KPK Kunker ke Kapuas

Wakil Ketua Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Dr. Mochammad Yasin melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Kapuas, Rabu (16/4) pagi. Didampingi Bupati Kapuas Ir. HM Mawardi MM dan Wakil Bupati Kapuas Suraria Nahan Dpl ATP ST serta ketua DPRD Kapuas Iber H Nahason SE, Mochammad Yasin dan Deputi Bidang Akuntanbilitas Kementerian Pelayanan Aparatur Negara Ir. Heriyana M.Si dan rombongan meninjau sarana pelayanan publik di Kapuas.

Sarana pelayanan publik yang ditinjau masing-masing Kantor samsat, RSUD Dr. H Somarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas, Unit Pelaksana Dinas Pendapatan Daerah/kantor bersama Samsat dan Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UPPT).

Dalam kunjungannya, rombongan dipimpin Muhammad Yamin sempat melakukan dialog dengan para petugas UPPT tentang bagaimana pelayanan perizinan, lama waktu memberikan pelayanan dan besarnya biaya administrasi dalam mengurus perizinan.

Bupati Kapuas Ir. HM Mawardi MM mengatakan, kunjungan wakil ketua bidang pencegahan KPK RI beserta rombongan ke Kabupaten Kapuas bertujuan meninjau sarana pelayanan publik dalam rangka kegiatan evaluasi pelaksanaan Good Governance di Kabupaten Kapuas.

“Sebagaimana saya laporkan pada rapat evaluasi pelaksanaan Good Governance di Palangka Raya tanggal 15 April 2008, Pemkab Kapuas telah menerapkan tujuh program Good Governance dijajaran Pemkab Kapuas dengan berbagai kegiatan,” kata Mawardi dalam sambutan pada acara kunjungan kerja tersebut di Aula BPPPMD Kapuas, Rabu (16/4) siang.

Dikatakannya, kegiatan tersebut meliputi bidang peningkatan kapasitas pemerintah daerah, bidang penerapan pengelolaan anggaran berbasis kinerja, bidang peningkatan pelayanan sektor publik, bidang pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa, bidang pengembangan dan pelaksanaan peningkatan kemampuan teknis aparatur, bidang kesadaran anti korupsi di jajaran aparatur Pemda dan masyarakat, bidang pengembangan mekanisme dan penanganan pengaduan masyarakat serta peningkatan kapasitas dan kualitas kinerja auditor.

“Upaya-upaya perbaikan yang dilakukan melaksanakan evaluasi terhadap program yang telah dilaksanakan, melanjutkan dan memantapkan hal-hal yang telah berjalan serta memperbaiki hal-hal yang belum sempurna untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan tugas serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” kata Mawardi.

Dengan kunjungan tersebut, Bupati berharap masukan berupa saran dan pendapat dalam perbaikan dan penyempurnaan pelayanan publik yang dilaksanakan ketiga pelayanan publik, sehingga terwujud pelayanan publik berkualitas sesuai tuntutan masyarakat.***

Sumber : Kalteng Pos, 17 April 2008

BPK Temukan Kejanggalan Penggunaan APBD Labuhanbatu 2006

Rantauprapat - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI berdasarkan laporan hasil pemeriksaan atas Keuangan Pemkab Labuhanbatu untuk TA 2006 menemukan indikasi kurangnya tingkat kepatuhan terhadap peraturan berlaku.

Sesuai hasil Auditor utama keuangan negara V Perwakilan V bernomor : 21/S/XIV.1/12/2007, Realisasi Anggaran APBD Tahun Anggaran 2006 pada Dinas Pemukiman dan Prasarana Daerah diketahui realisasi Belanja Modal, Gedung Publik sebesar Rp2.445.622.000, digunakan untuk lima buah kegiatan pengadaan meubelair SD, SMP dan SMA.

Perinciannya, pengadaan Meubelair Sekolah SD sebanyak 200 ruang. Kegiatan ini dilaksanakan oleh CV MUB, berdasarkan Surat Perjanjian Kontrak No. 602/49/SPP/APBD/PP/WIL. I,II,III/LB/2006 tertanggal 12 Oktober 2006 lalu, senilai Rp1.989.000.000,00. "Katanya, pekerjaan telah selesai 100 persen, dengan Berita Acara Serah Terima Pertama No 112/BA/STP/APBD/PP/WIL.I,II,III/LB/2006 tertanggal 19 Desember 2006 dan Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan No01/BA/PAP/APBD/PP/WIL.I,II,III/LB/2006 tanggal 18 Desember 2006 dan pekerjaan telah dibayar lunas sesuai pembayaran terakhir dengan SPM No1344/Keu/2006 tanggal 29 Desember 2006 berdasarkan Jaminan Pemeliharaan dari PT Askrindo No Polis 15.01.06.00132.RP.13.01.0 tanggal 19 Desember 2006sebesar Rp99.450.000,00 yang berlaku dari tanggal 19 Desember 2006 sampai dengan 20 Juni 2007," terang Yos Batubara Direktur Eksekutif Lembaga Bina Masyarakat Indonesia (LBMI), kemarin,di Rantauprapat.

Tapi, tambahnya seraya mengutip hasil pemeriksaan BPK RI, secara uji petik atas Berita Acara Serah Terima Meubelair diketahui bahwa seluruh meubelair telah diserahterimakan ke semua sekolah dasar terkait. Namun, berdasarkan tanggal-tanggal yang tertera pada Berita Acara Serah Terima diketahui terdapat sejumlah meubelair yang telah diserahterimakan sebelum dilakukan Pemeriksaan Pekerjaan Pertama pada tanggal 06 Desember 2006 sesuai Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan No. 01/BA/PAP/APBD/PP/WIL.I,II,III/LB/2006 sebanyak 70 ruang.

Alasannya, menurut keterangan lisan dari Pengawas Lapangan menyebutkan bahwa pemeriksaan atas hasil pelaksanaan pekerjaan tersebut memang hanya dilakukan secara sample sehingga tidak seluruh hasil pekerjaan diperiksa, katanya.

Selain itu, ujarnya, pengadaan Meubelair Sekolah SMP sebanyak 20 ruang. Yang dilaksanakan oleh UD PP berdasarkan Surat Perjanjian Kontrak No. 602/50/SPP/APBD/PP/WIL. I,II,III/LB/2006 tanggal 12 Oktober 2006 lalu.

"Berdasarkan pemeriksaan secara uji petik atas Berita Acara Serah Terima Meubelair diketahui seluruh meubelair telah diserahterimakan ke semua sekolah lanjutan tingkat pertama terkait. Namun, berdasarkan tanggal-tanggal yang tertera pada Berita Acara Serah Terima, terdapat sejumlah meubelair yang telah diserahterimakan sebelum dilakukan Pemeriksaan Pekerjaan Pertama, untuk sebanyak 16 ruang," bebernya.

Masih menurut laporan BPK, tambahnya menurut keterangan lisan dari Pengawas Lapangan, pemeriksaan hasil pelaksanaan hanya dilakukan secara sample, sehingga tidak seluruh hasil pekerjaan diperiksa. Bukan hanya itu, Pengadaan Meubelair Sekolah SMU sebanyak 20 ruang.

Kegiatan ini dilaksanakan oleh UD Ricky berdasarkan Surat Perjanjian Kontrak
No. 602/51/SPP/APBD/PP/WIL.I,II,III/LB/2006 tanggal 12 Oktober 2006 lalu, Pekerjaan telah selesai seratus persen. Itu, berdasarkan Berita Acara Serah Terima Pertama dan Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan, serta pekerjaan telah dibayar lunas sesuai pembayaran terakhir dengan SPM No 999/KEU/2006 tanggal 22 Desember 2006.

