Tampilkan postingan dengan label Gresik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gresik. Tampilkan semua postingan

Dikenal Luar Negeri, Seni Damar Kurung Belum Diakui Pemerintah

Gresik, Jatim -Belum adanya pengakuan itu membuat sekelompok anak muda yang tergabung dalam Komunitas Gresiku Seru yang peduli terhadap wawasan pengetahuan soal Gresik berupaya mengadakan festival damar kurung selama dua hari.

Penanggungjawab Festival Damar Kurung Novan Effendy menjelaskan, alasan dirinya bersama Komunitas Gresiku Seru menyelenggarakan festival ini tidak lain agar seni lukis damar kurung lebih dikenal masyarakat luas tetap lestari dan tidak punah.

"Dalam festival kali ini ada lima budaya Gresik yang mewakili seni lukis damar kurung. Kelima budaya yang dimaksud adalah budaya Tanjung Jauh Bawean, Kraton Giri, urban, perbatasan, dan budaya pesisir masyarakat Gresik. Tidak kurang ada 100 damar kurung dipamerkan," ujarnya, Minggu (12/7/2015).

Novan Effendy menambahkan, selain melalui festival setiap tahun. Untuk melestarikan seni lukis damar kurung. Komunitasnya juga menggelar safari workshop di berbagai tempat. Tujuan safari workshop tersebut agar kesenian tersebut tidak hanya dikenal di masyarakat kota dan pesisir saja. Tapi, masyarakat selatan Gresik juga harus diaplikasikan dalam bentuk lukisan.

"Mudah-mudahan melalui cara kami ini kesenian damar kurung dikenal lebih luas lagi. Tidak hanya masyarakat Gresik melainkan juga masyarakat dari daerah lain," tuturnya.

Sementara itu, Muhammad Arifudin (21), salah satu panitia festival damar kurung menyatakan dalam festival ini juga melibatkan pengajar muda kelas inspirasi dari berbagai disiplin ilmu.

"Tujuannya hanya satu bagaimana seni lukis damar kurung bisa going ke tingkat regional. Bahkan, kalau bisa internasional. Makanya, kami dari berbagai disiplin ilmu terlibat dalam festival ini," pungkasnya.

Semarak Tradisi Kupatan di Kampung Kauman

Gresik, Jatim - Senin (4/8/2014) petang, di sekitar alun-alun Gresik, Jawa Timur, terlihat ramai, terutama di Kampung Pekauman yang biasa disebut Kauman. Warga baru merayakan Lebaran pada tanggal 8 Syawal atau setelah berpuasa selama enam hari berturut-turut dimulai sehari setelah shalat Idul Fitri. Puasa sunah itu untuk menyempurnakan puasa Ramadhan yang dilakoni sebulan penuh.

Lebaran di Kauman dirayakan bersamaan dengan hari raya ketupat atau kupatan, tetapi hanya semalam. Tradisi Lebaran Ketupat itu menjadi puncak silaturahim bagi warga Kauman yang berada di belakang Masjid Jami, tepat di barat alun-alun Kabupaten Gresik.

Ketika daerah lain sudah sepi dan warganya sebagian sudah kembali ke tempat kerja, di Kauman justru ramai. Mereka bersilaturahim dengan tetangga. Sanak saudara dari jauh pun menyempatkan diri unjung-unjung (saling mengunjungi) sambil membawa makanan.

Misbahul Munir, warga Kauman, menuturkan, tradisi Lebaran di Kauman berlangsung turun-temurun. Pada malam kupatan banyak juga warga luar kampung yang datang. Mereka tetap dijamu dengan menu ketupat yang dipadu opor ayam atau gulai kambing. ”Bagi kami, rasanya kurang lengkap dan tak sempurna kalau puasa Ramadhan tidak diteruskan puasa Syawal selama enam hari lalu ditutup kupatan,” ujarnya.

