Korupsi APBD Garut Disidangkan

Garut - Sidang kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Garut tahun 2001 hingga 2003, Selasa (16/5), mulai digelar di Pengadilan Negeri Garut dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum.

Sidang melibatkan 17 orang Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Garut periode 1999-2004, tetapi seorang telah meninggal. Dari ke-16 orang itu empat di antaranya masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Garut yang aktif pada periode 2004- 2009, sedangkan sisanya tidak.

Oleh karena itu, sidang pun dibagi dua. Pertama, sidang bagi empat anggota DPRD yang masih aktif, yaitu Kohar Somantri, Yayat Hidayat, Barman Sachyana, dan Haryono. Kedua, sidang bagi Wawan Syafei, Wan Gunawan Husen, Aun Safari, Ihat Kadar Solihat, Dadan Slamet, Misbach Somantri, Atang Masgun, Nano Suratno, Usep Mansur, Endang Abdul Karim, Enas Mabarti, dan Abdurahman.

Jaksa penuntut umum (JPU) Masril Nurdin SH MH mengatakan, terdapat pembayaran yang tidak benar dan menyimpang dari hukum dalam anggaran DPRD Kabupaten Garut dan Sekretariat DPRD Garut tahun 2001, 2002, dan 2003 sebesar Rp 6.589.013.000.

"Pengeluaran anggaran belanja yang seharusnya didukung bukti-bukti pengeluaran sesuai pos mata anggaran, kenyatannya, yang ada ialah bukti pembayaran pengeluaran uang tunai yang diterima oleh pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Garut," kata Masril.

Tidak patut

Dalam dakwaannya JPU mengungkapkan, pengeluaran DPRD tahun 2001 yang menyimpang sebesar Rp 1.627.153.000, tahun 2002 sebesar Rp 3.414.088.000, dan tahun 2003, Rp 1.547.772.000.

Sementara itu, dari total anggaran yang menyimpang sebesar Rp 6,5 miliar lebih, Kohar Somantri menerima Rp 165.512.100, Yayat Hidayat Rp 132.112.100, Barman Sachyana Rp 114.800.800, dan Haryono Rp 116.998.350.

Masril menambahkan, perbuatan terdakwa tersebut tidak sesuai dengan norma kepatutan jika dibandingkan dengan pendapatan asli daerah Kabupaten Garut. Selain itu, masih banyak desa dan masyarakat miskin di Garut yang seharusnya mendapat perhatian dari para terdakwa.

Atas perbuatannya tersebut, terdakwa diancam dengan hukuman maksimal 20 tahun. (adh)

Sumber : Kompas 17 Mei 2006

Korupsi Rp 6,4 Miliar, Dua Pejabat Diperiksa Dua Pejabat

Laporan Wartawan Kompas M Syaifullah

Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan memeriksa Kepala Badan Pertanahan Nasional Banjarmasin, Iskandar Djamaluddin, dan Kepala Bagian Perlengkapan Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Banjar, Hairul Saleh. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi Rp 6,4 miliar dalam kasus pembebasan lahan tiga hektar, eks Pabrik Kertas di Martapura.

Kasus korupsi itu terkait pembayaran santunan kepada PT Golden Martapura (GM) pada 2002 dan 2003. Saat itu, Iskandar adalah Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Banjar yang ditugaskan sebagai Ketua Panitia Pengembalian dan Pemanfaatan Lahan Kabupaten Banjar.

Iskandar kemudian menjabat Sekretaris Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Kabupaten Banjar. Sedangkan Hairul diperiksa sebagai pimpinan proyek pengadaan tanah tersebut.

Asisten Intilejen Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel, Agus Sutoto, di Banjarmasin, Selasa (16/5), mengatakan, pemeriksaan terhadap kedua pejabat itu dilakukan setelah hampir 20 saksi diperiksa. Pemeriksaan Iskandar dimulai sejak Senin (15/5) sedangkan Hairul Selasa (16/5).

Tim penyidik dipimpin jaksa Effendi Kaliuddin. Tersangka Iskandar didampingi penasehat hukum, Masdari Tasmin.

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Kalsel, Johansyah M, mengaku laporan kasus tersebut sudah lama diterima. Namun, kejaksaan intensif menyelidiki kasus ini setelah menemukan ketidakwajaran dalam pembayaran satunan.

Dana santunan kepada PT GM itu diambil dari pos anggaran perlengkapan APBD Kabupaten Banjar 2002 dan 2003 dengan nilai total Rp 6,4 miliar. Menurut Johansyah, seharusnya pos dana santunan tidak ada.

Alasannya, hak guna usaha (HGU) tahun 2000 yang diberikan kepada PT GM sudah habis. Ketika perpanjangan diajukan, Pemkab Banjar menolak. Gubernur Kalsel Rudy Ariffin belum diperiksa sebagai saksi karena menunggu izin pemeriksaan dari Presiden, 13 April lalu.

Beberapa Kasus Korupsi di Banjarnegara Belum Ditangani

BANJARNEGARA – Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah (Jateng) mendukung upaya Polwil Banyumas dalam mengusut dugaan korupsi di kabupaten setempat. Bahkan, GNPK meminta aparat penegak hukum mengusut kasus lainnya.

Ketua GNPK Banjarnegara Budiyono mengatakan pihaknya telah mengadakan bedah kasus korupsi yang diikuti berbagai elemen di Banjarnegara. ”Dalam bedah kasus yang berlangsung Rabu (10/5) lalu, semua elemen mendukung pengusutan kasus korupsi di Banjarnegara,” tegas Budiyono, Kamis (11/5).

Dalam temuan GNPK, bukan hanya kasus korupsi APBD pada pos tak tersangka (PTT) senilai Rp 1,055 miliar yang kini ditangani Polwil Banyumas, melainkan masih banyak kasus lainnya. ”Di antaranya indikasi dana Rp 1,57 miliar yang tidak jelas peruntukannya serta indikasi penyelewengan keuangan negara juga terjadi pada pos pembebanan premi asuransi jiwa bagi pimpinan dan anggota DPRD dari APBD sebesar Rp 940 juta dalam tahun anggaran 2004,” ujarnya.

Di tempat terpisah, Kepala Subbagian Reserse Kriminal (Kassubag Reskrim) Polwil Banyumas AKP M Ngajib mengatakan, pihaknya saat ini berkonsentrasi dalam menuntaskan dugaan korupsi dana PTT senilai Rp 1,055 miliar. ”Kita masih tangani itu, sehingga indikasi kasus korupsi lainnya belum terpantau,” kata Ngajib.

Sementara itu, pemeriksaan yang dilakukan Polwil Banyumas terhadap lima anggota DPRD Banjarnegara yaitu Sa`adullah, Nuryanto, HM Suparno, M Jufri Ikhsan dan Basri, dilakukan secara berbarengan dengan penyidik berbeda. Mereka masih berstatus saksi.

Jumat (12/5) ini, enam anggota dewan lain yang mendapat giliran dimintai keterangan adalah A Halimi, Sudiro Edi, Ernawati, Amin Maksum, Tuji Hadi dan Hasannudin. ”Polisi akan melanjutkan pemeriksaan Senin (15/5) dengan menghadirkan Ketua DPRD Banjarnegara Sri Ruwiyati, Sutopo, Wahyu Jatmiko, Supono, Wagiman Al Cepot, dan Ambar Prastowo,” katanya. (darmawan)

Sumber: Sinar Harapan, Jumat, 12 Mei 2006

Terganjal Isu Korupsi: Perdagangan Lintas Batas Bengkalis dengan Malaka

Bengkalis—Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, menghidupkan perdagangan lintas batas dengan Negara Bagian Malaka, Malaysia. Salah satu upayanya adalah membangun pelabuhan internasional di Selat Baru, Kecamatan Bantan.

Akan tetapi, pelabuhan internasional yang dibangun dengan biaya Rp 67 miliar itu kini menjadi polemik karena belum ada izin operasi dari Menteri Perhubungan RI. Bahkan, sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bengkalis mencium adanya indikasi korupsi dalam proses pembangunannya. "Melalui Pelabuhan Internasional Selat Baru, perjalanan antara Bengkalis ke Malaysia bisa ditempuh hanya dengan waktu 45 menit hingga satu jam perjalanan laut. Nantinya, masyarakat Malaysia dan Bengkalis bisa bebas berdagang melalui pelabuhan ini," kata Bupati Bengkalis, Syamsurizal, Rabu (3/5) pekan lalu.

Menurut Syamsurizal, pelabuhan internasional yang telah mendapat persetujuan dari Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Negara Bagian Malaka itu akan dilengkapi sarana penunjang, seperti hotel, tempat hiburan, outlet (tempat penjualan) produk-produk lokal, kebun binatang, dan lapangan golf. "Semua berada dalam kawasan wisata Selat Baru," paparnya.

Pelabuhan yang dibangun sejak tahun 2003 itu dalam jangka panjang, menurut Syamsurizal, diharapkan bisa menarik investor masuk ke Bengkalis. Selain Pelabuhan Selat Baru, Pemkab Bengkalis juga membuka pintu masuk dari luar negeri di Teluk Belitung di Pulau Padang, Tanjung Samak di Rangsang, Tanjung Medang di Pulau Rupat, dan Pelabuhan Sungai Pakning, Kecamatan Bukit Batu di Pulau Sumatera.

Proses pembangunan pelabuhan itu kini dipertanyakan sebagian anggota DPRD Bengkalis. Mereka menilai pembangunannya tidak sesuai prosedur pembangunan pelabuhan internasional.

Studi kelayakan

Ketua Komisi III DPRD Bengkalis, Azmi RF, mengatakan, mestinya pelabuhan internasional dibuat berdasarkan studi kelayakan terlebih dahulu. Selain itu, pembangunannya harus mendapat izin dari Menteri Perhubungan (Menhub), kemudian baru dibangun. "Setelah kami tanya ke eksekutif, mereka belum pernah melakukan studi kelayakan. Begitupun dengan izin operasi dari Menhub. Lalu, apa namanya ini jika bukan pemborosan anggaran," katanya.

Menurut Azmi, pelabuhan internasional harus terlebih dahulu mendapatkan penetapan lokasi dari Menhub berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan. Dalam ketentuan itu disebutkan, lokasi pelabuhan ditetapkan menteri setelah mendapatkan rekomendasi pemprov dan pemkab sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

Azmi mengatakan, tidak mungkin meratakan kembali pelabuhan yang sudah dibangun 80 persen itu. Namun, kesalahan prosedur pembangunan tetap harus ditebus dengan mengaudit dan menyelidiki dari awal. "Semua proses pembangunan ini berjalan tidak transparan. Kami sedang mengumpulkan bukti- bukti untuk dilaporkan ke komisi pemberantasan korupsi (KPK)," tutur Azmi.

Menanggapi itu, Syamsurizal menyebutnya sebagai hal yang wajar terjadi dalam sistem pemerintahan yang demokratis. "Mereka belum melihat jauh ke depan, pembangunan pintu masuk luar negeri di Bengkalis sangat penting bagi masyarakat untuk mengejar ketinggalan pembangunan," ujarnya. (ndy)

Sumber: Kompas, Rabu, 10 Mei 2006

Anggota DPRD Malang Diduga Korupsi Proyek Kimbun

Malang—Korupsi dana Kimbun senilai Rp 1,18 miliar dalam proyek pabrik gula mini (PGM) Kigumas oleh Pemerintah Kabupaten Malang, ternyata ikut dinikmati anggota DPRD setempat. Hal ini terungkap dalam sidang perdana korupsi APBD tahun 2004 Pemkab Malang di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Senin (8/5).

