuk dari Alquran dan Alhadits alias ajaran Islam. Dan agama Islam memang pada dasarnya sangat memudahkan pernikahan asalkan sama-sama beragama Islam. Tidak pakai kursus persiapan perkawinan, mengecek buku induk, seperti di Gereja Katolik.

Orang Jawa bahkan selalu dimotivasi untuk segera menikah kalau sudah cukup umur dan punya pekerjaan. Pria Jawa disarankan menikah sebelum berusia 25 tahun. Wanita tentu lebih muda lagi.

Di Flores, sayangnya, Gereja Katolik belum menjadi satu-satunya rujukan hidup. Saya mengalami sendiri, adat lama (animisme) jauh lebih kuat ketimbang Gereja Katolik. Lihat saja, begitu banyak orang yang kawin kampung (baca: kawin secara adat), tapi belum menikah secara Katolik atau hukum sipil. Adat lama ini begitu kuatnya sehingga orang tua tak akan pernah mau menikahkan anaknya tanpa mempertimbangkan
prinsip-prinsip adat.

Belis atau mas kawin merupakan persoalan paling prinsip sebelum sebuah pernikahan diresmikan di gereja. Di Jawa, mas kawin atau belis ini hanya sekadar simbolis, misalnya perangkat alat salat, uang tunai sekadarnya. Pihak perempuan tidak akan menolak meskipun mas kawin hanya Rp 100 ribu atau Rp 50 ribu.

Berkali-kali saya dengar ada pengantin pria yang hanya bisa memberi mas kawin alat-alat salat dan uang receh yang disesuaikan dengan tanggal pernikahan mereka. Misalnya, nikah tanggal 25 Juni 2006, maka mas kawinnya 25.606, dua puluh lima ribu enam ratus enam rupiah.

Di Flores, mas kawin simbolis alias iseng-iseng macam ini tidak akan pernah terjadi. Belis merupakan urusan yang benar-benar serius, dibahas secara intensif oleh dua keluarga besar, sampai ada deal di antaranya kedua belah pihak.

Belis di Flores Timur adalah gading gajah atau bahasa daerahnya BALA. [Di Flores lain juga belis sangat ditekankan, hanya wujudnya berbeda.] Aneh bin ajaib, Flores Timur yang tak punya seekor pun gajah sejak tempo doeloe mensyarakatkan gading (bala) sebagai belis. Mungkin, karena superlangka inilah, nenek moyang menjadikannya sebagai mahar atau mas kawin.

Jauh sebelum pernikahan, digelar KODA KIRING alias pertemuan adat di antara keluarga besar wanita dan pria. Yang terlibat adalah keluarga besar (fam/suku/marga), bukan orang tua kandung saja seperti di Jawa dan tempat-tempat maju lain di Tanah Air. Biasanya, KODA KIRING ini digelar sepanjang malam, beberapa hari, sampai ada kesepakatan.

Waktu kecil saya kerap nguping pembicaraan mereka sambil menikmati makanan enak. Suasana rata-rata tegang, menjurus panas, karena pihak perempuan (OPU LAKE) meminta call yang tinggi. Gebrak meja adalah hal biasa, apalagi para pemuka adat menenggak tuak selama rapat berlangsung.

OPU LAKE menginginkan BALA alias gading kualitas terbaik, setidaknya setara dengan gading yang dulu diterima ibu calon mempelai wanita. Tak boleh lebih rendah. Mereka yang derajatnya tinggi, umumnya menuntut belis mahal. Panjangnya sekian, diameter sekian, mulus, jumlahnya sekian.

Pihak keluarga pria (ANA OPO) dalam posisi tertekan. Mengalah. Kata-katanya halus. Cenderung merayu. Minta agar call dari OPU LAKE tadi diturunkan. Rapat hari pertama lazimnya deadlock, karena OPU LAKE ngotot jaga gengsi. Lalu, disepakati rapat adat kedua, ketiga, keempat… dan seterusnya.

Jika kedua belah pihak tetap tidak mau mengalah, bukan tak mungkin pembicaraan soal belis (BALA) ini berlangsung beberapa bulan. Sering terjadi rapat adat terus-menerus buntu sehingga calon mempelai patah semangat: putus hubungan atau melarikan diri ke Malaysia. Tragis!

Kalau belis BALA ini sudah disepakati, barulah persoalan tetek-bengek lain dirancang. Misalnya, kewajiban-kewajiban kedua belah pihak, bentuk pesta seperti apa, PENANG atau antaran, kambing-babi (atau sapi), hingga jadwal pernikahan. Pihak gereja baru diberi tahu ihwal rencana pernikahan setelah persoalan adat-istiadat ini beres.

“Jangan sampai setelah menerima sakramen pernikahan di gereja masih ada utang masalah adat. Kasihan keluarga mereka,” ujar almarhum Pastor Petrus Maria Geurtz, S.V.D. [RIP].

