Tampilkan postingan dengan label Minangkabau. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Minangkabau. Tampilkan semua postingan

Enam Perguruan Silat Tuo Minang Menggelar Atraksi Memukau di Pagaruyuang

Tanah Datar, Sumbar - Sabtu (15/10/2016) Enam perguruan silat dari Lintau, Sungayang dan kabupaten 50 kota mendatangi jorong balai janggo koto padang Nagari Pagaruyung Kecamatan tanjung Emas Tanah Datar. Kedatangan Pandeka dari berbagai perguruan Silat ini dalam rangka mengelar Atraksi dari perguruan Silat masing masing.

6 perguruan Silat Tuo yang hadir yaitu Perguruan silat gunuang kasumbo, silek tangkok guluang ula, perguruan silat Kuciang Bapaluak, perguruan Silat garudo sati, perguruan silek lintau pangian dan sebagai tuan rumah Perguruan Silek Kuciang Bagaluik Lintau yang ada di jorong Balai Janggo, Pagaruyung.

Masing perguruan Silat yang ada memperagakan atraksi dengan kekhasan gerakannya, gelaran malam itu juga manampilkan pertunjukan tarian minang dan sajian musik Tardisional Lintau.

Terlihat hadir tokoh pemerhati Seni budaya Minang Jhon Wismar, bersama guru guru silat tuo 5 perguruan, ketua Fraksi Demokrat Nurhamdi Zahari, Niniak Mamak, Wali nagari Pagaruyung, dan jorong serta masyarakat setempat.

Nurhamdi Zahari yang merupakan salah seorang pencetus kegiatan ini, mengatakan bahwa gelaran atraksi pandeka-pandeka dari Silat Tuo Minang bermaksud untuk membangun serta menghidupkan kembali kejayaan Silat di Luhak Nan Tuo.

"Kegiatan seperti ini hendaknya dapat menjadi alat untuk mempererat silaturrahni sesama "Pandeka", serta sebagai upaya untuk mempertahankan dan memperkenalkan tradisi budaya khususnya Silat tuo kepada masyarakat, "ucap Nurhamdi Zahari

Salah seorang pengerak Silat Lintau 9 koto, Jhon wismar yang ikut membuka gelaran ini menyatakan bahwa pertujukan Silat Tuo merupakan salah satu upaya untuk memajukan seni budaya dan tradisi di Ranah Minangkabau.

"kita berupaya memperkenalkan Silat yang Beradat dan beradap, kegiatan seperti ini di harapkan dapat menghidupkan kembali marwah Silat tuo Minang, hingga nantinya perguruan silat tuo yang ada di Minangkabau dapat dikenal, hingga muncul kepermukaan dan merambah pentas Nasional dan Internasional," tutur jhon Wismar.

Jhon juga mengharapkan semua pihak dapat menghargai keberadaan silat silat tuo yang ada saat ini, dan janganlah segala perbedaaan yang ada di tiap perguruan menjadi jurang pemisah.

"Budaya silat tuo Minang harus selalu kita bangun dan kembangkan, seirama dengan kita membangun kembali adat, adap, seni, tradisi dan budaya Minangkabau, " sampainya.

Sementara itu Wali Nagari Pagaruyung Yoghi dan beberapa tokoh masyarakat pagaruyung sangat mengapresiasi kegiatan seperti ini dan di harapkan dapat terus di pertahankan.

"Kami mengharapakan kegiatan seperti ini dapat terus berlangsung dan hendaknya menjadi agenda tetap, karena jika saya melihat atraksi yang barusan di peragakan, sungguh luar biasa..., ini bisa mengundang wisatawan baik lokal maupun internasional, " ujar Yoghi.

Di tambahkan Yoghi untuk gelaran seperti ini dibutuhkan pola mengarap kegiatan menjadi sesuatu yang mempunyai nilai jual, dan kalau bisa di tampilkan lebih apik, baik dari konsep maupun luas lokasi pertunjukan, sehingga masyarakat atau pengunjung dapat dengan leluasa melihat atraksi Silat silat tuo asli Minagkabau dengan berbagai ragam gerakan masing masing perguruannya.

Ucapan terimakasih juga di sampaikan ninik mamak Pagaruyung yang hadir saat itu kepada semua pihak yang ikut andil memulai dan mengelar kegiatan ini dengan konsep sederhana namun sangat menarik dan menghibur masyarakat yang menyaksikan.