Sidang itu mengadili dua terdakwa, yakni mantan Kepala Dinas Perkebunan dan Pertanian (Kadis DPP) Freddy Talahatu dan mantan Kadisbun Hendro Soesanto.
Dalam dakwaan yang dibacakan Kasi Pidum Kejari Kabupaten Malang AM Arifin, sebanyak 17 anggota panitia anggaran DPRD menerima dana Rp 170 juta sebagai pemantau proyek Kigumas.

Dana itu diminta dewan dalam rapat dengar pendapat antara panitia anggaran dengan terdakwa lain Soetarto HP, penanggung jawab pelaksana proyek, dan Nehrudin, asisten II Sekdakab, pertengahan Desember 2003.

Sekda A Santoso yang menerima laporan langsung menyetujui permintaan itu, dan menugaskan Soetarto dan Freddy meminjam uang tersebut kepada H Samian (CV Samijaya). Samian memberikan dana itu dalam bentuk cek BRI Cabang Jl Kawi Kota Malang. Uang itu kemudian dicairkan dan diserahkan Freddy kepada Ketua DPRD Kabupaten Malang Ali Hasan.

Utang ke Samian itu dibayar Freddy menggunakan anggaran biaya operasional pemeliharaan (BOP) Kimbun berbasis tebu TA 2004 sebesar Rp 40 juta. Sisanya Rp 130 juta dilunasi Hendro Soesanto selaku Kadisbun menggantikan Freddy. Dana BOP inilah yang menjadi masalah, karena sebenarnya merupakan dana fiktif yang pembuatannya direkayasa. Misalnya, untuk anggaran perjalanan dinas dan keperluan makanan-minuman yang sebenarnya pengeluarannya tidak ada.

Freddy didakwa tidak bisa mempertanggungjawabkan dana total Rp 873 juta. Rinciannya, selain dana BOP Rp 40 juta, ada dana Rp 259 juta untuk proyek pabrikasi yang ditangani Samian; Rp 489 juta diberikan kepada Ketua LPM Universitas Brawijaya Syamsul Bahri; serta untuk kepentingan pribadi Rp 84 juta. Atas perbuatannya itu Freddy dijerat dakwaan berlapis, Pasal 2:1 UU 35/1999 jo UU 20/2002 tentang Tipikor, jo pasal 55 dan pasal 64 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (eka susanti)

Sumber: Sinar Harapan, Selasa, 09 Mei 2006

Mantan Kasatreskrim Polres Berau Dijerat Korupsi

Mantan Kasatreskrim Polres Berau, AKP Putu Rideng kini tengah terbelit kasus pidana. Terhitung 20 Maret lalu, warga Jl Letjen Suprapto RT 18 Balikpapan Barat ini didakwa jaksa Adji Ariono dan Samsul Hadi telah melakukan korupsi Rp14.318.695.501. Modus kejahatan yang dilakukan Putu, menurut jaksa, dengan cara menetapkan harga pasar (dasar limit) kayu log di bawah standar.

Kejadian ini dilakukan terdakwa semasa ditunjuk menjadi ketua panitia lelang barang bukti kayu sitaan sejumlah 25.992,19 meter kubik kayu berbagai jenis -- milik tersangka Ir Markani, direktur PT Hutan Alam Kalimantan (HAK)-- di Polres Berau, 21 Juni 2004 silam.

Persidangan sendiri sudah berlangsung empat kali dan hari ini, hakim PN Berau rencanannya akan membacakan putusan sela. Beberapa saat setelah pembacaan dakwaan, pengacara terdakwa Yusuf Mustafa dan Ali Munawar langsung membantah klien mereka telah korupsi. Menurut pengacara asal Balikpapan ini, Putu Rideng saat itu tengah menjalankan perintah atasannya, Kapolres Berau AKBP Herman Ismail.

Sebutan ketua panitia lelang, menurut pengacara keliru sebab dalam risalah lelang No 51 Tahun 2004 tak dikenal istilah ketua, yang ada adalah pejabat lelang. Putu juga sebenarnya pemohon lelang (penjual) yang mewakili Polres Berau. Yusuf dan Ali bahkan menuding jaksa sudah menambah jumlah kayu sitaan sebanyak 7.732,18 meter kubik dari yang dilaporkan sebelumnya sejumlah 18.260,01 meter kubik.

Kayu milik PT HAK tersebut disita di Desa Merapun Kecamatan Kelay dan Tanjung Redeb. Penambahan 7.732,18 meter kubik, lanjut pengacara, merupakan barang bukti sitaan di Desa Tanjung Prapat Kecamatan Biduk-Biduk Kabupaten Berau. Padahal kayu asal Tanjung Prapat itu saat dilelang tak ada permasalahan hukum. Sekadar diketahui, selain Putu Rideng, untuk kasus ini 2 Pegawai Negeri Sipil (PNS) yakni Haji Sariansyah --Dinas Kehutanan-- dan Abdul Kadir, pegawai Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi ikut dijerat dengan tuduhan sama, hanya berkasnya terpisah dari Putu Rideng. (pra)

Dishutbun Sinjai Dilapor ke Polisi

Terkait Dugaan Mark-Up Rp 1,2 M

SINJAI--Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun) Kabupaten Sinjai, dilapor ke pihak kepolisian. Laporan tersebut, terkait adanya dugaan penggelebungan anggaran (mark-up) pada proyek pengadaan bibit Rami, senilai Rp1,2 M yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK), TA 2004/2005 lalu.

Hal tersebut, diungkapkan, Ketua Yayasan Asa Nusantara (YAN) Amrullah Amsar, Minggu (7/5).

Menurutnya, pengadaan bibit Rami, yang rencananya akan di tanam di Dua Kecamatan, yakni Kecamatan Sinjai Selatan dan Borong, terjadi spekulasi harga yang dinilai sangat tidak wajar.

"Dalam anggarannya, Dishutbun memasang target Rp1.500-1.750 per stek, yang jumlahnya ratusan stek. Padahal, harga sebenarnya sesuai pesanan dari salah satu daerah di Bogor, Jawa Barat itu, hanya sekitar Rp125 per stek. Berapa besar dana pemerintah yang diselewengkan pada saat itu, bahkan tidak sebanding dengan anggaran yang dikeluarkan untuk proyek tersebut," terang Amrullah.

Selain itu, lanjut Amrullah, Dishutbun Sinjai, diduga juga melakukan mark-up, pada pengadaan mesin penggiling cengkeh, senilai Rp80 juta sebanyak Satu unit. "Kami sudah laporkan kasus tersebut ke Polres Sinjai, yang diterima langsung Kapolres Sinjai, AKBP Tavif Yulianto, dengan nomor 18/FPS/SJ/I/2006, tertanggal 4 Januari 2006, yang berisikan pengaduan atau laporan tentang adanya dugaan mark-up di Dishutbun Sinjai," kata Amrullah.

Sayangnya, kata dia, tanda-tanda tindaklanjut dari laporan itu ke polisi, terkesan lamban. Atas kondisi tersebut, kemudian disusul dengan surat dengan nomor 18/FPS/SJ/II/2005, untuk mempertanyakan proses laporan dan tindaklanjutnya. Hal yang sama juga dikatakan, Ketua LSM, Majelis Amanat Rakyat Sinjai (MARS), Amsul Mappasara, yang mengadvokasi dan mengekspos masalah itu sebelumnya.

Sekedar diketahui, katanya, kasus itu merupakan salah satu rangkaian dari 'target' Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) di Kabupaten Sinjai untuk di tuntaskan. "Sejauh ini, kasus yang melibatkan Kadishutbun Sinjai, Ir Achmad Rasyid dan kaki tangannya, saat ini sudah berada di tangan Timtas Tipikor dan KPK di Jakarta. Untuk itu, kami meminta kepada pihak kepolisian dan kejaksaan, sebagai institusi penegak hukum, agar sesegera mungkin melakukan penahanan terhadap pelaku," ujarnya.

Jika hal itu tidak terwujud tambah dia, maka mulai dari tokoh masyarakat, LSM, mahasiswa dan lembaga independen lainnya di Sinjai, akan turun untuk mendesak aparat, agar mereka yang terlibat harus ditahan," ancam Amsul Mappasara dengan nada tinggi.

Sementara, Kadishutbun Sinjai, Ir Achmad Rasyid, yang berusaha di hubungi dikantornya beberapa kali, tidak berhasil ditemui. Secara terpisah, Kasat Reskrim Polres Sinjai, AKP A Mappijaji, ketika dikonfirmasi membenarkan adanya laporan kedua LSM tersebut.

"Laporannya sudah kami terima sejak beberapa bulan lalu.Yang jelas, sampai saat ini, proses hukumnya tetap berjalan. Bahkan, kami terus melakukan penyelidikan. Dan, apabila ditemukan tanda-tanda kecurangan dalam kasus itu, maka kami akan meningkatkan statusnya ke proses penyidikan lebih lanjut," terang Mappijaji. (*)

Sumber: Ujungpandang Ekspres, Senin, 8 Mei 2006

MA Vonis Terdakwa Kasus Limboto

Jakarta - Mahkamah Agung menjatuhkan vonis empat tahun penjara kepada tiga pelaku korupsi dari Kabupaten Gorontalo, yaitu mantan Kepala Badan Informasi dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Gorontalo Ahmad Sulaiman, pegawai pada kantor Sekretaris Daerah Gorontalo Hamzah Yusuf, dan Kalsum Yusuf. Ketiganya terbukti bersalah mengorupsi dalam kasus penyaluran kredit kepada petani.

Majelis kasasi yang diketuai Ketua Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung (MA), Iskandar Kamil, menghukum ketiganya membayar denda masing-masing sebesar Rp 200 juta dan uang pengganti Rp 422 juta secara tanggung renteng. Apabila uang pengganti tidak dibayar, ketiganya harus menggantinya dengan pidana penjara selama satu tahun. Kasus tersebut mencuat setelah berkas perkara korupsi itu hilang dicuri dari lantai lima Gedung MA. Permohonan kasasi diajukan jaksa, karena Pengadilan Negeri Limboto, membebaskan ketiga terdakwa tersebut. Putusan PN Limboto itu dibatalkan oleh MA.

Sumber: Kompas, 05 Mei 2006

KPK Bidik Enam Kasus di Sinjai

Amsul: Dugaan Kerugian Negara Rp29 M

SINJAI--Niat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri sejumlah dugaan kasus korupsi di Kabupaten Sinjai tidak tanggung-tanggung. Pasalnya, saat ini KPK telah mengetahui adanya Enam Kasus penyelewengan uang negara yang melibatkan sejumlah pejabat di daerah tersebut. Sejumlah kasus itu yang sebelumnya, oleh Forum Penyelamat Sinjai (FPS)mengadukan atas nama LSM Majelis Amanat Rakyat Sinjai (MARS) dengan nomor 178.

MARS/III/2006 tertanggal 15 Desember 2005 lalu perihal terjadinya tindak pidana korupsi sebesar Rp29 miliar lebih yang bersumber dari APBD Sinjai 2004-2005.

Ada beberapa dugaan korupsi yang terjadi di Sinjai periode itu sebanyak kurang lebih Enam item, diantaranya kasus dugaan mark up pengadaan alat-alat kesehatan di RSUD, pengadaan lampu jalan 600 titik, Stu titik senilai Rp8,3 juta, plus pengadaan genset di rumah jabatan bupati, pengadaan kendaraan dinas roda Empat dan roda Dua juga di RSUD, PKPS BBM di 40 desa, dana restitusi PPh 21 senilai Rp3,7 miliar serta kasus dugaan mark up pengadaan mesin pompa air bersih di Pulau IX. "Semua kasus itulah yang sedang dibidik KPK," ungkap Amsul Mappangara pengurus FPS dalam siaran persnya kepada wartawan, Selasa (2/5) kemarin.