Di sini juga, katanya, Berdasarkan pemeriksaan BPK secara uji petik atas Berita Acara Serah Terima Meubelair diketahui seluruh meubelair telah diserahterimakan ke semua sekolah menengah umum terkait.

Namun, berdasarkan tanggal-tanggal yang tertera pada Berita Acara Serah Terima diketahui terdapat sejumlah meubelair yang telah diserahterimakan sebelum dilakukan Pemeriksaan Pekerjaan Pertama sebanyak 16 ruang.

Kembali, menurut keterangan lisan dari Pengawas Lapangan menyebutkan bahwa pemeriksaan atas hasil pelaksanaan pekerjaan tersebut memang hanya dilakukan secara sample sehingga tidak seluruh hasil pekerjaan diperiksa.

Dengan Kondisi demikian, maka Kepala Bagian Keuangan dan Kepala Sub. Bagian Pembukuan dalam menyusun Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2006 belum mempedomani Standar Akuntansi Pemerintahan. Selain itu, Panitia Anggaran Tahun Anggaran 2006 tidak cermat dalam menyusun Belanja Modal Peralatan sebagai Belanja Modal Gedung Publik pada Dinas Pemukiman dan Prasarana Daerah.

Sekretaris Daerah menyatakan bahwa benar pengelompokan aset pada Neraca Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2006 salah dicatat yaitu yang seharusnya kelompok Meubelair dimasukkan ke dalam kelompok Gedung. Hal ini akan menjadi perhatian kami dalam penyusunan Neraca tahun berikutnya.

Tak ayal, kata Yos, BPK-RI menyarankan Bupati Labuhanbatu agar memberikan sanksi kepada Kepala Bagian Keuangan dan Kepala Sub Bagian Pembukuan atas kesalahannya dalam menyusun Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2006 tidak mempedomani Standar Akuntansi Pemerintahan.
"Panitia Anggaran Tahun Anggaran 2006 atas ketidakcermatannya dalam menyusun Belanja Modal Peralatan sebagai Belanja Modal Gedung Publik pada Dinas Pemukiman dan Prasarana Daerah," ujarnya.

Bukan hanya di Dinas Kimprasda Labuhanbatu pihak BPK menemukan kejanggalan-kejanggalan penggunaan dana APBD Labuhanbatun TA 2006. Di beberapa SKPD lainnya di jajaran Pemkab Labuhanbatu juga terindikasi hal serupa.(ANSHARI)

Sumber: www.hariansuarasumut.com 02 Mei 2008

Bupati Minahasa Utara Dituntut 2 Tahun Penjara

Bupati Minahasa Utara Vonnie Anneke Penambunan dituntut hukuman dua tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi dalam proyek feasibility studies (FS) pembangunan Bandara Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur.

Vonnie dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 4.047 miliar tersebut." Kami menuntut agar majelis hakim memutuskan terdakwa dipidana penjara dua tahun dan denda sebesar Rp 100 juta," tegas anggota JPU Khaidir Ramli saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin.

Menurut JPU, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 jo Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah UU 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP yang tercantum dalam dakwaan kedua.

Selain hukuman penjara, JPU juga menuntut Vonnie untuk membayar denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 4,047 miliar dengan merampas uang yang telah dititipkan dan disita KPK. Khaidir mengatakan, dalam proyek tersebut, Vonnie terbukti telah memperkaya diri sendiri atau korporasi, dalam hal ini PT. Mahakam Diastar Internasional (MDI), yakni yang bersangkutan sebagai direktur utamanya waktu itu.

JPU juga menilai Vonnie telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, dan sarana karena jabatan. "Terdakwa menyalahgunakan kesempatan karena hubungan baiknya dengan Syaukani selaku Bupati Kutai Kartanegara," ujarnya. Padahal, lanjut Khaidir, terdakwa selaku Direktur PT. MDI sejak awal mengetahui bahwa perusahaannya tidak mempunyai pengalaman dan kemampuan dalam bidang studi kelayakan. "Tapi, karena kedekatannya dengan Bupati Kukar, terdakwa tetap saja mengajukan penawaran studi kelayakan itu," tandasnya.

Diketahui, Vonnie diadili atas perkara dugaan korupsi proyek studi kelayakan pembangunan Bandara Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, pada 2003-2004. Vonnie selaku Direktur PT MDI diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan modus perusahaan dibentuk satu bulan sebelum pekerjaan studi kelayakan bandara dengan menggandeng direktur PT Econa Engineering.

Dalam pembangunan bandara ini, Pemkab Kaltim mengalokasikan dana sebesar Rp 128,425 juta yang diambil dari APBD. Sementara untuk proyek studi kelayakan dialokasikan anggaran sebesar Rp 8 miliar. Dalam proyek itu, Vonnie diketahui telah menerima pembayaran sebesar Rp 6,2 miliar secara bertahap. ****

Sumber : Seputar Indonesia, 01 Mei 2008

KPK Tak Sebut Tersangka Alih Fungsi Hutan Banyuasin

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan mengumumkan nama tersangka alih fungsi hutan mangrove di Banyuasin menjadi Pelabuhan Tanjung Siapi-api. "Saatnya nanti, kami akan umumkan secara lengkap tentang itu. Saya janji," ujar Ketua KPK Antasari Azhar di gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta (29/4/2008).

Namun saat ditanya, apakah yang menjadi tersangka merupakan anggota Komisi IV dari Fraksi Partai Demokrat Sarjan Tahir, Antasari dengan diplomatis mengatakan, nama tersangka akan diumumkan pada saatnya nanti. "Cermati apa yang terjadi di KPK. Nanti tidak ada satu berita pun yang akan terlewatkan, dan pada saatnya nanti akan diumumkan," katanya.

Pada bulan Maret 2006 Komisi IV membuat tim Hutan Lindung untuk melakukan kunjungan kerja ke Banyuasin. Tim ini mengijinkan alih fungsi hutan mangrove. Namun dari 600 hektar yang diajukan, Komisi IV justru mengabulkan alih fungsi lebih besar, yakni 1.000 hektare.(hri)

Sumber: Okezone, Selasa, 29 April 2008

Kakandepag Gowa Bantah Korupsi

SUNGGUMINASA--Mencuatnya kembali dua kasus indikasi korupsi di jajaran Kantor Depag (Kandepag) Gowa, yang diproses di Kejaksaan Negeri (Kejari) Gowa ditanggapi langsung Kepala Kantor Depag (Kakandepag) Gowa, M Ahmad Muhajir di ruang kerjanya, Senin 29 April.Ahmad Muhajir mengatakan kasus pembangunan pesantren Bahrul Ulum di Pallangga dan Miftahul Ulul di Malakaji itu, letak kesalahannya karena tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya. Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diduga merugikan negara sebesar Rp66 juta.

Menurut Ahmad pembangunan kedua pesantren tersebut telah tuntas dan dimulai sejak 2005. Bukan 2006, sebagaimana yang dibeberkan pihak Kejari Gowa.

Menurutnya Depag hanya pemakai gedung, tidak ada kaitannya dengan pelaksanaan proyek. Dia mengaku telah memberikan keterangan di Kejati dan dua rekanan serta konsultan pengawas.