Parit Malintang Gelar Alek Nagari

Padang Pariaman, Sumbar - Sebagai upaya melestarikan kesenian tradisional dan kearifan lokal, pemerintahan nagari dan masyarkat Parit Malintang, Kecamatan Enam Lingkung,Padang Pariaman menggelar Alek Nagari dan Pentas Seni Tradisional Minangkabau.

Alek Nagari ini dihelat 20 Agustus sampai 11 September mendatang sekaligus peresmian Laga-laga yang pembangunannya diawali dengan peletakan batu pertama langsung oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis 8 Oktober 2015. "Kami bangga, ini mukin satu-satunya pembangunan infrastruktur dengan Dana Desa yang batu pertamanya diletakan oleh Pak Jokowi, " kata Walinagari Parik Malintang H Syamsuardi.

Walinagari mengatakan, pembangunan laga-laga ini ini memanfaatkan Dana Desa Rp40 juta. "Bangunan yang cukup megah dan representatif ini nilainya kini mencapai Rp150 juta lebih. Ini membuktikan betapa besarnya swadaya masyarakat dalam membangun nagari," ujarnya.

Sebelumnya, Walinagari dan Ketua KAN Parit Malintang menegaskan, mendukung sepenuhnya Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 13 Tahun 2016 tentang penertiban hiburan orgen tunggal. Penertiban ini penting untuk melindungi generasi muda kita dari pengaruh budaya luar yang tidak sesuai dengan adat dan budaya masyarkat Minang."Dengan menggelar Pentas Seni ini diharapkan tumbuh kecintaan generasi muda dan masyarkat terhadap kesenian tradisional," jelasnya.

Sementara itu Koordinator Pokja Desa Membangun Indonesia, Indra Sakti Gunawan Lubis menyatakan, sangat mengapresiasi pembangunan Laga-laga Parik Malintang dan acara Alek Nagari pentas seni tradisional itu."Apa yang dilakukan di Parit Malintang adalah bukti bahwa Nagari atau Desa itu mampu membangun dan melakukan pemberdayaan bagi masyarakat," jelasnya.

Menurutnya, penguatan kapasitas masyarakat seperti di Parit Malintang ini pantas jadi rujukan.

Ia menyatakan, tiga pilar utama pembangunan dan pemberdayaan masyarakat meliputi Jaring Komunitas Wirausaha Desa (Jamu Desa), dimana peningkatan kapasitas masyarakat menjadi yang utama. Kemudian penguatan lumbung ekonomi desa atau nagari. “Bung Hatta, pernah menyatakan, tidak akan terang republik ini jika hanya dengan menghidupkan satu lilin di Jakarta, tetapi negeri ini akan terang benderang atau berjaya bila jutaan lilin hidup di pelosok negeri. Artinya, pembangunan dan penguatan ekonomi rakyat perlu dilakukan di seluruh negeri,” jelasnya.

Dan yang ketiga adalah Lingkar Budaya Desa/Nagari. "Nilai-nilai budaya dan kearifan lokal perlu dilestarikan, karena akan menjadi sumber kekuatan dan inspirasi dalam membangun Desa atau Nagari," harapnya.

Sipak Rago Khas Minang Dipamerkan dalam Olimpiade Permainan Tradisional Anak Nagari

Padang, Sumbar - Permainan tradisional dari Sumatera Barat (Sumbar), Sepak Raga atau dikenal "Sipak Rago", kali ini dipamerkan dalam acara penyambutan Tim Penilai Persiapan Olimpiade Permainan Tradisional Anak Nagari se-Sumbar di Kelurahan Kalumbuk Kecamatan Kuranji, Selasa (9/8/2016).

Permainan menggunakan bola yang terbuat dari anyaman rotan dengan seluruh pemainnya membuat sebuah lingkaran ini, mampu memukau puluhan pasang mata yang memadati acara tersebut. Wakil Walikota Padang, H. Emzalmi hadir bersama anggota DPRD Padang, Iswandi Muchtar, Muspika Kuranji, tokoh adat di Kuranji memberikan apresiasi.

"Permainan tradisional anak nagari seperti Sipak Rago ini perlu ditumbuh kembangkan. Karena memang, meskipun Kota Padang sedang mengarah untuk menjadi kota metropolitan, namun untuk perkembangan kota ini tidak bisa dilepaskan dari budaya dan kesenian tradisional serta pola kehidupan bermasyarakat," ujar Emzalmi di sela kegiatan yang dilaksanakan di Gelanggang Medan Nan Bapaneh jalan Kampung Marapak RT 02 RW IV Kelurahan Kalumbuk itu.