Demi penegakan hukum, tanpa pilih kasih, maka Forum Penyelamat Sinjai (FPS) dan MARS sebagai gabungan LSM, ormas dan mahasiswa Sinjai sangat mendukung rencana kedatangan KPK di Sulsel termasuk di Sinjai dalam rangka penuntasan kasus dugaan korupsi tersebut. "Untuk Sinjai, disampaikan kepada masyarakat setempat yakin dan percaya upaya kami untuk memanggil lembaga tersebut sudah di depan mata, Insya Allah," paparnya optimis.

Satu hal mendasar yang ditekankan Amsul dkk atas nama FPS meminta kepada penyidik kejaksaan segera melakukan penahanan terhadap para tersangka. "Kami minta agar semua oknum pejabat yang telah dijadikan tersangka dalam kasus tersebut sekiranya segera dilakukan penahanan. Ini sebagai bentuk adanya kepastian hukum terutama di Sinjai terhadap ulah para koruptor yang kerap merecoki uang negara," pintanya seraya menambahkan aparat kepolisian dan kejaksaan harus proaktif dan bersikap obyektif. (Ran)

Sumber: Ujungpandang Ekspres, Rabu, 3 Mei 2006

KPK segera ke Sinjai

Akibat Merebaknya Kasus Korupsi

SINJAI—Mungkin berita ini agak mengejutkan bagi jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sinjai. Pasalnya, beberapa bulan terakhir, berbagai pengaduan terkait banyaknya dugaan korupsi yang terjadi di daerah tersebut, membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ‘unjuk gigi’.

KPK sendiri yang direncanakan segera melakukan pemeriksaan di Kabupaten Sinjai, dijadwalkan awal Mei mendatang.

“Kami yang tergabung dalam forum penyalemat Sinjai (FPS), sudah mendapat konfirmasi langsung dari Direktorat Pengaduan KPK di Jakarta belum lama ini, mengenai rencana itu. Kedatangan kami juga sekaligus membeberkan sejumlah kasus dugaan korupsi yang terjadi di daerah ini, sejak 2004 sampai dengan 2005 lalu. Bayangkan, dari kasus Sinjai ini negara bahkan mengalami kerugian miliaran rupiah,” ungkap Amsul

Sementara, Mappangara, Ketua LSM Majelis Amanat Rakyat Sinjai (MARS) mengatakan, dari laporan FPS ke KPK itu sendiri, intinya adalah maraknya keganjalan terhadap penyimpangan yang terjadi pada pelaksanaan proyek di pos anggaran pendapatan belanja daerah serta APBN. Bahkan, beberapa kali FPS meyuarakan di hadapan anggota DPRD Sinjai, agar masalah itu mesti menjadi perhatian serius, namun hal itu sulit untuk dilakukan.

“Makanya, untuk lebih memperjelas adanya penyimpangan tersebut, satu-satunya jalan meminta kepada lembaga independen seperti KPK, agar kasus tersebut bisa diungkap apalagi pihak KPK sendiri cukup merespon apa yang menjadi keluhan masyarakat selama ini,” tandasnya.

Sekadar diketahui, FPS bukan sekedar berapriori dalam persoalan ini. Kesimpulannya hanya ingin menyelamatkan Sinjai dari tangan-tangan koruptor semata. “Sejauh ini, jadwal kedatangan KPK ke Sinjai memang belum dipastikan kapan. Hanya saja bukan tidak mungkin mereka turun sifatnya rahasia,” kunci Amsul. (A Imran)

Sumber: Ujungpandang Ekspres, Jumat, 28 April 2006

Ali Mazi Diperiksa Kejaksaan

Jakarta - Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Ali Mazi, menjalani pemeriksaan pertama sebagai tersangka kasus korupsi perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton yang merugikan negara Rp1,9 triliun, Senin (24-4). Usai pemeriksaan yang berlangsung sekitar 6,5 jam itu, Ali Mazi tidak memberikan komentar apa pun.

Menurut O.C. Kaligis, pengacara yang sekaligus mendampingi Ali Mazi menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung (Kejakgung), tim penyidik yang dipimpin Jaksa Daniel Tombe mengajukan 33 pertanyaan dan semuanya dijawab kliennya.

Menurut O.C., Ali Mazi juga menyerahkan sejumlah alat bukti kepada penyidik, antara lain dokumen permohonan perpanjangan HGB serta dokumen HGB yang dikeluarkan Kantor Pertanahan DKI Jakarta.

Menyinggung perpanjangan HGB yang dinilai melanggar ketentuan hak pengelolaan lahan (HPL) sehingga merugikan negara Rp1,9 triliun, O.C. mengatakan perpanjangan itu sudah sesuai dengan ketentuan mengenai HGB.

Di tempat terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejakgung Masyhudi Ridwan mengatakan Ali Mazi menjadi tersangka karena selaku kuasa hukum Direktur Utama PT Indobuild Co., Pontjo Sutowo, Ali Mazi mengurus perpanjangan HGB Hotel Hilton pada 2002.

Masyhudi mengungkapkan Ali Mazi menerima kuasa dari Pontjo Sutowo pada 3 Juli 1999 untuk mengurus perpanjangan HGB No. 26 dan 27. HGB Pada 13 Juni 2002 tersebut diperpanjang Kantor Pertanahan DKI Jakarta dengan masa berlaku 20 tahun, terhitung mulai 4 Maret 2003 sampai 4 Maret 2023. Kemarin, merupakan pemeriksaan pertama Ali Mazi setelah izin dari Presiden dikeluarkan Rabu (12-4). Kasus itu melibatkan empat orang tersangka, yaitu Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Pertanahan DKI Jakarta Robert J. Lumampauw, mantan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Pusat Ronny Kusuma Yudistiro (kini Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Selatan), Direktur Utama (Dirut) PT Indobuild Co. Pontjo Sutowo, dan Ali Mazi. (n U-1)

Sumber: Lampung Pos, Selasa, 25 April 2006

Kapolda Papua Minta Maaf Kepada Bupati Bintuni

Jayapura--Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Irjen Tommy Yacobus menyampaikan permohonan maaf kepada Bupati Kabupaten Teluk Bintuni, Irian Jaya Barat, atas pernyataannya yang salah dimuat di sebuah harian terbitan Jayapura, 16 Mei lalu.

“Pak Kapolda telah sampaikan permohonan maaf secara tertulis kepada Bupati Kabupaten Teluk Bintuni Alfons Manibui,” kata pejabat Humas Pemkab Teluk Bintuni Mukhlis di Jayapura, Selasa.

Mukhlis yang diutus Bupati Alfons Manibui untuk menemui Kapolda Irjen Tommy Yacobus mengklarifikasi pemberitaan SKH Cenderawasih Pos (Cepos) Edisi 16 Mei 2006 yang berjudul Polda Papua Terus Berantas Korupsi.

Dalam pemberitaan itu Kapolda mengatakan Polda sedang menunggu izin pemeriksaan dari Presiden terhadap Bupati Kabupaten Teluk Bintuni, Bupati Raja Ampat M Wanma, dan Bupati Sorong John Piet Wanane.

Di depan Kapolda, Mukhlis menjelaskan, sebagai aparatur negara mendukung upaya Kapolda berantas tindak pidana korupsi sampai ke akar-akar, namun pemberitaan itu meresahkan pejabat dan masyarakat di kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Manokwari itu.

Kapolda perlu mengetahui bahwa RAPBD tahun anggaran 2006 Kabupaten Teluk Bintuni belum dimulai karena masih menunggu pembahasan di DPRD sehingga seluruh program dan pemanfaatan dana tahun anggaran ini belum termanfaatkan kecuali untuk pembayaran gaji pegawai dan kegiatan operasional kantor-kantor saja, sehingga dalam periode pemerintahan yang dipimpin Alfons Manibui belum satu pun tahun anggaran yang terlewati. Sebab, pelantikan bupati dan wakil bupati Teluk Bintuni tanggal 24 November 2005 dan serah terima jabatan tanggal 2 Desember 2005.

“Pemberitaan itu sangat meresahkan pejabat dan masyarakat di Kabupaten Teluk Bintuni, sehingga wartawan diharapkan menyajikan berita-berita yang menyejukkan dan menjaga asas praduga tak bersalah,” kata Mukhlis mengutip penjelasannya kepada Kapolda Papua di Jayapura, Senin (22/5).

Mantan wartawan TVRI Jayapura itu mengemukakan, Kapolda pada kesempatan itu menyampaikan permintaan maaf secara tertulis kepada Bupati Teluk Bintuni karena pemberitaan yang dilansir Cenderawasih Pos terbitan 16 Mei 2006 tidak lengkap dan sangat salah sehingga pantas diklarifikasi pejabat di Teluk Bintuni.

Kapolda menjelaskan, terhadap Bupati Teluk Bintuni, Polda Papua menunggu izin pemeriksaan dari Presiden RI terkait dengan kasus tindak pidana penghinaan terhadap Ras tertentu. Terhadap Bupati Sorong dan Bupati Raja Ampat, Polda Papua sedang menunggu izin pemeriksaan dari Presiden RI terkait kasus tindak pidana di bidang Konservasi Sumberdaya Alam yang dilakukan PT Tiberyas di Pulau Batanta.

Selain itu, terhadap John Tabo, mantan Ketua DPRD Kabupaten Jayawijaya yang saat ini menjabat Bupati Tolikara, Polda Papua sedang menunggu ijin pemeriksaan dari Presiden RI karena menjadi saksi dalam kasus korupsi dengan terdakwa mantan Bupati Jayawijaya David Agustin Hubi.

“Kesemuanya itu tetap berlandaskan asas praduga tak bersalah dalam pemeriksaan nanti. Dengan penjelasan ini selaku Kapolda Papua menyampaikan permohonan maaf atas pemberitaan Cepos tanggal 16 Mei 2006 dan mohon untuk dimaklumi,” tulis Kapolda Irjen Tommy T Yacobus.

Mukhlis mengatakan telah meneruskan permohonan maaf Kapolda itu kepada Bupati Teluk Bintuni Alfons Manibui, namun mengharapkan pers menyajikan berita yang berimbang guna menjaga keutuhan masyarakat, bangsa dan negara ini.

“Media bukan hakim atau polisi, tetapi media menyampaikan apa yang didengar, dilihat dan dirasakan dan bukan sebaliknya membuat berita yang menciptakan konflik, tolong teman-teman menjaga Kode Jurnalistik Indonesia dan UU Pokok Pers Nomor 40 tahun 1999,” pesan Mukhlis.

Sumber: infopapua.com, Rabu, 24 Mei 2006

Wabup Tanah Laut Jadi Tersangka

Banjarmasin, Kompas - Kejaksaan Negeri Tanah Laut menetapkan Wakil Bupati Tanah Laut Ikhsanuddin Husin sebagai tersangka kasus korupsi terkait dugaan penyelewengan anggaran pos Sekretaris Daerah Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, sebesar Rp 480.039.000.

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel Johansyah di Banjarmasin, Jumat (21/4), mengatakan, penetapan Wakil Bupati Tanah Laut sebagai tersangka dilakukan setelah gelar perkara oleh penyidik Kejari Tanah Laut di depan Kepala Kejati Kalsel Armansyah di Banjarmasin, Kamis.

Menurut Johansyah, kasus itu terbongkar dari temuan kejaksaan setempat. Kejaksaan menemukan adanya kejanggalan ketika melakukan pemeriksaan rutin pada laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dari hasil audit BPK, pihak kejaksaan memeriksa sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Tanah Laut. Dari penyelidikan diketahui, uang itu diambil Husin memakai surat memo ke pejabat pemegang kas Sekretariat Daerah Tanah Laut. Dalihnya, uang itu diambil langsung karena bendaharawan wakil bupati lagi sakit.