Pada 1 Syawal warga Kauman melaksanakan shalat Id. Setelah itu, suasana kampung itu sepi. Keesokan harinya dilanjutkan lagi dengan puasa Syawal hingga enam hari. Setelah itu baru mereka bersukacita merayakan Lebaran. Seusai shalat maghrib, warga saling mengunjungi dan menikmati hidangan Lebaran dan ketupat.

Sangat istimewa

Tradisi itu awalnya berkembang di Kampung Kaliboto, Pekauman, dan Bekakaan, Kelurahan Pekauman. Perkampungan seluas sekitar 4,5 hektar dengan penduduk sekitar 2.000 jiwa itu benar-benar semarak saat kupatan. Warga tak segan-segan mempercantik rumahnya karena momentum setahun sekali itu dirasa sangat istimewa.

Ketua Masyarakat Pencinta Sejarah dan Budaya Gresik (Mataseger) Kris Aji menuturkan, kebiasaan puasa Syawal itu diperkenalkan oleh ulama bernama Kiai Baka yang masih keturunan Sunan Giri. Ia meminta santrinya agar mengikuti sunah Rasul dengan berpuasa Syawal selama enam hari.

Tradisi itu diteruskan hingga kini. Nama Kiai Baka diabadikan menjadi nama kampung, Kebakaan. Namun, karena pengaruh pelafalan Jawa, akhirnya lambat laun menjadi Bekakaan.

Kebiasaan berpuasa Syawal itu juga dijalankan anak keturunan warga Kauman yang tinggal di daerah lain. Tradisi itu juga berlaku bagi orang luar kampung yang menikah dengan warga Pekauman.

Setidaknya itulah yang dilakukan Syaichu Busyiri. Meski tidak lagi tinggal di Kauman, dia juga masih ikut menjalankan tradisi leluhurnya menyempurnakan puasa Ramadhan dengan puasa Syawal. Ia juga baru berlebaran dan bersilaturahim saat kupatan. ”Kami menghormati tradisi yang baik. Lebaran kami pun baru dilaksanakan malam ini,” kata pria yang kini tinggal di Gresik Kota Baru itu.

Karena perayaan Lebaran di Kauman hanya berlangsung semalam, semua warga berjubel di kampung. Wajah mereka berseri-seri, mengenakan baju baru, saling bersilaturahim dan memaafkan, sambil menikmati ketupat yang disajikan oleh tuan rumah.

Kupatan juga diselingi perkenalan sanak saudara dan menyambung silaturahim yang putus, terutama yang lama tidak bertemu. Tak jarang melalui tradisi itu ada yang bertemu jodoh.

Kris Aji menuturkan, saat kupatan warga saling berkunjung dan bersalaman untuk bermaafan. Warga bisa menikmati kupat dan lepet, semacam lontong yang berisi beras ketan. Makanan itu, ketupat dan lepet, melambangkan istilah ngaturi (menghaturkan), kupat (ngaku lepat, mengakui kesalahan), lepet (lega petungane, tak ada lagi ganjalan untuk bercengkerama).

Ketupat simbol kafah yang dalam bahasa Arab berarti sempurna, sementara lepet berasal dari bahasa Jawa yang artinya kesalahan. Ngaturi kupat lepet bermakna pula kebersihan hati setelah puasa semakin sempurna dengan mengakui kesalahan dan saling bermaafan. Selanjutnya mereka bisa melanjutkan pergaulan sehari-hari dengan perasaan lepas tanpa dibebani rasa bersalah.

Kupatan merupakan hari istimewa sehingga harus dirayakan spesial. Ketupat pun dipadu opor ayam atau gulai kambing karena demi merayakan hari raya serta menghormati tetamu dan saudara.

”Sekarang warga bisa memakan opor ayam atau gulai kambing setiap hari. Namun, zaman dahulu masakan itu benar-benar terasa istimewa,” kata Kris Aji. Tradisi diperkuat oleh santri Kiai Baka, seperti Kiai Zubair dan Salim Khatim Zamhari.