Kasus kedua adalah dugaan adanya pungutan liar (pungli) terhadap tunjangan fungsional guru honor yang ada bawah naungan Depag yang mencuat sejak bulan Januari lalu. Ia membantah kalau pungli itu atas prakarsa Kandepag Gowa.

"Ini tanpa sepengetahuan Kandepag," ujarnya singkat.

Data Kejari Gowa, pungutan itu berkisar antara Rp200 ribu-Rp600 ribu. Sementara jumlah guru honor di bawah naungan Depag ada sekira 1.201 orang. Kejari yang sudah memeriksa lima kepala sekolah mengungkapkan tidak semua dari jumlah guru honor ini yang dipungli.

Ahmad mengaku sudah turun ke lapangan dan hasilnya sampai saat ini ia belum menemukan adanya indikasi pungli tersebut. Ia mengecek ke Sanawiah Balang-balang, Bontote'ne dan Malakaji.

"Kalau memang sampai ada pungutan, sebaiknya kepala sekolah kembalikan. Guru honor juga tak usah merasa takut untuk melapor ke Kandepag bila ada pungutan terhadap tunjangan fungsionalnya," tegasnya. (m01)

Sumber: Fajar, Selasa, 29 Apr 2008

Konflik PKB Merembet Hingga Masalah Tuduhan Korupsi

Jakarta—Konflik di tubuh PKB antara kubu Muhaimin Iskandar dan Gusdur merembet hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anwar Ahmad, kuasa hukum PKB kubu Muhaimin, Senin (28/4) melaporkan dugaan kasus suap Bupati Probolinggo Hasan Aminnudin yang juga Ketua DPW PKB versi kubu Gus Dur ke kantor KPK dan meminta mengambilalih penyidikannya dari Polda Jatim.

Anwar menjelaskan Hasan diduga telah menyalahgunakan anggaran dana APBD Kabupaten Probolinggo sejak 2004-2006 senilai Rp12,5 miliar. Dijelaskannya, dana yang diselewengkan itu merupakan anggaran pembangunan Islamic Center Probolinggo, Dana Bantuan Usaha Kecil, Panti Pintar,dan sejumlah proyek pembangunan daerah.

“Kasus ini sudah lama. Sejak tahun lalu sudah dilaporkan ke Polda Jatim tapi tidak ditindaklanjuti. Karena itu kami minta KPK segera mengambil alih karena terkait uang rakyat,” papar Anwar. Lebih jauh, ia menjelaskan laporan ini sudah disampaikan ke KPK pekan lalu. “Sekarang kami cuma mau menanyakan bagaimana kelanjutannya,” jelasnya.

Meski membantah laporan ini tidak terkait konflik politis di tubuh PKB, Anwar pada kesempatan ini didampingi Imam Nahrawi, Ketua DPW PKB Jatim versi Kubu Muhaimin. Imam mengaku dirinya diangkat menjadi Ketua DPW Jatim berdasarkan keputusan Ketum Muhaimin Iskandar dua pekan lalu.

“Lewat keputusan itu, Ketua Umum PKB Bapak Muhaimin Iskandar telah memberhentikan Saudara Hasan Aminuddin sebagai Ketua DPW PKB Jawa Timur,” ungkap Imam.

Lebih jauh, Imam menjelaskan keikutsertaan datang ke KPK untuk mengawal proses laporan dugaan korupsi ini. Pasalnya, jelas dia, dugaan korupsi ini melibatkan salah satu kader PKB dan terjadi di wilayah Jawa Timur. “Jadi saya perlu dong datang ikut mengawasi kelancarannya,” kilah dia. (NU/OL-06)

Sumber: Media Indonesia, Senin, 28 April 2008

Kegiatan di Kimprasda Tapsel Acak-Acakan

Tapsel - Ketidakmampuan Bupati Tapsel Ongku Parmonangan Hasibuan dalam melaksanakan tugasnya sebagai kepala daerah kian nampak jelas. Berbagai kegiatan di kabupaten itu, cenderung tidak terealisir dengan baik.

Seperti terhadap sejumlah kegiatan senilai Rp. 4.401.368.000,- Tahun Anggaran (TA) 2005 di Dinas Permukiman dan Prasarana Daerah (Kimprasda) Tapsel. Banyak pekerjaan yang sudah dibayar sebesar 30% dari nilai kontrak, namun tidak dikerjakan hingga tahun anggaran berakhir. Alhasil proyek tersebut diluncurkan.

Berbagai kalangan di kabupaten tersebut mengatakan, kondisi ini terjadi akibat lemahnya pengendalian dan pengawasan Bupati selaku Pemegang Kekuasaan Umum pengelola keuangan daerah.

Hasil audit Badan Pemeriksaaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) perwakilan Medan tertanggal 13 Juni 2006 terhadap APBD Tapsel menyebutkan, terdapat tujuh kegiatan di Dinas Kimprasda yang tidak sesuai aturan main.

Ketujuh kegiatan itu diantaranya; proyek peningkatan jalan jurusan Sipisang-Hutaraja antara Km 1 + 270 dilaksanakan oleh CV. Rahmad Sipirok Indah.

Berdasarkan kontrak No. 620/2722/SPP/APBD/2005 tanggal 23 September 2005 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 460.600.000, jangka waktu mulai tanggal 23 September 2005 sampai dengan 21 Desember 2005. Pekerjaan tersebut telah dibayar uang muka sebesar Rp. 138.180.000 atau 30% dari nilai pekerjaan dengan SPMU No. 84/TS/2005, tanggal 28 Nopember 2005.

Sampai dengan tahun anggaran berakhir, realisasi fisik proyek masih 0% dan pekerjaan tersebut menjadi terbengkalai, karena pengadaan aspal hotmix sangat sulit didapat dari perusahaan AMP. Akibatnya,pekerjaan diluncurkan ke Tahun Anggaran 2006.

Kemudian, proyek rehabilitasi dan pemeliharaan jalan jurusan batas Kota-Simpang Rianiate yang dilaksanakan oleh CV. Andika Sipirok Engg, berdasarkan kontrak No. 620/23199/SPP/APBD/2005 tanggal 23 September 2005 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 357.000.000. Jangka waktu mulai tanggal 23 September 2005 sampai dengan 21 Desember 2005. Pekerjaan tersebut telah dibayar uang muka sebesar Rp. 107.100.000 atau 30% dari nilai pekerjaan dengan SPMU No. 83/TS/2005 tanggal 28 Nopember 2005.

Sampai dengan tahun anggaran berakhir, realisasi fisik proyek masih 0% dan pekerjaan tersebut terbengkalai, karena pengadaan aspal hotmix sangat sulit didapat dari perusahaan AMP. Sehingga, pekerjaan diluncurkan ke Tahun Anggaran 2006.
Selanjutnya, proyek peningkatan jalan jurusan Simpang Simataniari-Siranap dilaksanakan oleh CV. Dian Wira Putra, berdasarkan kontrak No. 620/2311/SPP/APBD/2005 tanggal 23 September 2005 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 378.318.000. Jangka waktu pelaksanaan mulai tanggal 23 September 2005 sampai dengan 21 Desember 2005.

Pekerjaan tersebut telah dibayar uang mukanya. Ternyata, sampai dengan tahun anggaran berakhir realisasi fisik proyek masih 0% dan realisasi keuangan 0%, sehingga pekerjaan diluncurkan ke Tahun Anggaran 2006.