Pengambilan dilakukan pada 19 Februari 2004-Rp 15 November 2005 sebanyak 48 kali, dengan total Rp 480.039.000. Pengambilan di antaranya memakai surat memo berisi bon pinjaman uang kepada pemegang Kas Unit Sekretariat Daerah Tanah Laut.

Empat kali dilakukan dengan perintah lisan kepada pejabat pemegang kas itu. Selain memeriksa sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Tanah Laut, kejaksaan juga menyita 48 kuitansi pengeluaran uang tersebut.

Sampai pemeriksaan berlangsung, Husin baru mengembalikan 50 persen dari total uang yang keluar. Kasus ini diteruskan karena diduga ada pelanggaran hukum dalam prosedur pengelolaan keuangan daerah.

Soal kasus Bupati Tanah Laut Adriansyah akan dugaan korupsi di sektor pertambangan, Johansyah mengatakan, berkas kasus itu sudah diterima Kejati Kalsel, tetapi belum lengkap sehingga dikembalikan ke Kepolisian Daerah Kalsel untuk dilengkapi. Polda Kalsel menetapkan Adriansyah sebagai tersangka dugaan kasus korupsi di sektor pertambangan dua bulan lalu. (FUL)

Lampung Timur - Tersangka Korupsi, PSB Mulai Diadili

SUKADANA - Marliyan (46), tersangka kasus korupsi dana penerimaan siswa baru (PSB) 2005 pada Dinas Pendidikan Menengah Kejuruan dan Tinggi (Dikmenjurti) Lampung Timur (Lamtim), mulai diadili, Selasa (18-4). Sidang dipimpin Hakim Ketua Yudi dan Jaksa Sugeng Riyadi dan Tathoni di Pengadilan Negeri (PN) Sukadana, Lamtim. Terdakwa Marliyan didampingi penasihat hukumnya, Hadri Abunawar.

Pada sidang perdana itu, Jaksa Sugeng Riyadi menyampaikan dakwaan atas kasus korupsi dana PSB APBD 2005 sebesar Rp68 juta lebih. Dalam dakwaan tersebut, Jaksa Sugeng Riyadi menyatakan pada penerimaan siswa baru tahu pelajaran 2005, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamtim lewat APBD mengucurkan bantuan dana yang diperuntukkan 57 SMP/SMA daerah itu. Tiap-tiap sekolah seharusnya mendapat bantuan Rp1,2juta. Tapi, oleh terdakwa yang dipercaya sebagai penanggung jawab kegiatan (PK), dana tersebut hanya diserahkan Rp350 ribu/sekolah.

Beberapa bulan kemudian, sejumlah kepala sekolah mendapat informasi, bantuan dana PSB itu bukan Rp350 ribu, melainkan RP1,2 juta lebih. Merasa ditipu, kepala sekolah itu mengadu ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukadana. Alhasil, Marliyan selaku PK yang juga sebagai kepala Seksi SMP, terbukti bersalah dan langsung ditetapkan sebagai tersangka. Hasil pengembangan penyidikan, ternyata kasus penyelewengan dana puluhan juta itu melibatkan Kepala Dinas Maryulis Arbis. Akibatnya, oleh Kejaksaan, Kepala Dinas Maryulis Arbis menyusul tersangka Marliyan mendekam di penjara.

Berdasarkan surat penetapan PN Sukadana No. 114/Pid.B/2006/PN Sukadana, terdakwa Maryulis Arbis akan menghadapi sidang pertama pada Kamis (20-4), bukan Senin (17-4).

Selanjutnya, kata Jaksa Sugeng Riyadi, akibat perbuatan terdakwa Marliyan bersama Maryulis Arbis, negara dirugikan paling tidak Rp68 juta lebih.

Usai pembacaan dakwaan, pokrol (penasihat hukum) terdakwa, Hadri Abunawar, tidak menyampaikan ekspresi. Sehingga, hakim ketua menutup sidang dan menyatakan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi. n DIN/D

Sumber: Lampung Post, Rabu, 19 April 2006

Sekda Kabupaten Ngada Jadi Tersangka Korupsi

Kupang - Kasus dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam proyek pengadaan lima unit mobil dinas dan alat berat di lingkup Pemerintahan Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), tahun anggaran 2005 senilai Rp 4 miliar lebih makin jelas. Kejaksaan Tinggi NTT telah menetapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Ngada Drs SDB sebagai tersangka.

Kajari Kota Bajawa Yusuf Terru SH, yang dihubungi per telepon pada Senin (10/4) pagi dari Kupang ke Bajawa, ibu kota Kabupaten Ngada, membenarkan penetapan Drs SDB menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lima unit mobil dinas di Pemkab Ngada pada 2005 itu.

Penetapan status baru atas Sekda Ngada itu oleh Kejati NTT disampaikan ke Kejari Ngada. Yusuf menjelaskan, kasus ini ditangani tim penyidik yang diketuai Bambang Purnomo SH.

"Pemeriksaan terhadap semua pihak terkait dan para saksi telah selesai beberapa waktu lalu. Hasil pemeriksaan telah dibuatkan dalam resume dan disampaikan ke Kejati NTT. Saat ini pemeriksaan sudah masuk tahap penyidikan dengan menetapkan Drs SDB sebagai tersangka," kata Bambang.

Menurut Yusuf, seharusnya kasus ini sudah ditangani, namun tim penyidik yang sama juga masih menangani sejumlah kasus KKN lain di Kabupaten Ngada. "Pemeriksaan terhadap Sekretaris Daerah Kabupaten Ngada itu akan dilangsungkan dalam waktu dekat ini. Mudah-mudahan berjalan lancar," ujarnya tegas.

Yusuf juga menyatakan, pejabat penting yang akan menjadi tersangka dalam kasus itu bukan hanya Sekda Ngada, tetapi masih ada calon tersangka lain. "Tersangka bukan hanya seorang pejabat, bisa jadi lima orang atau lebih, tergantung hasil pemeriksaan tim penyidik nantinya. Yang jelas, nama-nama pejabat yang berpeluang menjadi tersangka dalam persoalan itu sudah dikantongi tim penyidik. Nama-nama itu belum saatnya diumumkan sekarang," katanya.

Kasus pengadaan mobil dinas dan alat berat untuk Pemkab Ngada tahun anggaran 2005 senilai Rp 4 miliar itu diduga ada mark up harga yang cukup besar. Hasil penggelembungan harga itu juga diduga telah masuk ke dalam kantong pribadi sejumlah pejabat di Ngada. Proyek ini dilakukan ketika Drs SDB menjadi penjabat Bupati Ngada.

Proyek pengadaan mobil dinas itu terdiri dari lima unit mobil dinas dan dua unit alat berat jenis eksavator dan tronton. Tiga mobil di antaranya untuk pimpinan DPRD Ngada senilai Rp 555 juta, dua unit lainnya untuk Wabup Ngada senilai Rp 279.500.000. Belum diketahui pasti berapa nilai alat-alat berat untuk Dinas Kimpraswil tersebut, namun total nilai proyek itu Rp 4 miliar.

Bupati Ngada Drs Piet Jos Nuwa Wea beberapa waktu lalu di Kupang menyatakan pihaknya sangat menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Dia juga meminta semua pihak menghormati proses hukum ini agar kasus tersebut bisa ditangani dengan baik hingga tuntas.

"Saya sudah meminta masyarakat Ngada, termasuk semua pihak yang diduga tersangkut kasus ini, untuk tetap menghormati proses hukum dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah," kata Bupati Piet Jos Nuwa Wea. (Bonne Pukan)

Sumber: Suara Karya, 11 April 2006

Ketua dan Sekretaris KPUD Deli Serdang Ditahan

Lubuk Pakam - Setelah menjalani pemeriksaan selama 10,5 jam secara maraton di Bagian Pidana Khusus, Ketua dan Sekretaris KPUD Deli Serdang Drs Myusri MSi dan Drs H Sarf SH, kemarin resmi ditahan Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam dalam kasus dugaan tindakan korupsi pengadaan pembiayaan operasional Pemilu di Kabupaten Deli Serdang dan Penyimpangan Pelaksanaan Pelelangan Surat Suara Pemilu 2004 DPR, DPD, DPRD serta Pilpres.

Penahanann Ketua dan Sekretaris KPUD Deli Serdang itu berdasarkan surat SP-Han Tingkat Penyelidikan T2 No. Print 734/N.2.22/FD.2/04/2006 tanggal 7 April 2006 atas nama Drs MY MSi dan No. Print 735/N.2.22/FD.2/04/2006 atas nama Drs H Sarf SH.

Kedua tersangka yang didampingi penasehat hukumnya diperiksa Tim Pidana Khusus Kejari Lubuk Pakam yang terdiri dari Kasipidsus Irwinsyah SH, Bambang Winanto SH, Chairul Fadli SH, Gloria Sinuhaji SH dan Apriana Harahap SH selama 10,5 jam, mulai pukul 09.00 WIB hingga 19.30 WIB sehingga terlihat kelelahan.

Keduanya terlihat terburu-buru memasuki mobil tahanan, sehingga sejumlah wartawan tidak bisa menanyakan lebih panjang kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukannya. Sesampainya di Lapas Lubuk Pakam, kedua tersangka dengan terburu-buru turun dari mobil dan masuk ke dalam Lapas.

Kajari Lubuk Pakam Cyrus Sinaga SH ketika dikonfirmasi SIB melalui Kasipidsus Irwinsyah SH di ruang kerjanya, membenarkan adanya penahanan kedua tersangka. Kedua tersangka dijerat pasal 2 (1) atau pasal 3 jo pasal 18 (1) (2) (3) UU RI No 31 tahun 1999 jo UU RI No.20 tahun 2001 jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP.

Keduanya diduga melakukan tindak pidana korupsi pengadaan pembiayaan operasional Pemilu di Kabupaten Deli Serdang sebanyak Rp 54 juta lebih dan penyimpangan pelaksanaan pelelangan surat suara Pemilu 2004 DPR, DPD, DPRD dan Pilpres sebesar Rp 22,5 juta lebih. (Bambang Soed)

Sumber: tempointeraktif.com 08 April 2006

Kepala Polri Kirim Tim Usut Korupsi Samsat Batam

Batam― Kepala Polri Jenderal Sutanto mengirim tim guna mengusut dugaan korupsi pajak biaya balik nama kendaraan bermotor di kantor Sistem Administrasi Satu Atap Kota Batam. Tugas tim menelisik aparat yang terlibat. "Tim sudah bekerja sejak Senin," kata Kepala Kepolisian Kota Besar Barelang,Komisaris Besar Eko Hadi Sutedjo menjawab Tempo,Selasa siang.

Langkah polisi ini terkait dengan kebijakan Pemerintah Kota Batam pada 1 Januari 2004 menertibkan administrasi kepemilikan kendaraan. Berdasarkan peraturan, mobil eks luar negeri tidak boleh masuk Batam. Kenyataannya mobil bekas menjamur dan mendapat legalitas dari kantor pajak di surat-surat dari Samsat. "Modusnya dengan mengganti tahun pembuatan mobil yang dipasok secara illegal itu," ungkap Eko.

Sejumlah aparat yang terlibat telah dijadikan tersangka. Di antaranya bekas Kepala Master dan Database Samsat Batam, Ramlan, bekas Kepala Kantor Samsat Batam Fathurachman,Kepala Seksi Penetapan Samsat Batam Eka, dan Bendahara Samsat Ali Usman serta staf Kepala Seksi Penetapan Taufik.