Menurut Emzalmi, hingga saat ini masih ada 9 atau 10 nagari di Padang yang senantiasa eksis melestarikan adat dan budayanya. Apakah itu seperti terhadap sasaran silek, randai, pidato adat serta berbagai seni dan budaya yang ada ataupun permainan Sipak Rago yang disaksikan kali ini.

"Padang atau Sumatera Barat, sekarang sudah masuk destinasi wisata di Indonesia. Maka untuk itu, inilah yang menjadi potensi bagi kita, dan semoga saja melalui kegiatan ini semakin memberikan motivasi bagi semua masyarakat. Khususnya bagi anak dan kemenakan kita, agar senantiasa melestarikan seni dan budaya tradisional di berbagai pelosok nagari ini," imbuhnya.

Lebih lanjut Wawako menyebutkan, seperti di Kecamatan Kuranji atau nagari Pauh IX, lebih kurang sudah ada 30 sasaran silek dan randai yang juga sejalan dengan kesenian dan budaya tradisional lainnya.

"Jadi, Sipak Rago ini permainan anak nagari yang juga menjadi olahraga kebersamaan yang mempunyai filosofi dan juga manfaat tersendiri bagi pemainnya. Apatah lagi, Sipak Rago juga dentik dengan gerakan randai dan silek, sehingga memiliki nilai-nilai keindahan yang luar biasa dan menyenangkan bagi pemain dan orang yang menyaksikannya," tukas putra daerah Kalumbuk Kuranji ini.

Nilai Tradisi "Nambang" di Padang Mulai Pudar

Padang, Sumbar - Masyarakat dari berbagai kalangan di Kota Padang, Sumatera Barat menilai kebiasaan anak atau remaja bersilaturahmi ke rumah warga dan mengharapkan semacam imbalan pada waktu Lebaran Idul Fitri atau "nambang" perlahan mulai pudar.

Salah satu tokoh masyarakat di Kuranji, Jumat, Hasan Basri Ibrahim mengatakan pudarnya kebiasaan ini terlihat dari sedikitnya anak yang datang ke rumahnya untuk bersilaturahmi dan meminta imbalan berupa uang.

Hal ini kata dia, terjadi dalam lima tahun ke belakang.

"Dulu tahun 90an hingga 2000an banyak anak mulai balita hingga remaja bersilaturahmi dan menambang ke rumah," katanya membandingkan.

Dia menambahkan bahkan saat itu dirinya harus menyiapkan persediaan uang lebih karena diprediksi anak yang datang bisa mencapai puluhan bahkan ratusan orang.

"Sekarang uang lima ribuan atau dua ribuan tersisa, selebihnya sudah diberikan pada anak cucu," ujarnya yang memiliki 21 orang cucu tersebut.

Menurut dia mulai pudarnya kegiatan menambang ini seiring juga dengan kebutuhan anak.

"Biasanya dulu sebelum lebaran hingga lebaran anak mengumpulkan uang untuk beli mainan, atau jajanan lainnya sekarang sepertinya tidak terlalu antusias," pungkasnya.

Senada dengan itu salah satu dosen Teguh (55) menilai mulai pudarnya menambang ini seiring dengan mulai pudarnya budaya silaturahmi saat lebaran.

"Sepuluh tahun lalu rasanya kurang enak jika tidak berkunjung ke rumah tetangga setelah shalat, namun saat ini seperti biasa saja," katanya.

Menurut dia kecanggihan zaman seperti ada telepon genggam yang menyajikan hubungan sosial media menjadi faktor memudarnya silaturahmi antar warga tersebut.

"Sekarang cukup saja dengan "Whats App, BBM, Facebook" sudah bersilaturahmi," ujarnya.

Jika dikaitkan dengan pudarnya menambang ini terlihat jelas anak anak mengikuti sikap yang dilakukan orang tua atau yang lebih besarnya, kata Teguh.

Senada dengan itu salah satu pedagang mainan Rahma (43) di Banda Buek menyebutkan lebaran kali ini hanya segelintir anak yang membeli mainan.

Menurutnya anak-anak lebih cenderung membeli "gadget" atau telepon genggam yang menyajikan permainan video di dalamnya ketimbang mainan.

"Beberapa mainan yang dulu laku keras seperti pistol-pistolan, mobil kontrol, tamiya dalam beberapa tahun terakhir kurang laku," ujarnya.