Proyek peningkatan jalan jurusan Sampean-Poldung Dolok-Ramba Sihasur dilaksanakan oleh CV. Tiktak berdasarkan kontrak No. 620/2281/SPP/APBD/2005 tanggal 23 September 2005, dengan nilai kontrak sebesar Rp. 253.500.000. Jangka waktu pelaksanaan mulai tanggal 23 September 2005 sampai dengan 21 Desember 2005.

Pekerjaan tersebut belum dibayar uang muka, sampai dengan tahun anggaran berakhir. Sedangkan realisasi fisik proyek masih 0% dan realisasi keuangan 0%. Akibatnya, pekerjaan diluncurkan ke Tahun Anggaran 2006.

Penyimpangan yang sama juga terdapat pada proyek peningkatan jalan jurusan Desa Ujung Padang dan Desa Lancat Jae, yang dilaksanakan oleh CV. Mitra Setia berdasarkan kontrak No. 620/2295/SPP/APBD/2005, dengan nilai kontrak sebesar Rp. 248.000.000. Jangka waktu pelaksanaan mulai tanggal 23 September 2005 sampai dengan 21 Desember 2005.

Pekerjaan tersebut telah dibayar uang muka sebesar Rp. 74.400.000 atau 30% dari nilai pekerjaan dengan SPMU No. 92/TS/2005 tanggal 5 Desember 2005. Sampai dengan tahun anggaran berakhir, realisasi fisik proyek masih 30%. Akibatnya, sisa pekerjaan diluncurkan ke Tahun Anggaran 2006.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Surat Edaran Mendagri No. 900/18SJ tanggal 3 Januari 2006 pada point (1) yang menyebutkan, seluruh program/kegiatan yang telah dianggarkan dalam APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2005 supaya diselesaikan paling lambat tanggal 31 Desember 2005.

Selain itu, kondisi tersebut juga bertentangan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 tanggal 10 Juli 2002 tentang pedoman pengurusan pertanggungjawaban dan pengawasan APBD.

Pasal 64 menyatakan, pelaksanaan anggaran daerah dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip efisien dan sesuai dengan kebutuhan tehnis yang disyaratkan/ ditetapkan, terarah, terkendali sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi perangkat daerah.(jaker)

Sumber: www.hariansuarasumut.com 25 April 2008

Gorontalo, Kota Terkorup Di Indonesia

Gorontalo - Transparency International Indonesia (TII) menyatakan bahwa Kota Gorontalo merupakan daerah dengan korupsi paling banyak di Indonesia. Ini hasil penelitian lembaga itu yang dilakukan sejak 2006. "Dari sekian daerah yang menjadi sample penelitian kami, menurut responden, Kota Gorontalo yang terkorup dari 32 kabupaten/kota yang masuk daftar daerah yang kami teliti," kata Rizal Malik, Sekretaris Jenderal TII, saat deklarasi pakta integritas bersama pemerintah Kabupaten Gorontalo, Rabu (23/4).

Meskipun menjadi daerah terkorup, kata dia, namun hingga kini pihaknya belum melakukan kerja sama ataupun kesepakatan untuk pemberantasan korupsi itu. "Kalau Pemkot Gorontalo mau membenahi daerahnya, kami bersedia untuk memfasilitasi segala kegiatan yang berhubungan dengan pemberantasan korupsi," katanya. Ia menjelaskan, penelitian itu akan dikembangkan dengan meneliti 42 kabupaten/kota lainnya di Indonesia, berdasarkan data inflasi dari Badan Pusat Statistik.

Sementara itu, secara nasional Global Perception Indeks menunjukkan angka persepsi terkait korupsi, Indonesia mencapai 2. Angka ini menunjukkan kecenderungan membaik atau tingkat korupsi turun. "Namun pada 2008 ini sepertinya indeksnya akan naik lagi," katanya.

Ia menambahkan, kelemahan saat melakukan penelitian indeks persepsi tersebut, respondennya adalah para pengusaha sehingga belum menyentuh elemen masyarakat lainnya.(ant)

Sumber: Surya, 24 April 2008

Korupsi, Kepala Bappeda Katingan Ditahan

Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kalteng) menahan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Katingan, Supardi DJ Nihin, atas tuduhan korupsi pada Sekretariat DPRD Katingan tahun anggaran 2003-2004.

Tersangka yang masih mengenakan seragam PNS dibawa petugas Kejaksaan ke Rumah Tahanan kelas IIA Palangka Raya, Rabu (23/4) sekitar pukul 15.00 WIB, usai menjalani pemeriksaan selama lima jam di Kantor Kejati Kalteng.

"Supardi DJ Nihin ditahan karena diduga terlibat dalam perkara korupsi tunjangan kesehatan anggota dewan yang dilakukan saat masih menjabat sebagai Sekretaris DPRD Kabupaten Katingan," kata Asisten Kejati Kalteng, Didik Supardi.

Saat dibawa memasuki mobil tahanan, Supardi sama sekali tidak nampak gelisah, bahkan sesekali tertawa sambil berbisik pada jaksa penyidik yang mengawalnya.

Tersangka ditahan dengan Surat Penahanan Nomor PRINT-212/Q.2/Fd.1/04/2008, yang ditandatangani oleh Kepala Kejati Kalteng Daniel Tombe Marrung, terhitung tanggal 23 April 2008.

Dakwaan primer terhadap tersangka didasarkan pada Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999.

Didik mengakui, kasus tersebut sempat mengendap selama hampir empat tahun sebelum dilakukan penahanan terhadap tersangka. Tersangka juga sempat diperiksa pada tanggal 10 Juli 2006 dan 26 Agustus 2006 lalu.

Sementara tersangka lain, yakni mantan Ketua DPRD Katingan, Berkat Setiawan, sebelumnya juga telah divonis penjara oleh pengadilan dalam kasus serupa.

Dalam perkara korupsi yang melibatkan tersangka itu, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp 1.529.710.000.

"Kemungkinan masih akan ada tersangka lain yang menyusul," kata Didik.

Tersangka, bersama sejumlah pihak lain, diduga menyalahgunakan uang tunjangan kesehatan anggota dewan yang duduk di DPRD Katingan periode 2004-2009 dalam bentuk asuransi, hanya untuk kepentingan pribadi.

Penahanan tersangka dilakukan untuk mempermudah proses penyidikan lanjutan, dan menghindari kemungkinan penghilangan alat bukti atau melarikan diri. Masa penahanan awal ditetapkan selama 20 hari, yang dapat diperpanjang. (kpl/rif)