Dalam kenyataan, persoalan gading ini tetap menyisakan masalah bagi pasangan pengantin tertentu. Keluarga wanita yang tadinya mengalah, bisa memahami kemampuan laki-laki, tiba-tiba terprovokasi untuk meminta belis yang lebih berkualitas. Secara adat memang dibenarkan.

Bagaimana kalau tidak bisa membayar belis? Wah, si pria itu bakal terus menjadi ‘tawanan’ keluarga wanita selama utangnya tidak dibayar. Dia harus mengabdi kepada OPU LAKE yang telah merelakan anaknya untuk dinikahi.

Soal belis atau mahar atau mas kawin BALA (gading) ini terlalu njelimet untuk dipahami orang-orang di luar Flores Timur. Sejarahnya begitu panjang. Begitu banyak misionaris, pastor lokal, pemerintah, meminta agar persoalan ini disederhanakan. Boleh ada belis, tapi jangan terlalu kaku ala orang-orang zaman 1950-an hingga 1970-an awal. Toh, tradisi yang sudah berurat berakar ini tidak bisa dihapus begitu saja.

Sejak tahun 1980-an anak-anak muda Lembata atau Flores Timur banyak yang hijrah ke tempat lain untuk sekolah, kuliah, atau bekerja. Tak sedikit yang tinggal di Jawa seperti saya. Di tempat baru ini lingkungannya berbeda, adat lain, tradisi lama di kampung halaman tak bisa dilaksanakan begitu saja. Beberapa teman saya mengaku sangat menikmati pernikahannya dengan gadis-gadis Jawa: prosedur mudah, tidak pakai BALA, semua serba efisien.

Di Jakarta yang begitu moderen sekalipun keluarga besar Flores tidak ingin melupakan tradisi adatnya begitu saja. Semua prosedur dilaksanakan meskipun tidak seheboh kalau pesta pernikahan itu digelar di LEWOTANAH, kampung halaman.

***

Perang Bubat

Perang Bubat adalah perang yang terjadi pada tahun 1279 Saka atau 1357 M pada abad ke-14, yaitu di masa pemerintahan raja Majapahit Hayam Wuruk. Perang terjadi akibat perselisihan antara Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit dengan Prabu Maharaja Linggabuana dari Kerajaan Sunda di Pesanggrahan Bubat, yang mengakibatkan tewasnya seluruh rombongan Sunda. Sumber-sumber rujukan tertua mengenai adanya perang ini terutama adalah Serat Pararaton serta Kidung Sunda dan Kidung Sundayana yang berasal dari Bali.

Rencana Pernikahan
Peristiwa Perang Bubat diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Konon ketertarikan Hayam Wuruk terhadap putri tersebut karena beredarnya lukisan sang putri di Majapahit; yang dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman pada masa itu, bernama Sungging Prabangkara.

Menurut catatan sejarah Pajajaran oleh Saleh Danasasmita serta Naskah Perang Bubat oleh Yoseph Iskandar, niat pernikahan itu adalah untuk mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara Majapahit dan Sunda. Raden Wijaya yang menjadi pendiri kerajaan Majapahit dianggap keturunan Sunda dari Dyah Lembu Tal dan suaminya yaitu Rakeyan Jayadarma, raja kerajaan Sunda. Hal ini juga tercatat dalam Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa II sarga 3.Dalam Babad Tanah Jawi, Raden Wijaya disebut pula dengan nama Jaka Susuruh dari Pajajaran. Meskipun demikian, catatan sejarah Pajajaran tersebut dianggap lemah kebenarannya, terutama karena nama Dyah Lembu Tal adalah nama laki-laki.

Alasan umum yang dapat diterima adalah Hayam Wuruk memang berniat memperistri Dyah Pitaloka dengan didorong alasan politik, yaitu untuk mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda. Atas restu dari keluarga kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka. Upacara pernikahan rencananya akan dilangsungkan di Majapahit. Pihak dewan kerajaan Negeri Sunda sendiri sebenarnya keberatan, terutama Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati. Ini karena menurut adat yang berlaku di Nusantara pada saat itu, tidak lazim pihak pengantin perempuan datang kepada pihak pengantin lelaki. Selain itu ada dugaan bahwa hal tersebut adalah jebakan diplomatik Majapahit yang saat itu sedang melebarkan kekuasaannya, diantaranya dengan cara menguasai Kerajaan Dompu di Nusa Tenggara.

Linggabuana memutuskan untuk tetap berangkat ke Majapahit, karena rasa persaudaraan yang sudah ada dari garis leluhur dua negara tersebut. Linggabuana berangkat bersama rombongan Sunda ke Majapahit dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat.

