Negeri Tulehu, Malut - Setiap merayakan Idul Adha, warga Negeri Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah selalu menggelar sejumlah ritual. Diantaranya kaul kurban dan atraksi Abda’u yang tahun ini berlangsung Kamis (24/9).
Ritual ini selalu dilakukan usai melaksanakan salat setiap tahun secara rutin di tanggal 10 bulan Dzulhijjah dan sudah berlangsung selama ratusan tahun yang lalu setelah terbentuknya pemerintahan otonom yang bersyariat islam sekitar tahun 1600 masehi.
Saat perayaan Idul Adha 1436 Hijriah, Kamis (24/9), warga Negeri Tulehu juga melaksanakan ritual tersebut. Atrakasi Kaul Kurban atau penyembelihan kurban ternak merupakan sebuah prosesi ritual dan sakral setelah terinspirasi dari Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail. Daging kurban ternak dibagikan kepada fakir miskin dan atau mereka yang menerimanya sesuai dengan hukum syariat Islam.
Ada dua pelaksanaan penyembelihan kurban ternak yaitu penyembelihan secara umum yaitu dilaksanakan setelah salat dan penyembelihan secara khusus, yaitu tiga ekor kambing (satu ekor inti dan dua ekor sebagai pendamping), yang pelaksanaan penyembelihan setelah salat ashar dan merupakan Kaul Negeri untuk menolak bala, musibah dan memohon rahmat dan barakah dari Allah SWT bagi seiisi Negeri Tulehu.
Proses pengkaulannya dilaksanakan di rumah Imam Masjid Negeri Tulehu oleh sekolompok ibu-ibu. Selanjutnya dengan kain salele di arak keliling negeri. Alunan dzikir dan salawat ke Nabi Muhammad SAW mengiringi langkah demi langkah menuju pelataran Masjid Negeri Tulehu untuk dilakukan penyembelihan.
Prosesi arak-arakan kurban tersebut, juga disertai prosesi ritual Abda’u. Saat itu ratusan pemuda berkaos singlet, berikat kepala warna putih berjalan beramai-ramai menuju rumah Imam Negeri Tulehu. Rambut dan tubuh mereka basah seusai dimandikan oleh imam negeri supaya raga kuat dan bebas dari rasa sakit selama mengikuti ritual Abda’u yang membuka perayaan Idul Adha.
Para pemuda itu berkumpul sambil menunggu acara pembukaan Abda’u. Imam pun ke luar dari rumah dan memberi petuah kepada para pemuda yang akan melaksanakan ritual abda’u.
Imam kemudian menyerahkan bendera hijau yang diikatkan ke tongkat kayu sepanjang dua meter. Warna hijau melambangkan kesuburan dan kemakmuran.
Bendera inilah yang akan diperebutkan oleh ratusan pemuda dengan sekuat tenaga. Mereka berdesak-desakan, ada yang melompat dari atas pagar atau atap rumah supaya bisa berada di atas kerumunan dan berjalan di atas tubuh-tubuh yang sedang berebut bendera. Tak jarang, mereka yang berdiri di atas tubuh teman-temannya jatuh ke tanah dan terinjak kerumunan yang sedang bersemangat tinggi.
Rebutan bendera ini dilakukan sambil mengeliling negeri hingga berakhir di Masjid Raya Negeri Tulehu. Perebutan bendera ini paling menarik perhatian masyarakat yang menaksikan. Setiap kali para pemuda berebut bendera, penonton menyoraki, menyemangati pemuda yang didukung.
Para penonton berkumpul di sepanjang jalan negeri, bahkan ada yang duduk-duduk di atap rumah karena jalan penuh orang. Yang aneh dari rebutan bendera yang sangat keras ini, tidak ada satupun pemuda yang terluka.
Tradisi Abda’u, berasal dari kata abada yang artinya ibadah. Abda’u merupakan sebuah pengabdian seorang hamba kepada Sang Pencipta. Pemuda negeri Tulehu menyatakan mengabdi kepada Allah yang telah mencipta jagat raya dan isinya.
Asal usul tradisi Abda’u ini diperkirakan dimulai sekitar tahun 1500 Masehi, seabad setelah masuknya Islam ke Jazirah Leihitu. Abda’u diselenggarakan secara rutin setiap Hari Raya Idul Adha karena dua alasan. Pertama, abdau merupakan refleksi nilai sejarah yang terinsirasi dari sikap pemuda Ansar yang dengan gagah dan gembira menyambut hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah. Peristiwa itulah yang mengawali penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia.
Alasan kedua, Abda’u merupakan refeksi dari masyarakat Tulehu tempo dulu yang hidup berkelompok di hena-hena (kampung-kampung kecil) di antara Gunung Salahutu hingga bukit Huwe, yang belum mengenal agama samawi. Mereka menyambut para ulama yang membawa ajaran agama Islam dengan rasa syukur, ikhlas, dan gembira. Masuknya agama Islam di Jazirah Leihitu, khususnya di Uli Solemata di bagian timur Salahutu adalah sebuah proses perubahan peradaban manusia menjadi lebih baik.
Setelah berkeliling negeri, maka arak-arakan pun tiba di pelataran Negeri Tulehu. Saat detik-detik Imam Masjid Negeri Tulehu mulai melakukan penyembelihan ternak kurban. Usai penyembelihan, ratusan pemuda yang mengikuti prosesi abda’u pun bergegas pulang meninggalkan masjid.
Sekuat apapun sikutan dan pukulan yang mereka terima saat berebut bendera, tak menyebabkan luka, bahkan memar. Mereka tetap bisa tersenyum dan tertawa, sangat akrab dengan sesama peserta. Semangat persaudaraan ini merupakan cerminan makna tradisi Abda’u.