Sumber : http://www.kapanlagi.com Rabu, 23 April 2008

Menteri Kaban Diminta Bertanggungjawab

Selasa, April 22, 2008 ”Kenapa Menteri mendiamkan saja?” Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar menuntut Menteri Kehutanan M.S. Kaban dan Gubernur Riau Rusli Zainal ikut bertanggung jawab dalam penerbitan izin hak pengusahaan hutan di daerahnya. “Bukan bermaksud menyalahkan,” katanya kepada Tempo kemarin. Saat ini Azmun terbelit masalah. Komisi Pemberantasan Korupsi menuduhnya menerima gratifikasi atau suap sekitar Rp 1 miliar untuk penerbitan izin pemanfaatan kayu bagi sejumlah perusahaan. Penyidik menemukan izin yang mestinya lahan kosong ternyata berupa hutan belantara. Negara rugi Rp 1,3 triliun. KPK menjadikannya sebagai tersangka sejak 13 Agustus 2007 dan menitipkannya di tahanan Markas Besar Polri pada 14 Desember 2007. Di kantor KPK pada Senin lalu, Kaban menyebut izin yang diterbitkan Azmun pada 2001-2006 bermasalah. “Jauh dari ketentuan saat itu,” katanya kepada wartawan. Masalahnya, Azmun membiarkan perusahaan yang tak memiliki delineasi mikro (batasan penggunaan area Hutan Tanaman Industri) menggunakan izin HTI-nya. “Padahal tidak boleh,” kata Fauzi, juru bicara Departemen Kehutanan. Azmun berpendapat, jika izinnya memang dianggap bermasalah, dia tak berdiri sendiri. “Gubernur mengeluarkan rekomendasi Rencana Kerja Tahunan. Menteri Kehutanan berkewajiban mengawasi,” katanya. Menurut Azmun, Menteri berwenang mencabut izin jika tak sesuai dengan hasil verifikasi. “Kenapa Menteri mendiamkan saja?” katanya. Selain itu, menurut Azmun, pemerintah pusat berperan menempatkan petugas pemeriksa penerimaan kayu bulat di perusahaan pemegang izin pemanfaatan kayu. “Ini berdasarkan surat keputusan Gubernur; Menteri juga memberikan rekomendasi,” katanya. Dari data yang diperoleh Tempo, seluruh izin yang dikeluarkan Azmun sudah diverifikasi Menteri Kehutanan. Bahkan sebagian izin yang sudah diverifikasi itu adalah untuk lahan yang tak ada hutannya lagi. Ada juga izin untuk lahan perusahaan bubur kertas yang dikeluarkan langsung oleh Menteri Kehutanan. Menurut Azmun, persoalan hutan seperti itu terjadi bukan di daerahnya saja, melainkan juga di Kabupaten Siak, Kabupaten Indragiri Hulu, dan Kabupaten Indragiri Hilir. “Bahkan Gubernur sendiri yang memberikan izin untuk Kabupaten Indragiri Hulu,” ujarnya. Menteri Kaban yang dihubungi kembali pada Sabtu lalu mengatakan tak tahu secara jelas ihwal izin itu. “Saya hanya memverifikasi, bukan berarti menyetujui,” katanya. Kaban bahkan mengatakan pelaksanaan prosedur perizinan yang dilakukan Azmun sesuai dengan aturan. “KPK bukan cuma menyorot soal izin, tetapi juga gratifikasi,” katanya. Gubernur Rusli Zainal hingga kemarin belum bisa dihubungi. Beberapa kali dikontak melalui telepon genggamnya, tapi tak berbalas. Sebelumnya, ketika ditemui di Istana Negara beberapa waktu lalu, dia mengatakan: “Sebenarnya kalau dari proses izin kan tidak ada masalah. Hanya masalah gratifikasi. Azmun adalah satu dari lima bupati di Riau yang hendak dimintai keterangan oleh Kepolisian Daerah Riau dalam sejumlah kasus pembalakan liar. Polri juga sudah mengirim surat permohonan izin kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk meminta keterangan kepada mereka pada September 2007. Hingga kini izin belum keluar. NURLIS | TOMI | PURBORINI | FANNY FEBYANTI Siapa Menggunduli Pelalawan Menteri Kehutanan, Malem Sambat Kaban “Saya hanya memverifikasi, bukan berarti menyetujui. Coba tanyakan (juga) kepada Menteri Kehutanan yang menjabat sebelum saya.” Tengku Azmun Jaafar Masuk tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi pada pertengahan Desember 2007, baru sekarang Bupati Pelalawan ini bersuara. Ia tak mau menanggung sendiri tulah akibat penggundulan hutan yang liar menjarah Riau. “Saya hanya minta tanggung jawab instansi lain, apakah itu Gubernur atau Menteri (Kehutanan),” ujarnya. Gubernur Riau, Rusli Zainal Sempat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus Pelalawan, Rusli juga banyak disebut oleh penyidik di Kepolisian Daerah Riau dalam kasus serupa di empat kabupaten lain. “Statusnya untuk sementara sebagai saksi. Selanjutnya bergantung pada hasil pemeriksaan,” kata Kepala Polda Riau Brigadir Jenderal Sutjiptadi. “Sebenarnya sih kalau dari proses izin kan tidak ada masalah. Hanya masalah gratifikasi,” kata Rusli Zainal saat ditemui di Istana Negara beberapa waktu lalu. KETERANGAN: Sepanjang 1996-2007 telah terbit 26 izin usaha pemanfaatan hutan di Pelalawan—enam izin dikeluarkan langsung Menteri Kehutanan, 20 izin diterbitkan Bupati Pelalawan sendiri atau bersama- sama dengan Menteri Kehutanan. Menurut Azmun Jaafar, “Izin oleh bupati hanya bersifat rekomendasi, dan tak bisa berjalan tanpa adanya Rencana Kerja Tahunan yang dikeluarkan Gubernur. Jika terjadi penyimpangan, yang tanggung jawab Gubernur.”

Sumber: Koran Tempo, 21 April 2008

Disidik, Korupsi Proyek Sumur Resapan

Jakarta - Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan saat ini menyidik dugaan korupsi dalam proyek sumur resapan di Jakarta, yang diduga merugikan negara Rp 400 juta. Dalam perkara itu, jaksa penyidik sudah menetapkan dua tersangka.

Demikian dijelaskan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Hidayatullah kepada wartawan, Selasa (22/4). "Dua tersangka itu adalah satu dari rekanan, satu lagi dari Pemkot," kata Hidayatullah.

Menurut Hidayatullah, uang negara yang diduga dikorupsi sebesar Rp 400 juta, sudah dikembalikan. Uang itu selanjutnya dijadikan barang bukti. "Tapi, perkara tetep jalan," katanya. Dua tersangka itu tidak ditahan. Hidayatullah beralasan, salah seorang tersangka -perempuan- sakit.

Sumber : Kompas.com : Selasa, 22 April 2008

100 Orang Adukan Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin ke KPK

Jakarta—Sekitar 100 orang anggota Fosil Maharana kembali mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Jumat (18/4) kemarin. Perwakilan anggota Fosil Maharana yang dipimpin Jumanto ditemui Nana Mulyana dan Chamzah. Jumanto Cs kembali melaporkan kasus dugaan korupsi yang terjadi di Pemkab Probolinggo, yakni dugaan korupsi proyek pembangunan Islamic Center, Pantai Bentar, dan Cempoko (proyek pembibitan kentang) senilai Rp 32 miliar.

Kasus ini bergulir saat Kapolda Jatim masih dijabat Irjen Pol Edi Sunarno yang kala itu juga sudah memerintahkan anggota penyidiknya segera mengusut tuntas kasus tersebut. Namun kini kasus itu justru dihentikan penyidikannya oleh Polda Jatim.

Dalam pertemuan dengan KPK terungkap, bahwa KPK ternyata belum pernah menerima SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) dari Polda Jatim atas kasus yang diduga melibatkan Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin tersebut. “Memang tak ada batas waktunya, tapi kita mempertanyakan mengapa SPDP itu tidak dikirim ke KPK,” kata Nana Mulyana.

Padahal, sesuai ketentuan, SPDP kasus dugaan korupsi harus pula disampaikan ke KPK dan Kejati. Sebelumnya pihak Kejati Jatim juga mengaku belum diberi tahu termasuk saat ada gelar perkara kasus ini di Polda Jatim. Apalagi saat itu disebut-sebut sudah ada tersangka.