Penghormatan Terhadap Laki-laki Minangkabau

Padang, Sumbar - Salah satu identitas laki-laki di Minangkabau adalah ia mempunyai gala adat, dan setiap laki-laki yang sudah berumahtangga maka akan tabu jika masih dipanggil nama.

Ketua LKAAM Sumbar M Sayuti Dt Rajo Pangulu, Kamis (30/6) mengatakan, dalam adat Minangkabau pemakaian gala (panggilan adat) ada tujuh ragam. Di antaranya, gala sako, gala sang sako, gala perangkat adat, gala mudo, gala kesultanan, gala kerajaan, dan gala kecakapan. Misalnya saja, untuk gala keca­kapan seperti cakap dalam bersilat maka diberi gala pandeka. Bagi yang baru menikah, maka gala mudolah yang diberikan.

Ia menjelaskan, dari ketujuh gala yang ada, gala sako adalah gala tertinggi di Ranah Minang dan gala sako ini diberikan oleh kaum atau anak kamanakan di suku yang ada di Minangkabau. Jadi, kalau seseorang sudah diberi gala sako misalnya datuak maka ia tidak boleh lagi diberi gala yang lain karena gala sako itu sudah paling tinggi.

“Kalau diibaratkan panglima, gala sako itu pangkatnya sudah jendral. Tidak ada di atas itu lagi, nah pemahaman seperti inilah yang perlu dipahami kembali oleh masyarakat Minangkabau,” ungkapnya, Kamis (30/1).

Ia juga melihat, saat ini masih ada yang sudah diberi gelar sako tapi masih menerima gelar lainnya.

“Seharusnya tidak boleh lagi diberikan gelar yang lain, kalau diterima juga gelar yang lain tentunya anak kemanakan kita akan malu dan merasa tidak dihargai. Jadi kalau sudah mendapatkan gala sako, ya sudahlah jangan ditambah lagi dengan yang lainnya karena kan tidak lucu juga kalau dari jendral diberi lagi pangkat yang lebih rendah,” jelasnya.

Ia juga mengatakan, pemberian gala ini mempunyai empat sejarah atau cerita ter­daluhunya. Salah satunya pada zaman Nabi Muhammad SAW diberi gelar baginda.

“Karena berdasarkan syarak, hendaklan kamu dipanggil dengan gelar yang baik-baik,” ulasnya.

Sementara di Minangkabau, ada pepatah yang mengatakan ketek banamo gadang bagala. Artinya, tasabuik dinamo dan taimbau di gala.

“Seorang laki-laki di Minangkabau kalau sudah berumahtangga, maka panggilannya tidak lagi nama tapi gala dan ini sudah menjadi kewajiban serta tradisi yang ada di Minangkabau. Saat ini kalau masih ada yang memanggil nama, masih tabu di Minangkabau karena memang semua orang memanggil gala yang sudah diberikan,” ujar Dt Rajo Pangulu.

Dari cerita zaman daulu, juga kalau ada orang yang menyebut nama orangtua hanya dengan nama asli bukan galanya maka anaknya akan marah.

“Kalau dulu disabuik sajo namo ayah wak dek urang, atau kalau urang nio mangejek hanya manyabuik namo ayah, anaknyo akan berang. Misalnyo, ditulis namo ayah wak di karateh, siap tu diinjak-injak samo kawan maka awak anak sangat marah,” ujarnya.

Hal lainnya, alasan laki-laki di Minang­kabau harus dipanggil galanya adalah untuk memberikan penghormatan, dan juga saling menghargai dengan yang lainnya. Untuk itu, dengan budaya dan tradisi yang telah ada ini ia sangat berharap agar tidak ada lagi masyarakat yang salah pemahaman soal gala ini.

“Gala ini nantinya juga akan ada yang mewarisi, kalau dalam istilahnya sailang kuciang sailang meong. Artinya, kalau orang yang diberikan gelar itu sudah tidak ada maka gala yang diberikan akan dikembalikan pada yang memberikan gala dan nanti juga akan dipakai pada yang lainnya,” ujarnya.

Rumah Gadang Ini Lebih Panjang dari Lapangan Bola

Padang, Sumbar - Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, berencana mencatatkan salah satu rumah adat setempat, yaitu Rumah Gadang 21 Ruang di Museum Rekor Indonesia (MURI). Rumah gadang panjang terletak di Nagari Abai memiliki 21 ruang.