Video Mesum di Galian Tambang Gemparkan Gresik

Gresik - Lagi lagi beredar video mesum. Kali ini video berdurasi 6 menit beredar di Gresik yang diduga direkam menggunakan ponsel.

Sementara itu, menurut pernyataan seorang warga lokasi video tersebut di daerah bekas galian tambang. Sebab, terlihat beberapa bukit kapur yang tidak jauh dari Kecamatan Manyar Gresik.

Sedangkan sosok perempuan dalam video tersebut sudah tak asing lagi bagi warga sekitar dan dapat mengenalinya dengan jelas walau didalam video samar samar.

"Wajahnya samar-samar pernah saya melihat. Seperti karyawati penunggu kafe yang sudah bubar di daerah Tenger, Manyar," ujar Taufik, salah satu warga sekitar, Minggu (7/10/2012).

Selain itu, ini bukan kali pertama kasus video mesum di Gresik. Sebelumnya beberapa bulan lalu, Gresik pernah juga digegerkan adanya video mesum yang diperankan seorang pelajar putus sekolah. (*/VD)

Seniman Batik Gresik Kembangkan Motif Daerah

Gresik, Jatim - Sejumlah seniman batik asal Kabupaten Gresik, Jawa Timur mulai mengembangkan motif daerah yang diberi nama "Loh Bandeng", sesuai dengan salah satu produk unggulan dari kabupaten setempat, yakni ikan bandeng.

Salah satu seniman yang juga pemilik sanggar batik Rumpaka Mulya Gresik, Anang Samsul Arifin, di Gresik, Selasa mengatakan, pengembangan batik bermotif daerah bertujuan mengenalkan ikan bandeng sebagai makanan khas kota pesisir Gresik.

Menurut Anang, motif Loh Bandeng kali pertama diciptakakan pada tahun 2009, setelah melihat jika Gresik belum punya motif khusus yang menggambarkan khas kota tersebut.

"Saya juga sudah mendaftarkan motif itu ke Ditjen Hak Cipta Depkumham pada 12 Juni 2010, dan dua tahun kemudian Depkumham menerbitkan sertifikat hak cipta pada 6 Maret 2012," katanya.

Ia mengatakan, motif itu dikerjakan secara manual bukan dengan melalui cetakan mesin, serta warna yang digunakan merupakan warna alami dari tumbuh-tumbuhan.

"Harganya memang cukup mahal, yakni sekitar Rp3 juta hingga Rp5 juta perlembar kainnya, namun sebanding kualitasnya karena pengerjaannya secara manual bukan dengan cap, dan warnanya memakai warna alam alami dari tumbuhan," katanya.

Motif Loh Bandeng dibuat mirip bentuk tubuh ikan bandeng namun tanpa menggambar kepala bandeng, sebab disesuaikan dengan motif lengkungan model batik.

Sementara dalam pengembangannya, batik Loh Bandeng telah dipasarkan ke sejumlah daerah di Indonesia, serta membuat beberapa negara tertarik datang ke Gresik.

Anang mengaku, keberadaan sanggar batiknya yang terletak di Desa Kandangasin, Kecamatan Wringinanom telah banyak dikunjungi wisatawan dan arkeologi dari Jerman, Belanda, Vietnam serta mahasiswa Cambridge California University setelah mengetahui motif batinya dari internet.

"Wisatawan itu bahkan menginap satu bulan untuk belajar membatik jenis Loh Bandeng sampai bisa membatik sendiri," katanya.

Ia berharap, pengenalan dengan wisatawan akan membuka pangsa pasar batik motif Loh Bandeng hingga ke luar negeri.

"Pengembangan ini terkait pula dengan hari batik nasional pada tanggal 2 Oktober 2009, sehingga batik Indonesia akan semakin dikenal," katanya.

-

Arsip Blog

Recent Posts