Kesalahpahaman:

Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit. Menurut Kidung Sundayana, timbul niat Mahapatih Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda. Gajah Mada ingin memenuhi Sumpah Palapa yang dibuatnya pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta, sebab dari berbagai kerajaan di Nusantara yang sudah ditaklukkan Majapahit, hanya kerajaan Sunda lah yang belum dikuasai.
Dengan maksud tersebut, Gajah Mada membuat alasan oleh untuk menganggap bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat adalah bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit. Gajah Mada mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai pengantin, tetapi sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan pengakuan superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara. Hayam Wuruk sendiri disebutkan bimbang atas permasalahan tersebut, mengingat Gajah Mada adalah Mahapatih yang diandalkan Majapahit pada saat itu.

Gugurnya rombongan Sunda:

Kemudian terjadi insiden perselisihan antara utusan Linggabuana dengan Gajah Mada. Perselisihan ini diakhiri dengan dimaki-makinya Gajah Mada oleh utusan Negeri Sunda yang terkejut bahwa kedatangan mereka hanya untuk memberikan tanda takluk dan mengakui superioritas Majapahit, bukan karena undangan sebelumnya. Namun Gajah Mada tetap dalam posisi semula.

Belum lagi Hayam Wuruk memberikan putusannya, Gajah Mada sudah mengerahkan pasukannya (Bhayangkara) ke Pesanggrahan Bubat dan mengancam Linggabuana untuk mengakui superioritas Majapahit. Demi mempertahankan kehormatan sebagai ksatria Sunda, Linggabuana menolak tekanan itu. Terjadilah peperangan yang tidak seimbang antara Gajah Mada dengan pasukannya yang berjumlah besar, melawan Linggabuana dengan pasukan pengawal kerajaan (Balamati) yang berjumlah kecil serta para pejabat dan menteri kerajaan yang ikut dalam kunjungan itu. Peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Linggabuana, para menteri, pejabat kerajaan beserta segenap keluarga kerajaan Sunda. Raja Sunda beserta segenap pejabat kerajaan Sunda dapat didatangkan di Majapahit dan binasa di lapangan Bubat.

Tradisi menyebutkan sang Putri Dyah Pitaloka dengan hati berduka melakukan bela pati, bunuh diri untuk membela kehormatan bangsa dan negaranya. Tindakan ini mungkin diikuti oleh segenap perempuan-perempuan Sunda yang masih tersisa, baik bangsawan ataupun abdi. Menurut tata perilaku dan nilai-nilai kasta ksatriya, tindakan bunuh diri ritual dilakukan oleh para perempuan kasta tersebut jika kaum laki-lakinya telah gugur. Perbuatan itu diharapkan dapat membela harga diri sekaligus untuk melindungi kesucian mereka, yaitu menghadapi kemungkinan dipermalukan karena pemerkosaan, penganiayaan, atau diperbudak.

Akibat

Tradisi menyebutkan bahwa Hayam Wuruk meratapi kematian Dyah Pitaloka. Hayam Wuruk menyesalkan tindakan ini dan mengirimkan utusan (darmadyaksa) dari Bali – yang saat itu berada di Majapahit untuk menyaksikan pernikahan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka – untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati yang menjadi pejabat sementara raja Negeri Sunda, serta menyampaikan bahwa semua peristiwa ini akan dimuat dalam Kidung Sunda atau Kidung Sundayana (di Bali dikenal sebagai Geguritan Sunda) agar diambil hikmahnya. Raja Hayam Wuruk kemudian menikahi sepupunya sendiri, Paduka Sori.

Akibat peristiwa Bubat ini, dikatakan dalam catatan tersebut bahwa hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang. Gajah Mada sendiri menghadapi tentangan, kecurigaan, dan kecaman dari pihak pejabat dan bangsawan Majapahit, karena tindakannya dianggap ceroboh dan gegabah. Ia dianggap terlalu berani dan lancang dengan tidak mengindahkan keinginan dan perasaan sang Mahkota, Raja Hayam Wuruk sendiri. Peristiwa yang penuh kemalangan ini pun menandai mulai turunnya karier Gajah Mada, karena kemudian Hayam Wuruk menganugerahinya tanah perdikan di Madakaripura (kini Probolinggo). Meskipun tindakan ini nampak sebagai penganugerahan, tindakan ini dapat ditafsirkan sebagai anjuran halus agar Gajah Mada mulai mempertimbangkan untuk pensiun, karena tanah ini letaknya jauh dari ibu kota Majapahit sehingga Gajah Mada mulai mengundurkan diri dari politik kenegaraan istana Majapahit. Meskipun demikian, menurut Negarakertagama Gajah Mada masih disebutkan nama dan jabatannya, sehingga ditafsirkan Gajah Mada sendiri tetap menjabat Mahapatih sampai akhir hayatnya (1364).