Anggota DPRD Kota Batam, Sahat Sianturi, mendukung tindakan polisi memberantas korupsi di Kota Batam. "kasus ini harus diusut terus siapa saja yang terlibat mesti bertanggung jawab," katanya. Rumbadi Dalle

Sumber : Tempo Interaktif 28 Maret 2006

GNPK Minta Klarifikasi Dugaan Korupsi

BANJARNEGARA--Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Kabupaten Banjarnegara, mulai meminta klarifikasi secara tertulis mengenai sejumlah kasus dugaan korupsi. Antara lain dugaan penyimpangan dana dalam proses pembangunan Pasar Sayur Banjarnegara.

Menurut keterangan Ketua GNPK Banjarnegara, Sapto Budiono, Surat Permintaan Klarifikasi (SPK) telah dilayangkan kepada Bupati dan ketua DPRD Banjarnegara. Dia menyatakan dari dua SPK tersebut, yang baru mendapat tanggapan adalah yang dilayangkan kepada Bupati Djasri. Kepada Ketua DPRD Banjarnegara, Sri Ruwiyati, belum ada tanggapan.

Dia mengemukakan, ada tiga hal yang diminta untuk diklarifikasi soal pembangunan Pasar Sayur Banjarnegara. Pertama, soal proses pemilihan investor pembangunan pasar dari mulai PT Pilar Baja Utama, PT Ina Hasta Mandiri sampai PT Sinar Sentosa Perkasa. Kedua, isi kontrak kerja dengan rekanan/investor pembangunan pasar dan ketiga, mengenai penggunaan dana pendamping dari APBD Rp 2 miliar dalam pembangunan pasar tersebut.

“Penjelasan dari eksekutif dan legislatif akan kami cocokkan dengan data-data temuan kami. Jika memang ada indikasi kuat penyimpangan, hal tersebut bisa langsung dilaporkan kepada Kejaksaan atau KPK,” kata Sapto.

Wajib Menjawab

Dia menyatakan permintaan klarifikasi tersebut didasarkan pada Pasal 10 PP No 68 Tahun 1999. Pasal itu, tutur dia, menyebutkan ``Setiap Penyelenggara Negara yang menerima permintaan masyarakat untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan negara wajib memberikan jawaban atau keterangan sesuai dengan tugas dan fungsinya dan tetap memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku``. Selain itu, kata dia, aduan dan desakan dari masyarakat kepada GNPK untuk segera menunjukkan kerjanya juga kuat.

“Sesuai dengan prosedur, klarifikasi kami layangkan tiga kali. Jika sampai dengan tiga kali tidak ada tanggapan, kami bisa melayangkan gugatan perdata, karena lembaga atau instansi yang bersangkutan telah melanggar ketentuan Pasal 10 PP No 68 tahun 1999,” tegasnya.

Selain melayangkan SPK tentang pembangunan Pasar Sayur Banjarnegara, GNPK juga melayangkan SPK tentang kasus dugaan penyimpangan dana APBD tahun 2004.

SPK tersebut ditujukkan kepada ketua DPRD Banjarnegara. Namun, kata Sapto, sampai dengan kemarin pihaknya belum menerima tanggapan ataupun jawaban.

Ketua DPRD Sri Ruwiyati belum bisa dimintai konfirmasinya. Hingga kemarin ponselnya tidak bisa dihubungi. (H25-36s)

Sumber: Suara Merdeka, Selasa, 28 Maret 2006

Putra Terbaik Riau, Tenas Effendy Tutup Usia

Pekanbaru, Riau - Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun, telah berpulang putra terbaik Riau, H Tenas Efendy, Sabtu (28/2/2015) pada pukul 00.25 Wib di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Pekanbaru. Tenas meninggal setelah sempat dirawat selama 14 jam di RSUD Arifin Achmad sejak pukul 11.00 Wib, Jumat (27/2/2015).

Tenas Effendi lahir 9 November 1936 di Kuala Panduk, Pelalawan, Riau. Meninggal dalam usia 79 tahun. ’Iya, beliau sudah meninggalkan kita semua pada pukul 00.15 Wib,’ ujar Ketua Umum Dewan Pengurus Harian Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau Al Azhar kepada GoRiau.com, Sabtu (28/2/2015).

Sebelumnya Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD Arifin Achmad, Ruswaldi M mengatakan, budayawan dan sastrawan Senior Riau, Tenas Effendy sempat mendapat perawatan setiba di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau, Jumat (27/2/2015).

Tenas tiba di Pekanbaru sekitar pukul 11.00 WIB dari Melaka, Malaysia usai menjalani perawatan di salah satu rumah sakit di sana. Tenas ditangani tim medis RSUD Arifin Achmad yang diketuai Dr Vera.

Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD Arifin Achmad, Ruswaldi M, menyebutkan perawatan pertama yang diberikan tim medis adalah menstabilkan nadi, darah, dan pernapasan. ’Setelah ini, baru dilakukan perawatan lanjutan, setelah ada perubahan yang biasa disebut hemodinamik,’ katanya.

Sebagai seorang sastrawan, Tenas Effendy telah banyak membuat makalah, baik untuk simposium, lokakarya, diskusi, maupun seminar, yang berhubungan dengan Melayu, di berbagai negara seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand Selatan, Filipina Selatan, sampai Madagaskar. Tenas juga sangat menjunjung tinggi dan amat peduli dengan kemajuan dan perkembangan kebudayaan Melayu.

Tenas sendiri juga aktif berorganisasi, antara lain: Ketua Lembaga Adat Melayu Riau (2000–2005), Ketua Dewan Pembina Lembaga Adat Pelalawan (2000–kini), Pembina Lembaga Adat Petalangan (1982–kini), Penasihat Paguyuban Masyarakat Riau (2001–kini).

Kejaksaan tetapkan Tiga Tersangka

Ciamis – Kejaksaan Negeri Ciamis kembali menetapkan tiga tersangka kasus korupsi dana perlengkapan kantor kabupaten. Langkah ini ditetapkan setelah Kejaksaan Negeri menerima hasil pemeriksaan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. "Kami tetapkan tiga tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan kejaksaan tinggi," ujar Kepala Kejaksaan Negeri Ciamis Tatang Sutarna kemarin.

Ketiga tersangka adalah Dedi Riswandi Sekretaris Daerah kabupaten yang sebelumnya menjabat Asisten Daerah III, Irwan Budiana Kepala Subagian Pengadaan Bagian Perlengkapan kabupaten dan Yatna Supriatna, Kepala Cabang PT. Srikandi Diamon, Bandung, pelaksana proyek. Jumlah tersangka bisa bertambah karena pemeriksaan saksi belum rampung.

Baik Dedi maupun Irwan dianggap bersalah karena tidak melelang tender secara terbuka, tapi menunjuk langsung pihak ketiga. Yatna sebagai dianggap ikut serta melakukan menggelembungkan harga barang.

Dalam kasus ini, negara diperkirakan rugi sebesar Rp 10 miliar lebih. "BPKP masih memeriksa berapa pastinya jumlah kerugian negara," ujar Tatang. Dana Rp 10 miliar lebih itu digunakan untuk pengadaan barang keperluan pemerintah kabupaten sebesar Rp 3 miliar dan pengadaan kendaraan bermotor Rp 3 miliar pada 2002. Padahal, ketika itu tidak ada anggaran untuk membeli perlengkapan kantor.

Untuk membayar semua perlengkapan yang sudah terbeli, pemerintah kabupaten menganggarkannya pada tahun anggaran 2003. "Sebelum ada anggarannya, Pemerintah Kabupaten telah membeli dan dibayar belakangan," kata Tatang

Juru bicara Kabupaten Ciamis, Wasidi menolak berkomentar. “Saya tidak berkomentar karena belum ada laporan resmi dari kejaksaan,” ujarnya. l rambat eko

Sumber : TempoInteraktif.com 27 Maret 2006

Kepala Dinas Kehutanan Agam Ditahan

Padang― Kejaksaan Negeri Lubuk Basung menahan Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Werli Hamdi, sebagai tersangka korupsi dana proyek Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan 2003 sebesar Rp 2,5 miliar.

Pelaksana Tugas Kepala Kejaksaan Negeri Lubuk Basung,Rusli Hasan, hari ini mengatakan bahwa Werli ditahan sejak Jumat lalu di Lembaga Permasyarakatan Maninjau. Dua staf Werli, Nurahadi, pimpinan proyek, dan Indrawati, bendahara proyek, juga ditahan.

"Kami khawatir ketiga tersangka mengulangi perbuatannya kembali, karena tahun ini di instusinya masih ada proyek lanjutan," kata Rusli.

Kasus dugaan korupsi itu terjadi dalam proyek rehabilitasi hutan dan lahan 3 ribu hektare di Kabupaten Agam pada 2003 yang diluncurkan 2004 senilai Rp13,9 miliar. Tapi Kejaksaan baru menemukan dugaan korupsi Rp 2,5 miliar. "Diperkirakan awal April kasus ini sudah sampai di pengadilan," ucap Rusli.

Sumber : TEMPO Interaktif 18 Maret 2006

Mantan Bupati Tapanuli Tengah Diduga Korupsi

Medan - Tuani Lumbantobing, bekas Bupati Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, periode 2000-2005, diduga korupsi anggaran daerah."Kami sedang mengumpulkan data. Siapa tersangka belum ada, bisa mengarah ke bekas bupati" kata juru bicara Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Imam Sidabutar, Senin sore.

Imam mengatakan, Tuani diduga melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme beberapa proyek. Di antaranya studi kelayakan Pelabuhan Cargo Labuhan Angin, Tapanuli Tengah.
Penanganan kasus ini, kata dia, berlangsung sejak Januari lalu dan diketahui jaksa Edi Nurdin.

Kejaksaan sudah memeriksa sembilan orang yang terdiri dari pimpinan proyek dan panitia anggaran. "Bila telah didapatkan bukti yang kuat, kami akan meningkatkan ke penyidikan," ucap Imam.

Tuani Lumbantobing lenser sejak Januari dan menunjuk Washinton Tambunan sebagai pelaksana harian. Washinton juga menabat Kepala Dinas Pertambangan Sumatera Utara.(Hambali Batubara)

Sumber: tempointeraktif.com 13 Maret 2006

Tersangka Korupsi Demak Satu Orang

Jumlahnya Bisa Tambah

SEMARANG - Kepolisian Daerah Jawa Tengah menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Kabupaten Demak. Jumlah saksi yang sudah diperiksa lebih dari 30 orang. Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Dody Sumantyawan mengatakan hal tersebut, Jumat (10/3), dalam jumpa pers di Markas Polda Jateng Semarang. Kepala Polda mengemukakan, seorang tersangka tersebut berinisial S yang menjabat sebagai Kepala Bagian di Pemerintah Kabupaten Demak.

Saksi yang sudah diperiksa berjumlah lebih dari 30 orang. "Yang penting sesuai janji saya, minggu ini nama tersangka diumumkan dan segera diperiksa sebagai tersangka setelah sebelumnya diperiksa sebagai saksi. Tersangka diduga menggunakan dana yang tidak sesuai peruntukannya sehingga merugikan keuangan negara," ujar Dody. Dody menambahkan, sementara jumlah tersangka baru satu orang tetapi sesuai perkembangan pemeriksaan jumlah tersangka bisa bertambah.

Ada dua kasus dugaan korupsi di Kabupaten Demak yang saat ini ditangani penyidik Polda Jateng yaitu penyelewengan dana tak tersangka APBD Kabupaten Demak. "Kami ingin cepat dalam memproses semua kasus tindak pidana korupsi. Apalagi di tahun 2006 sampai Maret kami mendapat tambahan enam kasus dugaan korupsi yang ditangani Polda Jateng.