"Apabila diukur panjangnya melebihi lapangan sepak bola dan layak dimasukkan rekor MURI sebagai rumah adat terpanjang," kata Kepala Dinas Budaya, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Solok Selatan, Doni Hendra, di Padang Aro, dikutip Antara, Selasa 7 Juni 2016.

Dia menambahkan, Rumah Gadang Panjang merupakan salah satu objek wisata budaya yang dimiliki oleh Solok Selatan, selain kawasan seribu rumah gadang, dan Tangsi Ampek. Pada 2015 pemerintah daerah setempat telah melakukan pengembangan objek wisata Kawasan Saribu Rumah Gadang yang berada di Kecamatan Sungai Pagu.

Dalam mengangkat potensi wisata budaya Rumah Gadang Panjang di Nagari (desa adat) Abai, menurut Doni, perlu didukung dengan kesenian tradisional asli daerah itu yang selama ini masih terjaga kelestariannya, seperti batombe dan silat pangean.

Saat ini, objek wisata yang berada di Nagari Koto Baru tersebut telah dilengkapi dengan penginapan sebanyak enam buah yang menggunakan rumah gadang milik warga setempat. Dalam pengelolaan kawasan Seribu Rumah Gadang ke depannya, akan diserahkan ke pemerintah nagari setempat karena pengembangan lebih lanjut akan menonjolkan kearifan lokal.

"Arahnya nanti adalah nagari wisata yang menjual kearifan lokal, keseharian, budaya, kesenian warga setempat. Karena yang lebih mengenal adalah pemerintah nagari, maka pengelolaannya akan kami kembali ke nagari," ujar Doni.

Dengan diserahkannya pengelolaan ke pemerintah nagari, kata dia, diharapkan penataan kawasan Seribu Rumah Gadang akan lebih baik. Selain itu bisa berkembang para perajin di daerah itu untuk menjual cendera mata dalam upaya meningkatkan perekonomian keluarganya.

Sebelumnya Association of Sales Travel Indonesia (Asati) Sumatera Barat akan menjadikan Solok Selatan sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di provinsi itu dengan target wisatawan menengah ke atas baik domestik maupun mancanegara.

"Biasanya, paket wisata di Sumbar itu berpusat pada Bukittinggi, atau sekarang Kawasan Wisata Mandeh Kabupaten Pesisir Selatan. Namun kami ingin mengubah hal itu dengan menawarkan 1000 Rumah Gadang di Solok Selatan sebagai tujuan wisata premium," kata Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Asati Sumbar, Ade Nuzirwan.

Rencananya, target Asati membuat paket wisata ke Solok Selatan karena wisata di sana memiliki rasa yang beda dengan daerah lain di kawasan ini.

Warga Pauh Gelar Tradisi Malamang Sambut Ramadhan

Padang, Sumbar - Warga Kecamatan Pauh, Kota Padang Sumatera Barat (Sumbar), menggelar tradisi malamang atau membuat penganan lemang sebagai kebiasaan menyambut bulan Ramadhan.

"Kami sekeluarga sudah mulai memasak lemang pada hari ini untuk diantar ke rumah saudara," kata salah seorang warga Pauh, Rosmawati di Padang, Jumat.

Ia menjelaskan memasak penganan yang terbuat beras ketan itu biasanya dilakukan sepekan hingga sehari menjelang masuknya hari-hari besar dan bulan suci Ramadhan.

Ia sengaja memasak lemang lebih cepat dari biasa karena akan diantar kerumah mertua dan sanak saudara lainnya.

"Proses pembuatan lemang dimulai dari mencuci sipuluik atau beras ketan, kemudian dikeringkan, lalu dimasukkan ke dalam bambu sepanjang 60 centimeter yang sebelumnya telah di beri alas daun pisang muda, setelah itu di beri santan, garam dan vanila secukupnya kemudian di masak menggunakan kayu bakar," ujar dia.

Rosmawati menyampaikan proses membuat lemang hingga matang bisa memakan waktu sekitar lima jam dengan api kecil dan bisa tiga jam dengan api yang besar, namun bambu akan cepat hitam.

Sementara itu warga Pauh lainnya, Meli juga memasak lemang pada hari ini.

"Kami sudah memulai membuat lemang pada hari ini, sengaja lebih cepat agar habis dimakan dan tidak terbuang," tambah dia.

Ia menyebutkan lemang yang dimasak hari ini ada beberapa rasa.