“Tadi KPK memang menyatakan belum menerima SPDP itu, padahal dalam kasus korupsi SPDP harus disampaikan pula ke KPK dan Kejati Jatim. Jadi kami juga heran, ada apa ini?” kata Jumanto usai diterima KPK.

KPK sendiri sudah mengirim surat ke Polri di Jakarta terkait kasus dugaan korupsi di Pemkab Probolinggo ini. Surat PB No. R/1013/KPK/IV/2007 tertanggal 4 April 2007 itu ditandatangani Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas. Namun sampai sekarang tak ada respon dari Polda Jatim. “KPK tadi heran mengapa tak dijawab sampai sekarang (oleh Polda). Selain itu juga soal amandemen dalam perjanjian kerjasama itu. Karena itu, lantaran kasus ini terlalu lama ngendon di Polda, maka kami sebagai saksi pelapor akan dimintai keterangan Selasa pekan depan oleh KPK,” katanya.

Dikatakan, untuk itu bukan hanya dirinya yang akan menemui KPK tapi juga saksi pelapor lain dari kalangan LSM, seperti LSM DIANtara dan GAK. “Kami akan datang bersama LSM membawa bukti-bukti yang menguatkan kasus dugaan korupsi Bupati Hasan ini, termasuk soal adanya amandemen perjanjian kerjasama pura-pura itu,” katanya.

Yakin Berhasil

Seperti diberitakan berbagai media, saat gelar perkara tim penyidik Polda Jatim tidak memberikan surat ke Kejati Jatim. “Ini ada buktinya, tembusan hanya kepada Kapolda Jatim dan Pilwasda Jatim,” kata Jumanto. Padahal, sesuai prosedur yang berlaku jika akan mengadakan gelar perkara harus memberikan tembusan ke Kejati.

Pernyataan itu juga diperkuat dengan keterangan Hartadi, Aspidsus Kejati Jatim. Pada saat dimintai keterangan, Jumanto sempat menelepon Hartadi, untuk memastikan bahwa Polda Jatim tidak pernah mengirimkan berkas surat ke Kejati Jatim. “Kalau memang Polda pernah mengirimkan surat, kapan? Tidak ada surat masuk ke Kejati,” kata Jumanto menirukan perkataan Hartadi.

Jumanto yang juga mantan ketua Komisi A DPRD Probolinggo menyatakan, mulai proses awal pembangunan Gedung Islamic Center dan Pantai Bentar sudah tidak benar. Pembangunan kedua fasilitas itu tidak sesuai dengan surat perjanjian yang sudah disepakati antara DPRD Kab. Probolinggo dengan kontraktor. Bahkan, pada 2006 lalu Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin membuat amandemen baru perjanjian kerja sama dengan dua kontraktor yang menggarap Gedung Islamic Center dan Pantai Bentar tanpa adanya persetujuan dari DPRD. Amandemen itu dibuat setelah adanya laporan ke Polda Jatim pada tahun 2005 atas adanya dugaan korupsi yang didasari dengan hasil audit BPK. “Pembuatan amandemen itu hanya untuk mengelabuhi kerugian negara saja,” tegas Jumanto. (ws/sof)

Sumber: Duta Masyarakat, Sabtu, 19 April 2008

Korupsi KPUD Gunungkidul

Gunungkidul – Kapolres Gunungkidul AKBP Suswanto Joko Lelono nampaknya dinilai sebagai pejabat yang paling komitmen dalam upaya membongkar dugaan kasus korupsi. Belum selesai mengungkap dugaan mark up tanah kas Desa Kepek, Kecamatan Saptosari, sepucuk surat aduan berisikan dugaan korupsi diterima Kapolres dua pekan lalu.

Pengirim surat aduan yang mengatasnamakan Keluarga KPUD Gunungkidul itu secara jelas membeberkan dugaan penyimpangan yang menyebut dilakukan ketua KPUD Djoko Sardjono dalam percetakan Pilkada Kabupaten Gunungkidul 2005. Surat berperangko Rp 2500 diterima Kapolres Gunungkidul cap pos tertanggal 9 April 2008 dan secara detail pula surat yang diketik dengan alat ketik manual.

Dalam satu lembar surat yang dilayangkan, sang pengirim menyebut jelas perihal: Agar Diproses Hukum yang ditujukan kepala Kejaksaan negeri Wonosari. Adapun isi surat berbunyi Penyimpangan Djoko Sarjono KPUD Gunungkidul uang cetakan yang tidak prosedur—Di peti es kan / dilindungi pelh Bupati, Ada Apa itu? Apa artinya slogan mengabdi tanpa korupsi? Sedangkan KPU Kabupaten lain tetap diproses. Demi tegaknya hukum agar diproses hukum. Keluarga KPUD Gunungkidul. Dan terdapat tembusan surat yang dikirim ke KPK di Jakarta, Kejati DIY, Kapolda DIY, dan Kapolres Gunungkidul.

Dikonfirmasi, Kapolres Gunungkidul AKBP Suswanto Joko Lelono membenarkan pihaknya telah menerima surat tersebut. "Betul ada surat yang ditembuskan yang saya terima. Dan sedang kita perdalam (lidik)," kata Kapolres, siang kemarin.

Namun hingga siang kemarin, Kepala Kejaksaan Negeri Wonosari Endro Wasistomo belum bisa dikonfirmasi terkait surat aduan yang diterimanya. Namun begitu, sumber koran ini di Kejaksaan memastikan kebenaran surat tersebut telah sampai ke Kepala Kejari Wonosari. "Sini juga sudah terima surat aduan itu. Tapi sayang identitas pengirimnya tidak jelas," kata petugas Kejaksaan yang minta namanya dirahasiakan.

Sekedar informasi, selama dalam tahapan pilkada KPUD Gunungkidul pernah diprotes salah satu pasangan cabup yakni pasangan Sugito-Ninik Tasnim yang mempersoalkan hasil cetakan surat suara tidak sesuai dengan gambar foto yang diajukan calon. Karena memang tidak ada prosedur foto yang dicetak untuk dikonsultasikan, maka KPUD harus mencetak ulang kartu suara diduga dari cetak ulang diduga mengakibatkan pemborosan anggaran.

Mendengar adanya surat masuk ek sejumlah aparat penegak hukum, Dewan mendesak kejari untuk bersikap pro aktif. Menurut Ratno Pintoyo selaku wakil ketua DPRD Gunungkidul, masa tugas KPUD Gunungkidul yang akan habis bukan berarti tidak meninggalkan banyak persoalan. "Kami mendukung langkah penegak hukum baik polisi mapun Kejaksaan untuk mengusut tuntas jika memang ada persoalan di internal KPUD baik yang diindikasikan merugikan negara atau kesalahan prosedur lainnya," kata Ratno.

Ratno memandang penting adanya pertanggungjawaban KPUD baik masalah penggunaan anggaran maupun persoalan di banyak dapel yang memang masih dirasakan banyak parpol ganjil. Hal yang sama juga dilontarkan Imam Taufik selaku anggota dewan yang sependapat dengan pernyataan Ratno pentingnya memberikan dukungan langkah dan upaya Kejaksaan mapun polisi.