Tahun 2005 kami menangani 28 kasus dugaan korupsi," kata Dody. Kepala Polda menambahkan, dalam rapat koordinasi antara Kepala Polda dan Kepala Kejaksaan Tinggi se-Indonesia dengan KPK, salah satu tujuannya adalah percepatan kasus-kasus korupsi supaya berkas tidak terlalu sering bolak-balik.

"Setiap kami menerima laporan tindak pidana korupsi segera ditindaklanjuti dengan pengumpulan bahan keterangan. Jika indikasi kuat, penyidikan dilanjutkan dan melibatkan jaksa penuntut umum, BPKP, dan Bawasda," ucapnya. Mengenai penggunaan kayu yang diduga ilegal dalam pembangunan rumah dinas Bupati Grobogan, Kepala Polda menyatakan, surat izin penyitaan sudah keluar.

"Tidak ada kolusi yang membuat izin penyitaan lama turunnya karena masalah teknis. Pengukurannya juga lama karena kayu-kayu itu sudah jadi bangunan. Mengenai tersangkanya harus menunggu hasil pemeriksaan karena perlu mengundang saksi ahli," tutur Dody. (wad)

Sumber: Kompas, Sabtu, 11 Maret 2006

Kasus Korupsi Bupati Bone Bolango Diadukan ke KPK

Jakarta - Kejaksaan Tinggi Gorontalo dan BPKP Sulawesi Utara dinilai main mata dalam menangani kasus korupsi Bupati Bone Bolango, Gorontalo, Ismet Mile. Karena itu pihak DPRD lantas mengadukan masalah korupsi itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami sudah hampir putus asa dengan penanganan korupsi ini, makanya atas saran LIRA, tadi kami datang ke KPK untuk mengadukan masalah ini," ujar Ketua DPRD Kabupaten Bone Bolango, Antoni Karim kepada detikcom di kantor LIRA Jl Saharjo Jakarta.

Pihak DPRD juga akan mengajukan kasus ini ke Kapolri dan Jaksa Agung. Hal ini dilakukan karena masyarakat Bone Bolango menginginkan masalah ini segera dituntaskan.

Antoni menambahkan, jika kasus ini tidak segera diusut maka akan menjadi preseden buruk bagi pemerintahan SBY. Sebab surat ijin pemeriksaan dan penahanan Ismet Mile dari Presiden SBY yang diterbitkan pada Desember 2005 tidak ditindaklanjuti oleh pihak kejaksaan. Bahkan BPKP dan kejaksaan berniat untuk melakukan penyidikan ulang atas dugaan korupsi ini.

"Korupsi ini kan memang temuan pansus investigasi DPRD dan kejaksaan beberapa waktu lalu, tetapi kemudian BPKP Sulut menyampaikan hasil audit yang mengatakan tidak ada unsur yang merugikan negara," papar ketua pansus investigasi DPRD, Amran Mustapa dalam jumpa pers di LIRA.

Ismet Mile diduga melakukan korupsi dalam pembangunan fasilitas penunjang objek wisata Lombongo, yang dikerjasamakan dengan pihak ke tiga tahun 2003. Ia juga diduga menggunakan sisa ABT (Anggaran Biaya Tambahan) APBD 2003, dan penggunaan DAK (Dana Alokasi Khusus) non reboisasi 2004, serta pembagian dana APBD 2004. (ton )

Sumber: Detik, 08 Maret 2006

Dugaan Korupsi Dana KUT: Berkas Perkara Dilimpahkan Ke Pengadilan

Gresik—Berkas kasus dugaan korupsi dana kredit usaha tani senilai Rp 2,89 miliar yang melibatkan tersangka tunggal Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gresik Ahmad Nadir dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Gresik, Kamis (2/3).

Berkas perkara diserahkan anggota jaksa penuntut umum (JPU) Lilik Indahwati dan diterima Panitera Muda Pidana Pengadilan Negeri (PN) Gresik Judi Rusianto sekitar pukul 10.30. Bersama berkas perkara dilampirkan pula surat dakwaan berikut barang bukti.

Dalam berkas tersebut dinyatakan, Ahmad Nadir dianggap memperkaya diri sendiri dan orang lain yang mengakibatkan kerugian negara. Untuk itu, kepadanya dikenakan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada Oktober 1999, Ahmad Nadir sebagai Ketua Koordinator Unit Manajemen Lembaga Pembangunan dan Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2-NU) mengajukan dana kredit usaha tani (KUT) sebesar Rp 4,9 miliar kepada Bank Indonesia (BI).

Setelah disetujui, BI kemudian menyalurkan dana kredit likuiditas tersebut sebesar Rp 4,82 miliar melalui Bank Bukopin Cabang Pembantu Gresik dengan nomor rekening AC 10017021111.

Dana tersebut ditujukan untuk 132 kelompok tani dengan total lahan seluas 3.530 hektar yang tersebar di tujuh kecamatan di Kabupaten Gresik. Adapun kecamatan tersebut meliputi, Balongpanggang, Ujungpangkah, Menganti, Benjeng, Duduksampeyan, Wringinanom, dan Kecamatan Sidayu.

Berdasarkan berkas dakwaan, sejumlah kelompok tani telah mengembalikan dana KUT. Akan tetapi, uang tersebut oleh Ahmad Nadir yang pada saat itu belum menjabat sebagai Ketua DPRD Gresik tidak dikembalikan ke BI melalui Bank Bukopin.

Disebutkan, uang tersebut justru disimpan sendiri oleh Ahmad Nadir dan sisanya ditransfer ke rekening atas nama tiga orang. Adapun uang yang disimpannya sebanyak Rp 1,24 miliar. Dengan demikian, Ahmad Nadir didakwa memperkaya diri sendiri dengan nominal sejumlah uang tersebut.

Sementara total uang yang ditransfer ke tiga orang tersebut sebanyak Rp 1,65 miliar. Besar nominal untuk masing-masing orang sebesar Rp 1,35 miliar atas nama Rodli dalam rekening deposito, Rp 75 juta atas nama Berlin AS dalam rekening di Bank Danamon, Kalimantan Timur, dan Rp 220 juta atas nama Abidin dalam rekening di Bank Mandiri Sampit. Atas hal itu, BI dirugikan sebesar Rp 2,89 miliar.

Saat ditemui, Ketua PN Gresik Hesmu Purwanto menyatakan akan segera menyidangkan kasus tersebut. "Kami akan menyelesaikan kasus ini dengan serius," tuturnya. (D04)

Sumber: Kompas, 03 Maret 2006

Dugaan Korupsi Bupati Simeulue Dibeberkan

Jakarta — Dituding memeras Bupati Simeulue Drs Darmili, anggota DPR Anhar membuat serangan balik. Anggota Komisi III itu membeberkan segudang dugaan kasus korupsi yang dilakukan Darmili sejak menjadi Bupati Simeulue. “Saya akan membeberkan kasus korupsi dia (Darmili) ke KPK,” tegas Anhar, sore ini (Senin, 27/2). Bukti-bukti dugaan tindak pidana korupsi itu saat ini sudah ada di tangan Anhar. Anggota DPR dari Dapil NAD I ini membeberkan bahwa sejak tahun 2003-2005, Darmili belum mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran pembangunan APBD Simeulue.

Tidak itu saja, Anhar menuding Darmili telah menyalahgunakan wewenang dalam berbagai projek di Simeulue tanpa tender seperti projek pembangunan jalan Sinigo - Alapan senilai Rp 80 miliar. Projek itu dilaksanakan oleh PT Gunung Sibao, tanpa tender tapi penunjukan langsung oleh Darmili. Dia juga belum mempertanggungjawabkan penggunaan APBD tahun 2002-2004 sebesar Rp 52 miliar yang digunakan Pemda Simeuleu untuk perkebunan kelapa sawit dan penggunaan APBD tahun 2005 sebesar Rp 15 miliar.
“Hingga saat ini penggunaannya belum jelas karena tidak pernah dilaporkan ke DPRD,” ungkap Anhar. Bahkan kuat dugaan perkebunan itu tanpa izin dan terindikasi sebagai praktek illegal logging. Keberadaan perusahaan daerah itu menurut Anhar illegal dan melanggar UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Menurut Anhar soal kasus perkebunan itu, telah dilaporkan ke kepolisian dan tim perambahan hutan dan illegal loging. Tidak itu saja, Darmili juga diduga menggelembungkan harga pembelian kapal cepat oleh Pemda Simeulue seharga Rp 4,5 miliar per unit. Padahal harga standar, kapal itu per unitnya seharga Rp 1,5 miliar. (DRY)

Dugaan Korupsi Kendal

DATA REKENING BANK DIKETAHUI

SEMARANG - Penyelidikan dugaan korupsi Bupati Kendal mengalami perkembangan dengan diperolehnya data-data rekening bank tiga kasus yang sedang diselidiki Polda Jateng. Tiga kasus dugaan korupsi itu adalah dana pinjaman daerah Rp 30 miliar, dana alokasi umum Rp 30 miliar, dan dana tak terduga Rp 4,15 miliar.

Hal itu diungkapkan dalam pertemuan antara penyidik Polda Jateng dipimpin Kasat Tipikor Polda Jateng Ajun Komisaris Besar Sururi dengan LSM Konsorsium Untuk Perubahan Kabupaten Kendal, Jumat (24/2), di Polda Jateng. Saat berlangsung pertemuan, di luar puluhan orang menggelar aksi teatrikal yang bertema korupsi di Kabupaten Kendal. Penyidik mengaku sudah memperoleh data-data rekening bank yang berkaitan dengan ketiga kasus dugaan korupsi tersebut dari Bank Indonesia. Polda Jateng sudah meminta agar Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah (DPKD) Kendal membuka rekening tersebut tanpa harus izin dari Bank Indonesia.

Menurut Sururi, penyelidikan kasus ini tidak berjalan lamban. Pihaknya sudah mengajukan izin agar Bupati Kendal Hendy Boedoro diperiksa sebagai saksi dan tersangka. Berkasnya dibagi dua, yaitu sebagai saksi dan tersangka. Perizinan untuk memanggil bupati sebagai saksi dan tersangka tidak bisa sekaligus. Bahkan untuk ditetapkan sebagai tersangka harus disertai hasil audit. "Proses penyelidikan dugaan korupsi di Kabupaten Kendal ini baru berjalan delapan bulan, jadi tidak bisa dibilang lambat. Korupsi di Temanggung diselesaikan dalam waktu satu tahun dua bulan. Kami perkirakan penyelesaian dugaan korupsi di Kendal memakan waktu," ujar Sururi. Kepala Polda Jateng Irjen Dody Sumantyawan mengatakan, surat pemeriksaan Bupati Kendal sudah dilayangkan ke Bareskrim Mabes Polri. (wad)

Sumber: Kompas, Sabtu, 25 Februari 2006

Penanganan Korupsi Jalan di Tempat

100 Hari Kajati Riau

Pekanbaru - Sabtu (24/2/2006), tepat 100 hari Djabadi Suprojo, SH menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau, setelah dilantik Jaksa Agung RI Abdul Rahman Saleh Jumat (17/11/2006) lalu. Namun belum terlihat kemajuan dalam penanganan kasus korupsi di Provinsi Riau oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.

Berbeda dengan Kapolda Riau Brigjen Pol Sutjiptadi, yang lebih duluan satu minggu bertugas di Riau dibanding Djabadi Suprojo. Dimana pihak Polda telah melakukan penahanan terhadap tiga tersangka kasus korupsi yang ditanganinya, yakni Edi, Atan dan Yusuf dalam kasus dugaan korupsi pengadaan genset di Kabupaten Bengkalis. Sementara beberapa tersangka korupsi lainnya dikabarkan akan mengalami nasib yang sama. Beberapa kasus illegal logging, perampokan dan peredaran narkoba juga banyak yang telah diungkap.