"Lemang yang dibuat ada tiga rasa, yaitu rasa pisang, ketan, dan lemang galamai yang terbuat dari tepung beras," ujarnya.

Masyarakat Minta Tradisi Bakaru jadi Cagar Budaya

Sawahlunto, Sumbar - Masyarakat adat di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar), mengharapkan pemerintah daerah setempat mengusulkan tradisi tolak bala Bakaru ditetapkan sebagai cagar budaya.

"Tradisi tersebut sudah melekat sejak lama dalam kehidupan sosial sebagian besar masyarakat adat kota ini dan pelaksanaannya penuh dengan nilai-nilai pendidikan moral guna membangun karakter anak nagari," kata Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kajai, Thamrin DT Malano Sati, di Sawahlunto, Selasa.

Meskipun ada beberapa perbedaan kecil dalam tata cara pelaksanaannya, namun memiliki tujuan yang sama yakni membangun rasa kebersamaan serta menumbuhkan semangat gotong royong di kalangan masyarakat disamping mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Menurutnya, jika kegiatan tersebut bisa dilaksanakan secara serentak maka diyakini mampu sebuah tontonan menarik bagi wisatawan dalam mendukung visi kota itu sebagai kota wisata tambang yang berbudaya.

"Namun semuanya tidak terlepas dari pembiayaan, selama ini tradisi tersebut kami danai dari iuran warga serta sumbangan pihak lain yang tidak mengikat," tambahnya.

Sementara itu, Sekretaris Kecamatan Barangin, Subandi Arpan mengakui tradisi bakaru sudah menjadi kegiatan rutin tahunan bagi sejumlah kelompok masyarakat adat daerah itu.

"Kegiatan tersebut biasanya dipusatkan di halaman rumah ibadah dan bahkan sebagian dilaksanakan pada beberapa tempat yang disakralkan oleh masyarakat secara turun temurun, seperti Lasuang Manangih di Desa Lumindai dan Balai Batu Sandaran yang saat ini dijadikan nama desa itu sendiri," jelasnya.

Dua lokasi tersebut, lanjutnya, memiliki keunikan tersendiri dan diketahui keberadaannya sudah sejak beratus tahun yang lalu dan masih terawat baik hingga saat ini.

Terkait permintaan masyarakat adat tersebut, seorang pelaku seni asal kota itu, Adril Janggara menilai selama ini tradisi adat yang berasal dari kearifan lokal masyarakat setempat, belum mendapatkan porsi yang layak dalam upaya mengembangkannya sebagai ikon seni budaya di Sawahlunto.

"Seluruhnya masih dikemas dalam konsep hiburan yang kadang-kadang justru mengabaikan kualitas serta nilai-nilai budaya itu sendiri karena telah menjadi konsumsi politik kepentingan oleh oknum tertentu," lanjut dia.

Akibatnya, tradisi yang dimunculkan sebagai tontonan itu tidak diminati oleh masyarakat, hal itu bisa dilihat dari rendahnya animo untuk menyaksikan penampilan mereka.

"Sementara nilai tradisi khas yang lahir dari kearifan lokal masyarakat setempat justru dibiarkan menjadi tamu dirumahnya sendiri," sesalnya.

Menyikapi hal tersebut, Kepala Seksi Pembinaan Seni Budaya dan Perfilman Dinas Pariwisatan dan Kebudayaan setempat, Syukri SSn mengatakan pihaknya berupaya menjadikan tradisi budaya yang ada bisa berkembang dalam menyangga pertumbuhan industri pariwisata di kota itu.

"Kami menyadari pelestarian budaya yang berasal dari kearifan lokal lebih memiliki karakater lebih kuat dibandingkan seni tradisi budaya yang justru menjadi ikon di daerah lain," tambahnya.

Telusuri Asal Nenek Moyang Negeri Sembilan, Y.B Dato Yunus Sambangi Luhak Nan Tuo

Tanah Datar, Sumbar - Anggota Dewan Undangan Negeri (ADUN) Kuala Kelawan Malaysia Y.B. Dato Yunus bin Rahmad bersama 11 orang rombongan melakukan lawatan ke Sumatera Barat, selama 4 hari, dari tanggal 8-11 Mei 2016. Salah satu daerah yang disambanginya adalah Kabupaten Tanah Datar.