Sumber: Wonosari.Com, 19 April 2008

Penggunaan JPKMM Kota Binjai Diduga Fiktif

Binjai - LSM Kesehatan Medika (Monitoring Evaluasi Distribusi Kesehatan Masyarakat) Sumatera Utara, Medan, mensinyalir penyaluran dan penggunaaan dana JPKMM (Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin)/Askeskin Tahun Anggaran 2007 diduga kuat dikorupsi oleh Kadis Kesehatan Kota Binjai Dra. Sri Sutarti, Apt, MM safeguarding JPKMM Christina Bukit serta 8 kepala puskesmas induk Kota Binjai.

“Berkaitan dengan sinyalemen itu Medika meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Medan, Gortap Marbun, SH agar turun tangan untuk memeriksa Dra. Sri Sutarti, Apt,MM beserta kroni-kroninya”,ujar Direktur Eksekutif Medika Sumatera Utara, Medan, Sahnan Solin, di Binjai didampingi Ketua MKGR Kota Binjai, drs. Wahyu Pranata, kemarin.

Solin menambahkan, dugaan korupsi dana JPKMM 2007 Kota Binjai ini terungkap pada saat Tim Medika melakukan monitoring (pemantauan) ke Puskesmas Kebun Lada Kecamatan Binjai Utara, beberapa waktu lalu.

Saat bertemu, Kepala Puskesmas dr. Siti Khadijah menolak menjawab pertanyaan pihak Medika Sumut, tentang berapa jumlah masyarakat miskin ( RTM ) yang terdata di Puskesmas tersebut serta jumlah dana JPKMM 2007 yang diterima puskesmas Kebun Lada.

Penolakan itu memunculkan sinyalemen penyembunyian serta merahasiakan penggunaan dana kesehatan orang miskin tersebut. Kemudian, Siti Khadijah menyarankan agar pihak Medika langsung menanyakan ke Kadis Kesehatan Kota Binjai.

Ketika dikonfirmasi ke Dinas Kesehatan Kota Binjai, melalui Metrizal, Kadis Kesehatan sedang tidak di tempat dengan alasan ada rapat di Medan.

Ironinya, ketika pihak Medika mencek ke lapangan, ternyata Kadis Kesehatan tidak ada di Medan, tetapi ditemukan dil okasi peternakan ayam miliknya, di Berngam sedang berduaan dengan Safe guarding Christina Bukit. Padahal saat itu masih jam dinas.

Direktur Eksekutif Medika Sumut. Menambahkan, sesuai Surat Keputusan Menteri Kesahatan Nomor : 417/IV/2007 Tanggal 10 April 2007, termuat ketetentuan didalamnya bahwa prinsip penggunaan dana JPKMM adalah efektif, efisien, tepat sasaran, tranparansi, akuntabilitas serta dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan lampiran SK tersebut entry data Departemen Kesehatan Kota Binjai 2007, jumlah RTM ( Rumah Tangga Miskin ) 7.656 dengan Jiwa Miskin 33480. Dalam SK Menkes tersebut juga diinstruksikan serta tercantum pengawasan LSM/masyarakat terhadap penggunaan dana JPKMM.

“Kami merasa aneh jika seorang kepala puskesmas tidak mengetahui berapa jumlah masyarakat miskin dan berapa jumlah dana JPKMM yang diterimanya. Kuat dugaan kami bahwa dana JKPMM Kota Binjai tahun 2007 dikorupsi secara hirarki, sistematis,terorganisir dan berjemaah. Oleh karena itu kami minta pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera UTara, turun ke Binjai untuk melakukan pemeriksaan terhadap Kadis Kesehatan Kota Binjai, Dra. Sri Sutarti, Apt, MM, safeguarding JPKMM serta ke delapan kepala puksemas induk se Kota Binjai, agar oknum –oknum yang telah menilep dana kesehatan orang miskin ini dapat diajukan kepengadilan”, ujar Direktur Eksekutif LSM Kesehatan tersebut kepada wartawan. ( Mimpin Sembiring ).

Sumber: www.hariansuarasumut.com 18 April 2008

KPUD NTT Didemo Forum Anti Korupsi

Kupang - KPUD Nusa Tenggara Timur (NTT) didemo Forum Anti Korupsi NTT. Mereka menuntut KPUD tidak boleh menerima pasangan calon Gubernur NTT periode 2008-2013, Ibrahim Agustinus Medah yang berpasangan dengan Paulus Moa.

Pendiri Forum Anti Korupsi (FAK) NTT, Ny Joelfina Ndun di halaman Kantor KPUD NTT di Kupang, Kamis (17/4) mengatakan, Ibarahim Agustinus Medah masih berstatus sebagai tersangka, meski Kapolda NTT telah menerbitkan surat perintah pemberihentian penyidikan (SP3).

"FAK NTT tidak berhenti pada SP3 Kapolda NTT. Kami masih naik banding karena itu proses hukum terhadap Medsh belum selesai. KPUD tidak boleh mengesahkan pasangan Medah dan Moa sebagai salah satu peserta calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT," kata Joelfina.

KPUD NTT telah menerima delapan berkas pasangan calon Gubernur NTT yakni Ibrahim Agustinus Medah -Paulus moa (Tulus), Jonathan Nubatonis-Valens Sili Tupen (Talenta), Beny Harman-Alfred Kase (Harkat), Amos Noelaka-Apolos Djara Bonga (Aman), Frans Lebu Raya-Esthon Foenay (Fren), Gaspar Ehok-Julius Bobo (Gaul), Ricard Riwu-Martha Pengko (Camar), dan Alfons Loe Mau-Frans Saleman (Amsal). (KOR)

Sumber: Kompas, 17 April 2008

Bupati Lombok Barat Tersangka Korupsi

NTB - Bupati Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat, Iskandar, menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi tukar guling bekas kantor lama Bupati Lombok Barat di Jl. Sriwijaya dengan kantor baru Bupati di Giri Menang Gerung.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi SP, mengatakan penyidik telah menetapkan status tersangka kepada Iskandar sejak dua pekan lalu. Selain Iskandar, lanjut Johan, KPK juga menetapkan tersangka terhadap Direktur PT Varindo Lobok Inti (VLI), Izzat Husein, yang terlibat langsung dalam proses tukar guling tersebut.

"Sampai saat ini, kasusnya masih dalam penyidikan," ungkap Johan, Senin (14/4).

Dikatakan, pada 1 April lalu, tim penyidik KPK sudah melakukan penggeledahan di kantor dan rumah dinas Bupati Lombok Barat serta kantor PT VLI. Dari penggeledahan tersebut, tim penyidik KPK berhasil menyita sejumlah barang bukti yang terkait dengan proses tukar guling itu. (KPK/Republika)

Sumber: Republika, 15 April 2008

KPK Dalami Kunjungan Anggota DPR ke Bintan

Jakarta― Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kunjungan beberapa anggota Komisi IV DPR RI ke Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, pada akhir 2007 terkait upaya alih fungsi hutan lindung di kawasan itu.

Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Chandra M Hamzah di Gedung KPK, Selasa malam, mengatakan pendalaman itu terkait dengan kasus dugaan suap yang menjerat anggota Komisi IV DPR, Al Amin Nasution dan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Azirwan. "Kita dalami sehubungan penyidikan kasus ini," kata Chandra.

Chandra menolak menjawab ketika diminta ketegasan bahwa status pendalaman terhadap kunjungan anggota DPR itu sudah masuk tahap penyelidikan. Menurut dia, kini KPK masih berkonsentrasi dalam upaya penyidikan kasus Amin. Dia menegaskan, hingga kini kasus itu masih menjerat dua pejabat negara sebagai tersangka, yaitu Al Amin dan Azirwan.