Tragedi ini merusak hubungan kenegaraan antar kedua negara dan terus berlangsung hingga bertahun-tahun kemudian, hubungan Sunda-Majapahit tidak pernah pulih seperti sedia kala. Pangeran Niskalawastu Kancana — adik Putri Pitaloka yang tetap tinggal di istana Kawali dan tidak ikut ke Majapahit mengiringi keluarganya karena saat itu masih terlalu kecil — menjadi satu-satunya keturunan Raja yang masih hidup dan kemudian akan naik takhta menjadi Prabu Niskalawastu Kancana. Kebijakannya antara lain memutuskan hubungan diplomatik dengan Majapahit dan menerapkan isolasi terbatas dalam hubungan kenegaraan antar kedua kerajaan. Akibat peristiwa ini pula, di kalangan kerabat Negeri Sunda diberlakukan peraturan larangan estri ti luaran, yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda, atau sebagian lagi mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak Majapahit. Peraturan ini kemudian ditafsirkan lebih luas sebagai larangan bagi orang Sunda untuk menikahi orang Jawa.

Tindakan keberanian dan keperwiraan Raja Sunda dan putri Dyah Pitaloka untuk melakukan tindakan bela pati (berani mati) dihormati dan dimuliakan oleh rakyat Sunda dan dianggap sebagai teladan. Raja Lingga Buana dijuluki “Prabu Wangi” (bahasa Sunda: raja yang harum namanya) karena kepahlawanannya membela harga diri negaranya. Keturunannya, raja-raja Sunda kemudian dijuluki Siliwangi yang berasal dari kata Silih Wangi yang berarti pengganti, pewaris atau penerus Prabu Wangi.

Beberapa reaksi tersebut mencerminkan kekecewaan dan kemarahan masyarakat Sunda kepada Majapahit, sebuah sentimen yang kemudian berkembang menjadi semacam rasa persaingan dan permusuhan antara suku Sunda dan Jawa yang dalam beberapa hal masih tersisa hingga kini. Antara lain, tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, di kota Bandung, ibu kota Jawa Barat sekaligus pusat budaya Sunda, tidak ditemukan jalan bernama “Gajah Mada” atau “Majapahit”. Meskipun Gajah Mada dianggap sebagai tokoh pahlawan nasional Indonesia, kebanyakan rakyat Sunda menganggapnya tidak pantas akibat tindakannya yang dianggap tidak terpuji dalam tragedi ini.

Hal yang menarik antara lain, meskipun Bali sering kali dianggap sebagai pewaris kebudayaan Majapahit, masyarakat Bali sepertinya cenderung berpihak kepada kerajaan Sunda dalam hal ini, seperti terbukti dalam naskah Bali Kidung Sunda. Penghormatan dan kekaguman pihak Bali atas tindakan keluarga kerajaan Sunda yang dengan gagah berani menghadapi kematian, sangat mungkin karena kesesuaiannya dengan ajaran Hindu mengenai tata perilaku dan nilai-nilai kehormatan kasta ksatriya, bahwa kematian yang utama dan sempurna bagi seorang ksatriya adalah di ujung pedang di tengah medan laga. Nilai-nilai kepahlawanan dan keberanian ini mendapatkan sandingannya dalam kebudayaan Bali, yakni tradisi puputan, pertempuran hingga mati yang dilakukan kaum prianya, disusul ritual bunuh diri yang dilakukan kaum wanitanya. Mereka memilih mati mulia daripada menyerah, tetap hidup, tetapi menanggung malu, kehinaan dan kekalahan.

***

Pria 24 tahun kencani wanita 44 tahun, tertangkap bugil di Aceh

Penerapan syariat Islam di Aceh rupanya tak menjamin negeri serambi Mekkah itu bebas dari bisnis prostitusi. Sebab, masih saja ada germo dan warga yang berbuat mesum.

Hari ini, petugas Satpol PP-WH Kota Banda Aceh berhasil mengamankan seorang germo bersama satu pasangan yang sedang mesum di salon Aslina yang terletak di Merduati Banda Aceh. Pasangan mesum dan germo tersebut langsung diamankan ke kantor Satpol PP-WH Banda Aceh untuk diminta keterangan lebih lanjut.

Identitas pria dan perempuan yang berbuat mesum itu adalah RL pria berusia 24 tahun dan Rosa berusia 44 tahun. Sedangkan germo yang juga ikut diamankan berinisial HE berusia 35 tahun.

Menurut keterangan Kasi Penegak Peraturan Syariat Islam Satpol WH Banda Aceh, Effendi, penangkapan ini bermula atas kecurigaan warga sekitar bahwa ada seorang pria yang masuk dalam salon.

"Ini laporan dari warga curiga dengan gerak-gerik seorang pria masuk dalam salon, maka langsung dilaporkan pada petugas dan langsung kita bergerak," kata Effendi yang didampingi oleh penyidik Zatwan dalam ruang kerjanya, Kamis (28/11).

Saat ditangkap sekitar pukul 11.45 WIB, keduanya sudah setengah telanjang. Pasangan tersebut sudah tidak lagi menggunakan celana. Mengetahui ada petugas datang, pasangan mesum tersebut langsung bersembunyi di bawah tangga yang ada di lantai 1 di toko salon tersebut.