Kejaksaan Tinggi yang dikenal hanya melakukan penanganan terhadap perkara pidana khusus seperti korupsi hingga saat ini masih jalan di tempat dan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Beberapa kasus korupsi yang sudah bertahun-tahun ditangani Kejaksaan Tinggi Riau dan Kejaksaan Negeri Pekanbaru dan merupakan peninggalan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau yang lama Zainuddin Jahisa, SH MH dan Suhardjono, SH, hingga saat ini masih mengendap dan belum ada yang tuntas.

Kasus-kasus tersebut antara lain; di tingkat penyidikan dugaan korupsi DPRD Kampar dengan tersangka Syarifuddin Effendi cs, dugaan korupsi DPRD Siak senilai Rp11 miliar dengan tersangka Said Muhammad cs, dugaan korupsi DPRD Dumai dengan tersangka Ketua DPRD Dumai, dugaan korupsi dana kelebihan proyek APBD Kampar dengan tersangka mantan Kabag Keuangan Kholidah dan dugaan korupsi dana tak tersangka Pemkab Rohul dengan tersangka Bupati Rohul dan Sekda Rohul. Dugaan korupsi proyek kebun kelapa sawit Pemkab Kampar dengan empat orang tersangka, kemudian dugaan korupsi di Bulog dengan tersangka mantan Kepala Bulog Divre Riau dan dua Kasubdin.

Selanjutnya, dugaan korupsi yang bertahun-tahun di tingkat penyelidikan dan tidak ada perkembangan, antara lain; dugaan korupsi di Balitbang termasuk proyek pendataan senilai Rp5 miliar tahun 2004, dugaan korupsi APBD Inhu, dugaan korupsi pupuk bersubsidi, dugaan korupsi pasca sarjana Unri, dugaan korupsi pembangunan dua SMP di Pekanbaru oleh Dinas Kimpraswil Riau yang ditangani Kejari Pekanbaru, dugaan korupsi dana pembuatan Ranperda di DPRD Riau Rp3,5 miliar, dugaan korupsi DPRD Pelalawan, dugaan korupsi DPRD Rohil dan dugaan korupsi pembelian Hotel Marina untuk kantor DPRD Rohil.

Kemudian, dugaan korupsi proyek BKKBN, pembangunan gedung DPRD Riau, hibah Sultan Brunei Rp10 miliar, proyek pembangunan Pesantren Al Zaitun Rp1,2 triliun dan penyertaan modal Pemkab Bengkalis ke PT BSP Rp10 miliar dan proyek RPC. Seterusnya, dugaan anggaran fiktif Rp6,8 miliar dalam kerja sama manajemen Pondok Patin dengan PT Bumi Siak Pusako di Kabupaten Siak, penerbitan IPK oleh Bupati Siak Arwin AS, dugaan korupsi dana reboisasi Dishut Indragiri Hilir tahun 2003 sebesar Rp4,3 miliar, proyek PEK Perkebunan Kopi Asia Tenggara Rp1,5 miliar, pembangunan Pasar Pelita Rp4 miliar, dugaan korupsi proyek baju melayu Disdikpora Kota Pekanbaru sebesar Rp700 juta, dugaan penyimpangan dana haji Depag Riau dan proyek pembangunan empat SD di Disdikpora Kota Pekanbaru.

Selanjutnya, dugaan korupsi yang sudah dilaporkan ke Kejati Riau namun belum ditanggapi yakni biaya rumah tangga DPRD Rohil TA 2002 sebesar Rp5,278 miliar, bantuan perumahan DPRD Rohil TA 2002 Rp2,1 miliar, bantuan asuransi purna bakti DPRD Rohil Rp 875 juta serta dugaan korupsi pembangunan Komplek Perkantoran Pemkab Kuantan Singingi (Kuansing) senilai Rp117 miliar yang diduga melibatkan mantan Bupati Kuansing Drs H Asrul Jaafar dan Bupati saat ini H Sukarmis yang dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sikat Koruptor (Sikkor), Senin (17/4/2006) lalu ke Kejati. Dugaan korupsi proyek pemasangan pipa di Kabupaten Inhu yang dianggarkan di satuan kerja Dinas Kimpraswil Riau.

Ada lagi dugaan korupsi di tengah-tengah masyarakat yang saat ini digaungkan DPRD Riau dan perlu direspon kejaksaan antara lain; tujuh anggaran proyek titipan dalam APBD Riau tahun 2006 dan dugaan korupsi pembangunan gedung baru Dinas Perhubungan Riau. Penilai belum adanya perkembangan penanganan kasus korupsi oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Jabadi Suprojo, SH ini di antaranya dilontarkan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Pekanbaru Hendrisyah, SH, kepada wartawan Minggu (25/2). “Sejauh ini Kajati Riau Jabadi Suprojo hanya janji-janji manis di bibir saja untuk memberantas korupsi di Riau. Nyatanya belum satupun yang tuntas, minimal yang dilimpahkan ke pengadilan,” ujarnya.

Ketika Jabadi baru menjabat sebagai Kajati Riau dan dimintai komitmennya oleh wartawan, Djabadi Suprojo mengaku telah menginventarisir kasus-kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Tinggi Riau dan Kejaksaan Negeri yang ada di wilayah hukum Kejati Riau.

Ia juga mengungkapkan bahwa telah meminta seluruh jajarannya, terutama para Kajari agar bekerja secara profesional dalam mengungkap kasus korupsi di wilayah kerja masing-masing. “Namun hingga saat ini penanganan kasus korupsi masih omong doang, Kasus Panleg Gate yang dijanjikan belum juga terealiasi,” ujar Hendrisyah. Penilaian hampir samajuga dilontarkan oleh Sekretaris Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi (AMAK) Riau Ibrahim. “Kami melihat Kajati Riau masih tidur dalam 100 hari ini. Kami minta Jaksa Agung untuk melakukan evaluasi terhadap Kajati Riau, atau Kajati Riau melakukan evaluasi sendiri sanggup atau tidak untuk menjabat di Riau. Jika tidak, lebih baik mundur dari sekarang, karena masyarakat Riau sudah muak dengan janji-janji akan memberantas korupsi, namun tak satupun yang direalisasikan,” tegasnya. (hen)

Sumber : riaumandiri.us 24 Februari 2006

Kejaksaan Tangkap Direktris Teratai Indah Jayapura

Jayapura - Kejaksaan Negeri Jayapura, Selasa kemarin, menangkap Direktris CV Teratai Indah, Ny. YS di kediamannya di Dok VIII, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, terkait dugaan korupsi pembangunan jalan dan jembatan di Kabupaten Sarmi, Papua, senilai Rp 2 miliar.

"Penangkapan tersangka Ny. YS dipimpin Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidus) Kejaksaan Negeri Jayapura, Rudi Hartono, SH," kata Kepala Kejaksaan Negeri setempat, Djabaik Haro, SH di Jayapura, Rabu.

Tersangka Ny. YS yang juga istri oknum anggota DPRD Kabupaten Sarmi, pada anggaran 2005 dipercaya mengerjakan ruas jalan sepanjang 5,2 km dan beberapa jembatan jalur Sarmi menuju Kampung Verkame dengan biaya Rp 4 miliar lebih.

Setelah diadakan penyelidikan, pekerjaan yang diselesaikan sekitar dua kilometer atau 67 persen dan menghabiskan dana hanya Rp2 miliar lebih.

Berdasarkan penyelidikan di lapangan, ternyata laporan yang disampaikan tersangka fiktif sehingga kejaksaan setempat menyampaikan surat panggilan. Kejaksanaan akhirnya melakukan penangkapan secara paksa di rumahnya karena tidak juga memenuhi panggilan.

Kejaksaan juga telah memanggil beberapa pejabat Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sarmi untuk diperiksa sebagai saksi, dan selanjutnya akan dipanggil juga konsultan pekerjaan proyek itu untuk mempermudah proses penegakan hukum atas dugaan tindak pidana korupsi dimaksud.

"Upaya hukum itu dilakukan sesuai amanat Mahkamah Agung RI untuk berantas tindak pidana korupsi," kata Kajari Djabaik Haro.(*)

Sumber: Antara, Rabu, 22 Februari 2006

Walikota Prabumulih Tersangka Kasus Korupsi

Palembang - Kejaksaan Tinggi Sumatra Selatan menetapkan Walikota Prabumulih, Rachman Djalili, sebagai tersangka kasus pengelembungan dana pembebasan lahan di Desa Pangkul, Kecamatan Cambai, untuk pembangunan perkantoran terpadu dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prabumulih.

“Hari ini pukul 8.00 kami sudah memeriksa Rachman Djalili tetapi karena belum didampingi pengacara, baru pertanyaan ke tiga dihentikan dan dia minta waktu empat hari untuk diperiksa kembali,” kata BM. Naiggolan, Asisten Tidak Pidana Umum (Aspidum), Kamis (9/2). Menurut Naiggolan, Rachman diperiksa dalam posisi sebagai tersangka.

Sementara itu,ratusan orang yang mengatasnamakan Solidaritas Masyarakat Kota Prabumulih, yang mendukung Walikota Prabumulih, meminta agar kejaksaan tidak menahan Walikota Prabumulih Rachaman Djalili. Selain itu mereka meminta azas praduga tak bersalah juga diterapkan dalam kasus ini. Sebab, kata koordinator aksi Jeni Thamrin, kasus Pangkul yang melibatkan Walikota sudah dipolitisir. Menurutnya kasus ini tidak lebih dari ulah oknum-oknum tak bertanggung jawab yang ingin memojokkan dan melemahkan posisi Walikota.

"Kenyataannya, sebelum pelaksanaan pembebasan lahan itu pemerintah kota Prabumulih sudah mengajukan permohonan kepada DPRD Prabumulih dan telah disetujui," kata Jeni.

Soal masuk ke wilayah politis, Nainggolan membantah karena kejaksaan hanya mengurusi aspek hukumnya saja. “Kalau ada permintaan agar Walikota bisa bekerja sampai akhir masa jabatannya itu bukan wewenang kami. Kami proses wilayah hukumnya saja,” ujar Naiggolan.

Dugaan korupsi bermula dari adanya temuan awal penyidik atas kerugian Negara Rp 4,026 miliar lebih. Temuan kerugian Negara ini ditemukan dengan menggelembungkan harga tanah seluas 5 hektar untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prabumulihh dan 25 hektar untuk perkantoran pemerintah kota Prabumulih. Mulanya, di Daftar Isian Proyek (DIP) yang ditetapkan oleh panitia sembilan, nilai kedua proyek disetujui DPRD kota Prabumulih sebesar Rp. 6,5 miliar. Belakangan diubah dan diusulkan dalam ABT (Anggaran Biaya Tambahan ) menjadi sekitar Rp 8,5 miliar. Dari nilai tersebut diduga Rp 4,026 miliar telah dikorupsi.

Sementara, ijin dari Presiden untuk melakukan pemeriksaan terhadap Walikota Prabumulih sudah turun beberapa waktu lalu. Namun, Rachman baru bisa diperiksa hari ini karena yang bersangkutan baru pulang dari menunaikan ibadah haji. (Arif Ardiansyah)

Sumber: Tempo Interaktif, Kamis, 09 Februari 2006

Dugaan Korupsi Diknas Muara Enim Diproses

Muara Enim- Hasil kerja keras tim investigator Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Selatan, mulai diproses secara hukum ketingkat yang lebih tinggi, di antaranya berkas korupsi atas pengadaan komputer di lingkungan Diknas Muara Enim merugikan negara sebesar Rp. 47 Juta dilimpahkan ke Kejari Muara Enim.