Rombongan Y.B. Dato Yunus bin Rahmad disambut langsung oleh Wakil Bupati Tanah Datar, Zuldafri Darma dan beberapa pejabat daerah lainnya, di Gedung Indo Jolito, Tanah Datar, Sumatera Barat.

Menurut Dato Yunus, kedatangannya bersama rombongan ke Tanah Datar, selain untuk melakukan penelusuran asal usul sejarah nenek moyang Negeri Sembilan, Kalaysia yang konon katanya berasal dari Sumatera Barat, juga untuk mempererat lagi hubungan silaturahmi antara Pemerintah Kabupaten Tanah Datar dengan Negeri Sembilan, disamping juga akan melakukan berbagai kunjungan wisata ke tempat-tempat bersejarah dan objek wisata lainnya.

Sementara itu Wakil Bupati Tanah Datar, Zuldafri Darma, dalam sambutannya mengharapkan kunjungan ini akan memberi kesan dan pengalaman yang baik bagi seluruh rombongan.

"Kami sangat terhormat dan berbahagia menyambut kedatangan saudara kami yang berasal dari Negeri Sembilan" ucap Wabup.

Kita sebagai negara tetangga yang dekat, memiliki banyak kesamaan, selain sebagai rumpun melayu, dan memiliki akar budaya yang sama, konon juga ada hubungan kekerabatan khususnya antara Negeri Sembilan dengan Kerajaan Pagaruyung, kata Wabup.

Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Wabup, dengan adanya kunjungan ini hendaknya akan lebih mempererat lagi hubungan antara kedua negara Indonesia dan Malaysia, khususnya antara Negeri Sembilan dengan Kabupaten Tanah Datar dan Kerajaan Pagaruyung.

Akhir Pekan Ini, Aneka Seni Minang di Festival Randai Sawahlunto

Sawahlunto, Sumbar - Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, menggelar festival seni tradisi suku Minangkabau, Randai, yang pelaksanaannya dipusatkan di Lapangan Silo, Sawahlunto 29 April hingga 1 Mei 2016.

"Festival tersebut akan diikuti sekitar 12 group Randai utusan masing-masing nagari yang ada di kota ini, dengan memperebutkan hadiah utama berupa uang pembinaan sebesar Rp10 juta," kata Kepala Seksi Pembinaan Seni Budaya dan Perfilman dinas tersebut, Syukri SSn di Sawahlunto, Senin (25/4/2016).

Dari seluruh kelompok kesenian Randai yang ada, jelasnya tercatat ada empat group yang tidak mengikuti kegiatan yang diberi nama Festival Randai Sawahlunto 2016. Hal itu disebabkan oleh kurangnya persiapan sehingga mereka merasa belum layak ditampilkan pada kegiatan itu.

Menurutnya, kegiatan tersebut merupakan upaya penyeleksian akhir yang dilakukan pihaknya untuk memilih group kesenian Randai terbaik, yang akan diutus untuk mengikuti kegiatan serupa di tingkat provinsi Sumatera Barat (Sumbar).

"Pelaksanaan festival Randai tingkat Sumbar tersebut juga akan dilaksanakan di kota ini pada Agustus 2016," ujarnya.

Pihaknya berharap, pelaksanaan kegiatan tersebut mampu menjadi sarana untuk mempromosikan potensi kepariwisataan di Kota Sawahlunto, sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kunjungan wisatawan di Sumbar.

Selain itu, dalam posisi kesenian Randai sebagai seni tradisi turun temurun yang harus dilestarikan, kegiatan itu diharapkan mampu memancing minat masyarakat untuk turut menyukseskan secara bersama-sama.

"Salah satunya dengan memberikan apresiasi terhadap seluruh upaya pembinaan dan pelestarian seni tradisi yang saat ini mulai tumbuh dan berkembang semakin membaik serta didominasi oleh generasi muda kota ini," jelasnya.

Sebelumnya, budayawan asal Sumatera Barat yang tercatat sebagai dosen salah satu perguruan tinggi ternama bidang kesenian di provinsi itu, Zulkifli Dt Sinaro Nan Kuniang S Kar M Hum, mengatakan upaya pembinaan seni tradisi merupakan salah satu program pemerintahan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Wakil Presiden Yusuf Kalla, sebagai salah satu bentuk program Revolusi Mental, yakni memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

"Salah satunya dengan mengembangkan insentif khusus untuk memperkenalkan dan mengangkat potensi budaya lokal kelompok masyarakat adat," tambah dia.