Menurutnya, Rosa sudah pernah ditangkap oleh petugas sebelumnya. Saat ini, Rosa kembali tertangkap dengan kasus yang sama. Oleh karena itu, kita akan tindak sesuai dengan hukum yang berlaku.

Sedangkan untuk pemilik usaha, katanya, juga akan dilakukan penindakan yang tegas. Karena telah melanggar Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Pasal 6 ayat 1 tentang khalwat dan mesum.

"Pasal 6 ayat 1 itu berbunyi 'setiap orang/badan usaha dilarang memberikan fasilitas yang melanggar Syariat Islam," tukasnya.

Dalam waktu dekat pihaknya akan meminta untuk disegel tempat usaha tersebut. Sebab, sudah jelas tempat usaha tersebut melanggar aturan yang ada. "Kita akan segel tempat usaha itu, karena memang salon itu tidak ada izin," imbuhnya.

PNS sedang mesum dengan PSK bertarif Rp 350 ribu diciduk polisi

Gabungan aparat Polres, Sub Denpom serta Satpol PP Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, melakukan razia pada Sabtu (14/12) malam. Dua pasangan yang diduga melakukan perbuatan mesum ditangkap di Kota Baturaja.

"Razia tersebut dilaksanakan dari pukul 21.00- 00.00 WIB dengan sasaran warnet, tempat karaoke dan panti pijat," kata Kapolres Ogan Komering Ulu (OKU), AKBP Mulyadi SIk MH di Baturaja, Minggu (15/12). Demikian dilansir dari Antara.

Menurut Mulyadi, saat mendatangi salah satu hotel di kawasan Sukajadi, polisi mendapati dua pasangan yang diduga melakukan perbuatan asusila. Keduanya adalah Hen (35) karyawan di PT Minanga Ogan dengan pasangannya, Dev (30) warga Sukajadi.

Selain itu, petugas juga memergoki seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang menjabat sebagai Sekretaris Desa Pulau Panggung, Muaraenim Mel (53). Oknum PNS ini sedang asyik bermesraan dengan Li (24). Pasangan yang dipesannya dengan tarif Rp 350 ribu.

Kemudian, polisi juga mengamankan tiga orang karyawan Cafe Cinta yang tidak memiliki identitas seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sebelum menyusuri sejumlah penginapan dan tempat hiburan malam, jajaran Polres OKU bersama Sub Denpom dan Satpol PP melakukan razia sepeda motor di seputaran Jalan di Baturaja, ibu kota Kabupaten OKU.

Razia PSK, Pasangan Mesum Kabur Telanjang

Dua pekerja seks komersial (PSK) terpaksa digelandang ke Kantor Satpol PP Kabupaten Kendal lantaran ketangkap basah saat indehoy di warung remang-remang.

Menurut Kasie Penegakan Perda Satpol PP Kendal, Adi Muktianto, saat terjadi razia kedua PSK tersebut sempat melarikan diri, namun berhasil ditangkap setelah dikerjar petugas. Keduanya, kini didata dan diberikan surat peringatan.

Sayangnya, pasangannya seorang lelaki hidup belang berhasil kabur dengan tanpa busana. "Di dalam sebuah kamar kami hanya menemukan pakaian dalam sementara pasangan mesum kabur telanjang,” kata Adi, seperti dilansir beritakendal.com, Kamis (19/12).

Dalam razia ini, Satpol PP Kendal juga mengamankan belasan botol miras. Operasi ini berdasarkan laporan masyarakat kepada pihaknya karena praktek prostitusi di kawasan Pasar Weleri II sudah meresahkan.

"Razia ini dilakukan setelah ada surat dari sebuah Ormas Islam kepada bupati terkait praktek prostitusi dan miras di wilayah Weleri," tukasnya. (ag)

Video Mesum Mahasiswi Kembali Hebohkan Sumenep

Sumenep - Warga Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, dihebohkan dengan beredarnya video mesum yang diduga diperankan oleh mahasiswi dari salah satu akademi kesehatan yang ada disana.

Dalam video mesum berdurasi 10 menit 20 detik itu, pemain wanita mengenakan celana panjang putih dan atasan putih. Baju tersebut mirip dengan seragam salah satu akademi kesehatan di Sumenep.

"Video mesum itu sekarang sudah banyak beredar dari handphone ke handphone milik warga. Yang perempuan terlihat masih mengenakan seragam putih-putih, mirip dengan seragam mahasiswi kesehatan," kata Rofik (23), salah seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Sumenep, Selasa (17/12/13).

Menurutnya, pemain wanita dalam video mesum itu, mirip dengan pemeran wanita dalam video mesum yang sebelumnya sempat beredar, yang mengenakan seragam kuning kecoklatan. Kebetulan, baju kuning kecoklatan yang dikenakan pemain wanita itu juga mirip dengan seragam akademi kesehatan yang sama.