Sedangkan yang kemungkinan terkait dengan pendalaman yang dilakukan KPK masih berstatus sebagai saksi. Sebelumnya, sejumlah anggota DPR dari Fraksi Keadilan Sejahtera mengembalikan uang senilai Rp1,9 miliar secara bertahap ke KPK. Salah satu anggota Fraksi Keadilan Sejahtera yang mengembalikan uang ke KPK adalah Jalaludin Satibi.

Ia mengembalikan uang sebesar Rp55 juta pada 7 Januari 2008. Jalaludin mengaku uang itu didapatnya ketika melakukan kunjungan ke Bintan bersama sejumlah anggota Komisi IV lainnya pada pertengahan Desember 2007.

Seperti diberitakan, Tim KPK menangkap Amin di salah satu ruangan di Ritz Carlton Hotel, Jakarta, pada Rabu (9/4) dini hari. "Barang bukti kami temukan di lapangan terhadap yang bersangkutan berjumlah hampir Rp4 juta saat penangkapan dan kurang lebih Rp67 juta di kendaraan Amin," kata Antasari Azhar.

Belakangan diketahui KPK juga menemukan uang senilai 33 ribu dolar Singapura saat penangkapan. Bersama Amin juga ditangkap Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Azirwan. Pada saat yang sama, KPK juga menangkap tiga orang lain, termasuk seorang wanita.

Selama enam bulan terakhir, kata Antasari, KPK menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam alih fungsi hutan lindung di Kepulauan Riau. KPK menduga pemberian uang kepada Amin terkait kasus yang sedang diselidiki tersebut. (Ant/OL-06)

Sumber : Media Indonesia, 15 April 2008

Sidang Perkara Korupsi Dinkes Labuhanbatu Penasehat Hukum Terdakwa Bilang, Dakwaan JPU Kabur

Rantauprapat - Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat kembali menggelar persidangan kasus korupsi yang melibatkan Kepala Dinas, Wakil Kepala Dinas dan pemegang kas non gaji pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemkab Labuhanbatu, Jumat (11/4).

Ketiga petinggi Dinkes itu pada minggu sebelumnya didakwa melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp1.768.225.182 yang bersumber dari APBD TA 2004.

Tim Jaksa penuntut umum (JPU) dipimpin Kepala Seksi Pidana Khusus R Damanik SH membuat dakwaan ketiga terdakwa menjadi 3 berkas perkara terpisah.

JPU Belman Tindaon SH dan M Jeki Kaban SH menyidangkan terdakwa dr NFH MKes (Kadis Kesehatan), JPU R Damanik SH, Parada Situmorang SH dan Ika Syafitri Salim SH meyidangkan terdakwa DHM MM (Wakadis) serta JPU Novhan Siregar SH dan MS Irene SH menyidangkan perkara terdakwa ZH (50) selaku pemegang kas non gaji di dinas itu.

Ketiga terdakwa didampingi Penasehat Hukum R Sujoko SH, Bahren SH dan Ahmad Rivai SH. Terdakwa dr NFH MKes melalui penasihat hukumnya R Sujoko SH dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim Moestofa SH MH, Syahrurizal SH dan Bony Daniel SH dalam pembacaan eksepsinya mengatakan, bahwa apabila dalam menyusun surat dakwaan syarat materil tidak terpenuhi, maka menurut ketentuan pasal 143 ayat (3) KUHAP, surat dakwaan yang demikian harus dinyatakan batal demi hukum, sebab dalam ketentuan pasal 143 ayat (3) KUHAP secara tegas menyatakan, surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP batal demi hukum.

Bahwa apabila pasal 156 ayat (1) KUHAP saling dihubungkan dengan pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, maka terhadap surat dakwaan JPU yang tidak memenuhi syarat formil maupun syarat materil, dapat diajukan eksepsi atau bantahan atas beberapa hal, antara lain, eksepsi tentang kewenangan mengadili, eksepsi tentang dakwaan tidak dapat diterima dan eksepsi tentang surat dakwaan harus dibatalkan.

Dari ketentuan pasal 156 ayat (1) KUHAP jo pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP tersebut, setelah dicermati dan dipelajari surat dakwaan JPU tersebut, ternyata terdapat hal-hal yang tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dalam menyusun surat dakwaan sebagaimana yang disyaratkan dalam pasal 143 ayat (2) sub b KUHAP.

Bahwa dalam surat dakwaannya, baik dalam dakwaan primer maupun subsidair, JPU telah menguraikan bahwa dana anggaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) TA 2004 Dinkes Labuhanbatu yang bersumber dari APBD Kabupaten Labuhanbatu yang telah dicairkan oleh ketiga terdakwa selama IV Triwulan adalah sebesar Rp.5.452.052.401.

Tetapi, apabila dana yang dicairkan selama IV triwulan oleh ketiga terdakwa disesuaikan dengan dana yang digunakan untuk kepentingan pribadi oleh ketiga terdakwa serta untuk kepentingan orang lain, maka dana yang dicairkan selama IV Triwulan disesuaikan dengan dana yang digunakan untuk kegiatan tidak terdapat persesuaian karena terdapat selisih dana sebesar Rp.6.424.308.

Tidak diuraikannya secara cermat, lengkap dan jelas adanya sisa dana sebesar Rp.6.424.308 antara dana yang dicairkan dengan dana yang digunakan, dengan demikian jelas bahwa susunan surat dakwaan JPU menimbulkan ketidak jelasan atau keraguan. Karena dakwaan tidak sesuai dengan yang sebenarnya sehingga dakwaan JPU dalam perkara ini adalah kabur.

Berdasarkan uraian dan fakta hukum tersebut, R Sujoko SH selaku penasihat hukum terdakwa bermohon agar Majelis Hakim PN Rantauprapat yang memeriksa dan mengadili ketiga terdakwa dapat mempertimbangakan nota keberatan dan memberikan putusan sela berupa, menerima keberatan dari penasehat hukum terdakwa, menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum atau setidaknya menyatakan surat dakwaan JPU tidak dapat diterima dan membebankan biaya perkara kepada negara.

Tim JPU dalam dakwaan sebelumnya menyebutkan terdakwa dr NFH MKes baik bertindak sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan terdakwa DHM MM (42) dan terdakwa ZH pada hari yang tidak dapat diingat lagi, tanggal 21 Mei 2004 sampai dengan 27 Desember 2004 di kantor Dinas Kesehatan Pemkab Labuhanbatu, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan dipandang suatu perbuatan berlanjut secara melawan hukum melakukan perbuatan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.

Dikatakan jaksa, berdasarkan pasal 4 PP No.105 tahun 2000, bahwa “pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat kepada Perundang-Undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan azas keadilan dan kepatutan”.

Pasal 27 PP No.105 tahun 2000 menyebutkan, setiap pembebanan APBD harus didukung bukti-bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh pihak penagih, jo pasal 57 ayat (1) Kep.Mendagri No.29 tahun 2002 bahwa “Pengguna anggaran wajib mempertanggungjawabkan uang yang digunakan dengan cara membuat SPj (surat pertanggungjawaban) dilampiri bukti-bukti yang sah”.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diantur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No.31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan diatambah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Subsider pada pasal 3 jo pasal 18 UU No.31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan diatambah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Majelis Hakim menunda persidangan satu minggu lamanya untuk mendengarkan tanggapan JPU atas eksepsi penasihat hukum terdakwa. (Jansen)

Sumber: www.hariansuarasumut.com 14 April 2008
-

Arsip Blog

Recent Posts