Dua kasus praktik prostitusi berhasil dibongkar oleh jajaran kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dari dua kasus tersebut, kepolisian berhasil mengamankan dua orang tersangka yang merupakan otak dibalik praktik prostitusi tersebut.
Kepala Bidang Humas Polda DIY, AKBP Yuliyanto mengungkapkan, kasus pertama yang berhasil dibongkar yakni pada pertengahan bulan Mei silam.
Waktu itu, pelaku bernama Andi (30), warga Kasihan, Bantul yang bertindak sebagai mucikari, menawarkan jasa prostitusi secara online melalui akun sosial media Twitter.
Andi menawarkan 2 perempuan muda yang berstatus mahasiswa yang masing-masing berumur 19 dan 22 tahun.
"Penangkapan dilakukan setelah petugas menjebak pelaku dengan berpura-pura menjadi calon pelanggan di sebuah hotel di kawasan Jalan Urip Sumoharjo, Yogyakarta," ujar Yuliyanto belum lama ini.
"Tersangka memang merupakan mucikari yang khusus menyediakan jasa prostitusi mahasiswi.
Dia mengenal sejumlah mahasiswi ini, karena merupakan teman mainnya," tambahnya.
Dalam melancarkan aksinya, lanjut Yuliyanto, mulanya pelaku menawarkan dua mahasiswi ini melalui akun Twitter.
Setelah mendapat respon dari pelanggan, pelaku kemudian melakukan tawar-menawar harga melalui layanan percakapan Whatsapp.
"Pelaku mematok tarif sebesar Rp1,1 juta untuk sekali kencan dengan seorang PSK. Dari jumlah itu, pelaku mengaku mendapat komisi sebesar Rp 300 ribu," ungkap Yuliyanto.
Langkah cepat kemudian diambil pihak kepolisian dengan mengelabui sebagai pelanggan.
Bersamaan dengan itu, pelaku ditangkap saat tengah menunggu pelanggan bersama dua orang mahasiswi.
"Pelaku berhasil kami tangkap bersama barang bukti berupa uang hasil transaksi sebesar Rp 2,2 juta, 2 unit telepon genggam, 2 alat kontrasepsi, dan 12 screenshoot percakapan saat transaksi," terangnya.
Atas tindakan tersebut, pihak kepolisian menjerat pelaku dengan pasal berlapis, yakni pasal 45 ayat (1) junto pasal 27 ayat (1) UU RI nomor 19 tahun 2016 perubahan atas UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, dan Pasal 2 UU RI nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau pasal 296 KUHP dengan ancaman kurungan maksimal 6 tahun penjara.
"Pelaku sudah divonis pengadilan dan sekarang sudah mendekam di lembaga permasyarakatan," jelasnya.
Di kasus yang kedua, seorang pelajar SMP di wilayah Sleman, AKW (15) yang awalnya ditawari bekerja sebagai kapster di sebuah salon.
Namun justru disuruh melayani lelaki hidung belang untuk dijadikan PSK pada pertengahan Oktober lalu.
AKW menjadi korban perdagangan orang yang dijual untuk melayani tamu di sebuah salon di Jalan Magelang, Mlati, Sleman.
Di tempat itu korban disuruh melayani tamu laki-laki dan disuruh mengambil kondom yang digantung di dinding di luar kamar.
Korban yang masih dibawah umur ini mendapatkan imbalan Rp 10.000 hingga Rp 75.000.
"Korban yang masih duduk di kelas 3 SMP itu dipaksa untuk melayani hubungan seksual dengan tamu. Jika tidak mau, korban dimarahi pemilik salon," jelas Yuliyanto.
Pemilik salon, Hariyanti alias Ari (32) pun telah ditangkap dan dijadikan tersangka dalam kasus ini.
Tersangka dijerat pasal 2 UU RI No 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Bersamaan dengan itu, petugas telah menyita barang bukti antara lain 45 kondom, 10 pelumas, 3 botol kosong anggur merah, 1 botol kosong anggur kolesom, 1 buku absen kapster dan 1 buku catatan keuangan salon.
Yuliyanto menambahkan, pihak kepolisian menjerat Ari dengan pasal berlapis, yakni Pasal 2 UU RI No 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang ( TPPO ), Pasal 83 atau pasal 88 UU RI No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman 15 tahun penjara.
Sementara korban saat ini sudah berada di kediamannya mendapatkan perawatan psikologis dari pihak keluarga.
"Karena korban sendiri yang meminta ya kami persilakan," ujarnya.
Kanit VC Subdit 3 Ditreskrim Polda DIY, Kompol Tri Adi Hari menambahkan, di Yogyakarta sendiri jaringan prostitusi online ini masih berjalan secara sembunyi-sembunyi.
Kebanyakan para pelaku praktik prostitusi ini mencari pasaran di sejumlah akun sosial media. Meski begitu, pihak kepolisian mengaku tidak mudah untuk melakukan penangkapan.
Pasalnya, bila ada salah satu orang yang berhasil ditangkap, maka praktik ini tiba-tiba akan hilang dan kembali muncul beberapa bulan berikutnya.
"Kalau ada satu yang ketangkap, mendadak jaringan ini hilang. Muncul lagi setelah beberapa bulan," ungkap Tri Adi.
Meski begitu, pihak kepolisian mengapresiasi penuh akan keikutsertaan masyarakat Yogya dalam memerangi praktik prostitusi.
Tri Adi menyebut, kepedulian masyarakat Yogya yang sangat tinggi disinyalir mampu mengurangi praktik proatitusi ini agar tidak semakin meluas.
"Di Yogya ini beda dengan kota-kota lainnya. Di Yogya tingkat kepedulian masyarakatnya masih sangat tinggi, ada sesuatu yang janggal mereka berani melaporkan. Jadi, kami merasa cukup terbantu," pungkasnya. (*)
Sumber: http://medan.tribunnews.com