"Kalau dari postur tubuh si pemain perempuan, memang terlihat ada kesamaan dengan video mesum sebelumnya. Cuma kalau yang sekarang menggunakan seragam putih-putih, kalau yang sebelumnya menggunakan seragam kuning kecoklatan," ujarnya..

Dalam video mesum yang diduga direkam menggunakan kamera handphone tersebut, terlihat adegan dua pemeran melakukan hubungan suami istri di sebuah kamar rumah. Pemain melakukan adegan syur itu di tempat tidur sederhana yang terbuat dari kayu bercat coklat. Di kamar itu juga terdapat satu jendela dengan korden warna merah muda.

Sedangkan wajah pemain laki-laki tidak terlalu jelas, karena nyaris tidak pernah menghadap kamera. Wajah pemain laki-laki ini terlihat dari samping. Ia mengenakan atasan kaos warna merah dan sarung warga hijau dengan motif kembang.

Sebelumnya, Sumenep sempat dihebohkan dengan beredarnya video mesum "Wawan Bergoyang" yang diduga diperankan petugas puskesmas.[bay]

10 Perwakilan Negara Kerajaan Akan Ramaikan Kirab Budaya

Jakarta - Pemprov DKI menyelenggarakan acara pagelaran agung Keraton Se Dunia dengan menghadirkan 10 perwakilan dari negara-negara sahabat. Mereka pun nantinya akan mengenakan pakaian khas negara mereka pada kirab budaya.

"Untuk kereta kerajaannya memang belum bisa didatangkan tahun ini. Tapi 10 perwakilan negara sahabat akan ikut dalam kirab budaya nanti," kata Kepala Dinas Pariwisata DKI, Arief Budiman saat dihubungi detikcom, Kamis (5/12/2013).

Ke sepuluh perwakilan tersebut adalah Filipina, Singapura, Jepang, Brunei, Afrika Selatan, Malaysia, Inggris, Portugal, Norwegia dan Denmark. Sekitar 80 kereta didatangkan dari keraton Yogyakarta dan Solo untuk pagelaran kali ini.

"Mereka nanti akan mengenakan pakaian khas kerajaan di negara mereka dan naik kereta keraton untuk kirabnya," lanjutnya.

Tak hanya itu, untuk memberikan nuansa keraton yang kental, nantinya akan hadir prajurit-prajurit keraton sebagai pagar betis kereta-kereta ini. Berbagai kesenian tradisional beberapa daerah di Indonesia pun akan menghibur masyarakat Jakarta mulai esok hari dan Sabtu.

Kirab budaya sendiri akan dilaksanakan pada hari Minggu (8/12) sekitar pukul 15.00 WIB. Rombongan akan bertolak dari Monas menuju jalan Medan Merdeka Utara- Medan Merdeka Barat- Medan Merdeka Selatan.

Selama acara kirab berlangsung, Arie berharap jika masyarakat yang datang menyaksikan dapat bersama-sama menjaga kenyamanan dengan tertib berada diluar barikade yang akan dibuat.

"Ini kan mengikutkan negara sahabat. Ya kita butuh kesadaran masyarakat juga. Jangan sampai terlalu antusias sampai membuat rombongan tidak nyaman," pungkasnya.

Gambang Orkestra Jadi Pelestarian Budaya Betawi

Jakarta - Pertunjukan seni perpaduan antara Gambang Kromong dan Orkestra modern menjadi hiburan yang menarik dinikmati. Lebih dari itu, kolaborasi kedua jenis musik yang berbeda massa itu termasuk bentuk pelastarian budaya Betawi di era modernisasi.

Seperti yang terlihat dalam pementasan Pagelaran Gambang Orkestra di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Senin (2/12/2013) malam lalu. Kesenian gambang kromong yang dibawakan melalui orkestra menjadi hiburan masyarakat Ibukota.

Beberapa lagu ciptaan musisi legendari asal Betawi, alm Benyamin Sueb yang diaransemen ulang dan dipadukan aliran musik rock, jazz maupun blues menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Kualitas penyanyi jadi pembuktian.

Komproser Orkestra Chandra Buana, Jassin Burhan mengatakan, penampilan penyanyi dalam gambang orkestra cukup menentukan. "Kemampuan sang penyanyi dibutuhkan dalam event ini," kata Jassin.

Lebih lanjut, Jassin mengatakan, meski pembawaan pertunjukan dilakukan secara orkestra namun, apa yang disajikan merupakan perwujudan dari pelestarian budaya lokal, dalam hal ini budaya Betawi.

"Kita berterimakasih kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI yang telah mendukung pertunjukan ini. Para pekerja seni mendapat kesempatan yang baik menampilkan kemampuan terbaiknya menghibur masyarakat," kata Jassin Burhan.

Sementara itu Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Ahmad Ghozali menegaskan, pagelaran Gambang Orkestra di TIM beberapa waktu lalu, merupakan upaya pelestarian kesenian Betawi yang telah diintruksikan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi).