Berkas dugaan korupsi pengadaan komputer di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan melibatkan Kepala Dinas Agung Budi dan Pimpro Yuliani SH yang menurut perhitungan Perwakilan BPKP Provinsi Sumsel merugikan negara sebesar Rp 47 Juta lebih dinyatakan lengkap (P21) dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Muara Enim.

Pelimpahan berkas dan penyerahan tersangka beserta barang bukti itu dilakukan langsung oleh Kanit Tipikor Polres Muara Enim Iptu Ibrahim dan diterima oleh Kasi Datun Kajari Muara Enim Tengku SH Selasa kemarin (1/8). (Indra Khaira Jaya)

Sumber: bpkp.go.id., Rabu, 08 Februari 2006

Wakil Walikota Cilegon Terdakwa Kasus Korupsi Rp 6 Miliar

Serang–Rusli Ridwan, Wakil Walikota Cilegon, Banten resmi dinyatakan sebagai terdakwa kasus korupsi pengadaan lahan kubangsari senilai Rp 6 miliar. "Dengan dilimpahkannya berkas acara pemeriksaan kasus ini ke pengadilan, berarti dia resmi dinyatakan sebagai terdakwa," kata Asisten Pidana Khusus, Kejaksaan Tinggi Banten, Babul Khoir, Kamis (2/2).

Babul tidak bersedia mengomentari soal keharusan kepala daerah nonaktif setelah statusnya menjadi terdakwa, sesuai dengan Undang-undang No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dia juga hanya diam ketika ditanyakan alasan Kejati Banten tidak menahan Rusli Ridwan, saat pemeriksaan kasus itu.

Sebaliknya, Babul mengemukakan, Kejati Banten kini menambah satu tersangka dalam kasus korupsi Kubangsari ini, yaitu Yakob, warga yang menerima ganti rugi tanah senilai Rp 900 juta. "Yakob dinyatakan sebagai tersangka karena sebagai pemilik atau penggarap lahan kubangsari," katanya.

Kasus korupsi Kubangsari menjadi sorotan publik karena semula diindikasikan keterlibatan Aat Syafaat, Walikota Cilegon dan Rusli Ridwan (waktu itu masih menjabat Sekretaris Walikota Cilegon). Namun kejaksaan hanya mampu membuktikan keterlibatan Rusli Ridwan. Sedangkan Aat Syafaat hingga kini belum pernah diperiksa oleh kejaksaan.

Kasus ini berkaitan dengan lahan Kubangsari seluas 66 hektare yang dibebaskan Pemkot Cilegon menggunakan dana APBD 2003 dengan nilai Rp 12 miliar lebih. Ironisnya, status lahan yang eks hak guna usaha (HGU) itu dalam sengketa antara PT Krakatau Steel, Pemkot Cilegon dan PT Sri. Sengketa itu hingga kini belum tuntas dan belum memiliki kekuatan hukum yang tetap.

Berkaitan dengan kasus ini, sebelumnya, Pengadilan Negeri Serang telah menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara masing-masing kepada Asad Syukri, mantan Camat Ciwandan dan Faturoji, Kepala Desa Ciwandan. Kedua terdawa ini dinyatakan terlibat karena membuat daftar nama dan kartu tanda penduduk (KTP) fiktif untuk menerima penggantian tanah garapan Kubangsari. Uang ganti rugi itu dibagikan ke sejumlah pejabat.

Ketua Pengadilan Negeri Serang Husni Rizal, yang dihubungi terpisah mengaku siap menggelar sidang perakara ini. "Saya sudah menunjuk hakim yang akan menangani sidang ini. Pekan depan mulai digelar sidangnya," kata Husni. Faidil Akba

Sumber : TempoInteraktif.com 02 Februari 2006

Dua Gubernur Diperiksa sebagai Saksi Kasus Korupsi

JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali menandatangani izin penyidikan pejabat negara baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka pelanggaran hukum.

Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (2/2), mengatakan, dua gubernur---Gubernur Kalimantan Barat dan Gubernur Sulawesi Tengah---akan diperiksa sebagai dalam kasus korupsi berdasarkan pemintaan Kejaksaan Agung dan Polri.

Sementara itu, seorang bupati---Bupati Tanah Laut di Kalimantan Selatan---akan diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi berdasarkan permintaan Polri.

Pejabat lain yang akan diperiksa adalah Walikota Pangkal Pinang, Bangka Belitung, sebagai saksi kasus perjudian. Bupati Sleman, Yogyakarta, sebagai saksi kasus korupsi. Bupati dan Wakil Panajan, Kalimantan Timur, sebagai saksi kasus korupsi.

"Dengan demikian sudah ada 75 pejabat negara yang berdasarkan UU memerlukan izin presiden untuk penyidikannya, yakni 7 gubernur, 36 bupati, 8 wakil bupati, 9 walikota, dua wakil walikota, dan 13 anggota DPR," ujar Andi.

Andi menambahkan, hingga Presiden Susilo telah menerima laporan dari Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim Tastipikor) soal kemajuan penyelidikan 10 kasus menengah besar. Sebanyak 2 kasus telah dilimpahkan ke pengadilan, 5 kasus akan menyusul, dan 3 kasus masih dalam penyelidikan. (Nik)

Sumber: Kompas, Kamis, 2 Februari 2006

Gapensi Ancam Laporkan PU Kota Gorontalo ke KPK

Gorontalo - Gabungan Pengusaha Konstruksi (Gapensi) Provinsi Gorontalo bakal mengadukan Pekerjaan Umum (PU) Kota Gorontalo ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini dilakukan menyusul adanya dugaan, jika proyek yang ada Dinas PU Provinsi Gorontalo selama delapan tahun tidak pernah melalui mekanisme Tender.

"Berdasarkan laporan yang kita terima dari pihak Gapensi Kota Gorontalo, bahwa sudah sekitar delapan tahunan, proyek yang ada di PU Kota Gorontalo tidak pernah melalui proses Tender," ungkap Sekretaris Gapensi Provinsi Gorontalo, Marten Nento kepada PROSES, Minggu (29/1). Marten juga menegaskan, bahwa pihaknya akan segera mengadukan hal ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tindakan yang lebih mengarah pada praktek-praktek KKN.

Selain itu pula, sebagaimana temuan Gapensi, bahwa selama perealisasian proyek, pihak PU Kota dianggap tidak transparan. "Tak satu pun perealisasian atau pelaksanaan proyek yang diumumkan di media massa. Dan hal ini sangat bertentangan dengan ketentuan Kepres," tukas Marten.

Tidak hanya itu, ketidak transparan PU bukan hanya di PU Kota Gorontalo, akan tetapi sudah menjadi gejala disetiap PU, baik yang ada di Provinsi maupun Kota dan Kabupaten. Mengenai tidak transparannya pihak PU, seakan menjadi gejala dan ini terjadi di semua PU diwilayah Provinsi, Kota dan Kabupaten. "Pihak asosiasi pengusaha Konstruksi tidak pernah disodorkan Daftar Isian Proyek dan gejala ini hampir terjadi di semua PU baik Provinsi, Kota dan Kabupaten," tegas Marten. (PG-40/gorontalo pos)

Sumber: Myrmnews, Senin, 30 Januari 2006

Empat Mantan Unsur Pimpinan DPRD Musi Banyuasin Ditahan

Musi Banyuasin – Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Selasa (24/1) pukul 18.45, menahan empat mantan pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Musi Banyuasin periode 1999-2004, terkait korupsi dana perjalanan dinas Rp 5,4 miliar pada tahun 2002-2003. Penahanan dilakukan di Lembaga Permasyarakatan Sekayu, Musi Banyuasin. Mereka adalah mantan Ketua DPRD Lili Ahmadi dan tiga wakil ketua: Abbas Mahdin, Zainul Bahri, dan Mustofa Ansariah.

Menurut Kepala Kejaksaan Negeri Sekayu, Kadarsyah, penahanan bertujuan untuk mempermudah proses penyidikan. Untuk tahap awal, penahanan dijadwalkan berlangsung 20 hari, yaitu hingga 12 Februari. ”Target kami, kasus ini dilimpahkan ke pengadilan Februari mendatang,” katanya. Menurut Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin sebagai ketua tim penyidik, Ali Hanafiah, tahun 2002-2003, 45 anggota DPRD mendapat dana perjalanan dinas sebesar Rp 5 juta per bulan. Dana diberikan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Pimpinan DPRD Musi Banyuasin Nomor 04 Tahun 2002 dan Nomor 20 Tahun 2003 yang menetapkan pembayaran melalui gaji per bulan tanpa surat perintah perjalanan dinas (SPPD). Uang itu tak dipakai untuk perjalanan dan tidak ada pertanggungjawaban.

Menurut Ali, SK itu salah karena tidak mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Keuangan DPR serta Keputusan Menkeu Nomor 7 Tahun 2003 tentang syarat-syarat perjalanan dinas. Menanggapi laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai penyelewengan APBD 2004 di pemerintah provinsi, serta pemerintah kabupaten dan kota se-Sumsel Rp 678 miliar, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Palembang Nurkholis mengatakan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel harus proaktif. Namun, Kepala Kejati Sumsel Edwin Situmorang mengatakan, sesuai prosedur pemeriksaan keuangan pemerintah, pihaknya hanya dapat memeriksa setelah laporan BPK dilaporkan ke DPR. Tanpa rekomendasi DPR, Kejati kesulitan memeriksa karena laporan BPK tanpa menunjuk kasus yang spesifik. (lkt/eca)

Sumber: Kompas, 26 Januari 2006

Berkas D.L. Sitorus Segera Dilimpahkan ke Pengadilan

Jakarta — Penyidik Kejaksaan Agung menduga terjadi kerugian negara sebesar Rp 1,6 triliun karena kegiatan perubahan status dan fungsi peruntukan kawasan hutan menjadi kebun kelapa sawit di Tapanuli Selatan. Kerugian ini dari kegiatan perusahaan yang dikuasai tersangka Darius Lungguk Sitorus. "Dari hasil pemeriksaan Departemen Kehutanan, IPB, dan BPKP, kerugian yang ada sekitar Rp 1,6 trilun," ujar juru bicara Kejaksaan Agung, Mashudi Ridwan.

Menurut Mashudi, kawasan hutan di kawasan Padang Lawas di Tapanuli Selatan yang diubah peruntukkannya menjadi kebun kelapa sawit seluas 170 ribu hektar. Berkas dan tersangka D.L Sitorus rencananya akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat awal Februari depan. "Rencananya Sitorus akan diadili di PN Jakarta Pusat meski locus delictinya di Tapanuli Selatan,"katanya. Alasannya, untuk menghindari konflik horisontal antara 15 ribu karyawan D.L Sitorus dengan masyarakat sekitar.

Masyhudi menyatakan masyarakat melalui kepala desa di Tapanuli Selatan dari 33 kepala desa 30 diantaranya menentang kegiatan D.L Sitorus. Alasan lain, karena kebanyakan sksi yang berasal dari pejabat departemen kehutanan banyak berada di Jakatrta. "Ijin memindahkan pengadilan itu, sudah didapatkan dari MA tanggal 5 Januari,"ujarnya.

Tersangka D.L Sitorus masih ditahan di rutan Kejaksaan Agung sejak Agustus lalu. Dia diduga melanggar pasal 1 ayat 1 huruf a UU no 3 tahun 1971 dan pasal 2 ayat 1 UU No 31 tahun 1999 atau pasal 5 UU Kehutanan. Tersangka tanpa ijin dari Menteri Kehutanan sejak April 1998 hingga sekarang mengubah peruntukan kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. (Dian Yuliastuti)

-

Arsip Blog

Recent Posts