Tak hanya itu, melalui pertunjukan kesenian Betawi ini, Pemerintah Provinsi memberikan apresiasi terhadap para seniman Betawi yang sudah lama eksis.

"Pentas Gambang Orkestra ini tujuannya untuk mengapresiasi para seniman Betawi. Juga memenuhi amanat UU No 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah DKI Jakarta sebagai ibukota yang memiliki kewajiban membina seni budaya Betawi dan kesenian lain dari luar daerah," ucap Ghozali.

Lebih lanjut Ghozali menambahkan, sebagai event yang bertujuan melestarikan kesenian asli daerah, makan pihaknya akan menjadikan kegiatan ini sebagai agenda rutin untuk memberi kesempatan kepada para aktifis seni budaya Betawi.

Seperti diketahui, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI sukses menggelar pertunjukan Gambang Orkestra di Gedung Theater Besar TIM, Senin (2/12/2013) lalu. Dalam ajang tersebut turut menampilkan sejumlah seniman besar, diantaranya Adi Bing Slamet, Widhi AB Three, Ajul ’Jiung’, Zee Zee Shahab dan mantan Vokalis Edane Ecky Lamoh.

Kirab Budaya Raja Nusantara Digelar Minggu di Monas

Jakarta - Kirab budaya raja-raja Nusantara dalam rangkaian Pagelaran Agung Keraton se-Dunia "World Royal Heritage Festival" akan digelar pada Minggu (8/12) di kawasan Monumen Nasional (Monas).

Para raja dan sultan yang mengenakan pakaian kebesaran kerajaan akan diarak menggunakan 30 kereta kencana dalam kirab budaya yang juga akan diikuti oleh para pangeran, ratu, putri, penglisir, panembahan dan pemangku adat itu.

Kirab akan dimulai pukul 15.00 WIB dengan rute dari Silang Monas Timur Laut lalu ke Jalan Medan Merdeka Utara, Lintas Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Medan Merdeka Selatan, Lintas Balai Kota, dan berakhir di Silang Monas Tenggara.

"Kirab dibuka dengan pataka atau simbol-simbol kerajaan, lalu ada kentongan yang merupakan simbol komunikasi," kata Kanjeng Pangeran Haryo Adipati Djoyonagoro dari Forum Silaturahmi Keraton Nusantara.

"Lalu ada jaran kepang dan jathilan, prosesi Boyong Kedhaton yang merupakan prosesi yang dilakukan Pakubuwono II saat memindahkan keraton dari Kartosuro ke Solo," kata Haryo di Balai Kota.

Budaya Badui Potensi wisata dunia

Lebak, Banten - Tokoh muda Lebak Akhmad Kusaeni mengatakan budaya Badui yang berlokasi di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Banten bisa dijadikan wisata dunia sehingga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah.

"Kita memiliki kawasan Badui yang bisa dijadikan objek wisata sejarah dunia dan budaya orang-orang asli," kata Direktur Pemberitaan Perum LKBN Antara Akhmad Kusaeni saat menghadiri Hari Jadi Lebak ke-185 di Rangkasbitung, Senin.

Ia mengatakan, pemerintah daerah ke depan nantinya membangun pusat wisata budaya Badui. Di sana dibangun infrastruktur, hotel dan pusat perdagangan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Sebab Lebak memiliki kelebihan dibandingkan Singapura karena terdapat kawasan suku Badui.

Selama ini, kata Kusaeni, konservasi Badui belum dimanfaatkan untuk kepentingan wisata sebagaimana kawasan Aborigin di Australia, suku Amish di Amerika Serikat, atau suku Incha di Manchu Pichu Peru.

Membangun wisata sejarah Badui menjadi objek wisata dunia bukan mengada-ada. Ini bisa dikaitkan dengan konsep konservasi Jembatan Selat Sunda (JSS).

Kalau di Lampung dibangun kawasan konservasi Tambling, maka kita bisa minta konsesi kepada pengembangan JJS untuk membangunkan konservasi Badui.

"Saya kenal baik dengan penggagas JJS, saya bisa bantu sambungin untuk menyampaikan gagasan ini," katanya.

Menurut Kusaeni, semuanya berawal dari mimpi dan impian itulah yang diihtiarkan jadi kenyataan. Kita harus berani bermimpi, dan mimpi harus besar.

Jangan setengah-setengah. Kalau saja Wright bersaudara tidak bermimpi bahwa manusia bisa terbang seperti burung, tidak mungkin kita menemukan pesawat terbang.

Kalau saja raja-raja Majapahit tidak bermimpi memiliki sebuah monumen yang menjadi warisan mereka, maka tidak mungkin ada Candi Borobudur.

"Bermimpilah untuk segala kebaikan untuk Lebak, maka itu akan terjadi. Man jada wajadda," katanya.

Ia menyebutkan, untuk semua itu bisa terjadi, kuncinya adalah pendidikan. Contohlah Jepang.

Ketika bom atom menghancurkan Hirosima dan Nagasaki, pertanyaan pertama Kaisar Jepang adalah: "Berapa banyak guru yang selamat, berapa banyak sekolah yang tidak hancur"?

Itu suatu bukti, bahwa kaisar ingin membangun kembali Jepang dari kehancuran melalui pendidikan.

Dan dalam waktu singkat Jepang berhasil bangkit kembali.

"Kami memberikan apresiasi terhadap Dinas Pendidikan Lebak dengan membuka sekolah-sekolah baru untuk meningkatkan sumber daya manusia," demikian Kusaeni.

Campursari Tampil Gemilang di Negara Tetangga

Kuching, Malaysia - Kesenian tradisional Jawa (Campursari Kinaryo Laras) tampil gemilang dalam Pesta Pukulan Gendang Enik Nusantara 2013 di Malaysia. Penampilan grup ini mendapatkan sambutan baik dari Dewan Bandaraya Kuching Utara (DBKU), belum lama ini yang dilaksanakan di Gondown Amphitheatre Waterfront.

Ketua Grup Campursari Kinaryo Laras, Sadimo Yitno Poerbowo merasa tersanjung atas jamuan dari negara tetangga tersebut. “Kehadiran kita di sana hanya sebaga2i tamu undangan. Tapi di sana kita mendapatkan pelayanan sangat baik. Ini merupakan suatu kehormatan bagi Capursari Kinaryo Laras bisa menampilkan pentas seni tradisonal di sana untuk pertamakali,” ujar dia, Selasa (3/12).

Sadimo menilai kegiatan pentas kesenian dan budaya yang dilaksankan Malaysia sangat luar biasa. Pementasan kesenian yang digelar itu tampil meriah. Banyak tamu undangan dari lokal dan mancanegara ikut serta menyaksikan pementasan kesenian tradisional nusantara tersebut. Dia menyampaikan secara keseluruhan pementasan kesenian tradisional nusantara di sana diikuti sembilan kontingen dari perwakilan setiap daerah. Setiap kontestan tampil membawakan beberapa kesenian Melayu, kesenian Dayak, dan kesenian Jawa.

Pementasan kesenian dari perwakilan Indonesia ada dua grup yang hadir. Grup Campursari Kinaryo Laras dan Grup Pinang Sikayoh Mempawah. Kedua kontingen ini mendapatkan undangan resmi dari DBKU dan persetujuan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching.

“Kita berangkat dengan undangan resmi. Setelah sampai di sana pihak KJRI, Gondosoemarto Wibisono membantu menyediakan akomodasi. Sedangkan konsumsi dan trasportasi dan penginapan selama di Kuching disediakan oleh panitia,” jelas Sadimo.Penata musik Campursari Kinaryo Laras, Erlan Suparlan menambahkan semua peserta yang tampil sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Sedangkan dari Campursari Kinaryo Laras menampilkan kolaborasi tiga etnis yakni kesenian Bali, Jawa dan Sunda.

“Kita menampilkan tiga seni etnis sekaligus. Kita gabungkan menjadi satu arensemen menarik. Ketiganya itu kita bawakan dalam satu pementasan. Semuanya tampil dengan kerakteristik sesuai dengan alunan gemelan, gendang, angklung dan ditemani dua sinden,” jelas dia salah satu penggiat musik etnis Jawa yang bertempat di Kota Pontianak.

Erlan menyampaikan selain pementasan seni dan budaya, tim ini berkesempatan melakukan workshop alat musik daerah saat berada disana. Hasil pameran tersebut ternyata menarik perhatian dan minat pengunjung yang membeli.

Ia juga mengatakan ternyata di Malaysia tradisi kesenian kebudayaan Jawa dilestarikan dan diperingati setiap setahun sekali. Anehnya, tradisi budaya Jawa disana sudah lebih dahulu diperingati ketimbang dari Indonesia. “Di Malaysia sebelum Indonesia merdeka, seni budaya Jawa di sana sudah diperingati ke 100 tahun. Tapi di negeri sendiri nilai kesenian budaya kurang terlestarikan dengan baik,” ungkap Erlan heran.

Penggiat kesenian budaya nusantara tersebut merencanakan selesai Pesta Pukulan Gendang Etnik Nusantara 2013 di Malaysia. Ia dan besama tim yang lainnya akan kembali menghadiri undangan di negara tetangga tersebut. “Rencananya grup kita akan hadir lagi dalam kegiatan Rainforest Musik Festival di Kuching, Juni 2014. Setelah itu kita juga di undang pada festival musik etnis di Trengganu, Oktober 2014 mendatang,” ungkap Erlan rencana kedepannya agar musik nusantara Indonesia dapat dikenal negara tentangga dan tamu undangan dari mancanegara.

-

Arsip Blog

Recent Posts