Sitiung Lestarikan Budaya dan Kesenian Minang

Dharmasraya, Sumbar - Jorong Sitiung, Kenagarian Sitiung, terus melestarikan budaya dan kesenian Minang melalui beberapa kegiatan kepada generasi muda setempat. Melalui Sanggar Seni dan Budaya, kawula muda berlatih randai, saluang dan pencak silat tradisi. Mereka bahkan juga belajar pidato pasambahan.

Kepala Jorong Sitiung, Mansurdin, kepada Haluan, di Kantor Wali Nagari Sitiung, Jumat (8/4) mengatakan, me­les­tarikan budaya Minang ini bertujuan agar generasi muda tidak terdampar ke dalam budaya asing yang bernilai negatif, apalagi bagi generasi muda sekarang ini, karena mereka calon pemimpin bang­sa dimasa depan.

Mansurdin mengatakan, dengan melibatkan generasi muda dalam melestarikan bu­daya Minang yang beragam akan dapat membentuk katak­ter mereka.”Generasi muda itu akan bisa mengamalkan nilai-nilai luhur, sehingga akan melahirkan pemuda berjiwa seni dan berkepribadian yang baik, serta mencintai adat dan budayanya sendiri,” imbuhnya.

Di tambahkannya, kegiatan seni budaya tersebut diako­modasi oleh sanggar seni buda­ya, yang mengadakan sejumlah kegiatan seperti pencak silat, Randai dan pidato adat, ke­giatan itu, dilaksanakan satu atau dua kali dalam sepekan dengan hari yang berbeda satu dengan kegiatan lainnya.

Untuk kesenian Randai terangnya, diikuti kurang lebih 22 orang. Begitu juga peserta silat maupun pidato adat.Maka, dengan peserta yang cukup banyak tersebut kata dia, Na­gari Sitiung membutuhkan gedung serbaguna untuk mela­kukan berbagai kegiatan po­sitif. “Termasuk kegiatan peles­tarian budaya Minang terse­but,” tukuknya.

Sedangkan Wali Nagari Sitiung, Syarifuddin, menam­bahkan, kesenian Minang yang dilestarikan tersebut sudah banyak ditampilkan di setiap berbagai acara, bahkan telah sampai ke daerah Jambi mau­pun Solok sekitarnya.

Apalagi di Kabupaten Dhar­masraya ini terdiri dari banyak suku, daerah yang mas­ya­rakatnya berasal dari berba­gai daerah.jadi masyarakat setempatlah yang harus kuat dalam mempertahankan adat budaya maupun kesenian minang ini.

Kesenian Tradisional Rabab Pasisia Harus Dipertahankan dan Dilestarikan

Painan, Sumbar - Masyarakat Pesisir Selatan diimbau untuk tetap mempertahankan dan melestarikan kesenian tradisional Minangkabau. Kesenian tradisional itu merupakan warisan budaya yang mesti dipertahankan sepanjang masa. Hal ini dikatakan Wakil Bupati, Rusma Yul Anwar di Painan, Senin (4/4/2016). Menurutnya, ragam budaya dan kesenian tradisional mesti dipelihara dan ditampilkan pada berbagai iven atau kegiatan di masyarakat. Karena, banyak hikmah yang dapat diambil dari kesenian tradisonal tersebut.

Seperti halnya randai dan rabab pasisia. Kesenian tradisional ini mengandung arti dan pesan-pesan moral bagi masyarakat, khususnya generasi muda. Dikatakan, kesenian yang dimiliki Pesisir Selatan merupakan salah satu dari jenis kebudayaan lokal yang harus dipertahankan keberadaannya. Budaya lokal itu juga merupakan kekayaan yang mencerminkan keadaan sosial di daerah setempat.

Budaya lokal itu seperti cerita rakyat, lagu daerah, ritual kedaerahan, adat istiadat daerah, dan segala sesuatu yang bersifat kedaerahan. Di dunia pendidikan, ada jenis kesenian daerah yang menjadi kekayaan lokal dalam bidang kesastraan dan telah masuk pada bahan pelajaran sastra di sekolah.

Hal itu dilakukan dalam upaya penanaman nilai-nilai yang terkandung dalam budaya lokal seperti nilai religius, moral dan nilai-nilai kebangsaan kepada peserta didik. Kesenian daerah juga dilakukan di luar sekolah sebagai pelajaran tambahan atau ekstrakurikuler bagi hampir seluruh anak didik di sekolah.

"Saya berharap penanaman nilai-nilai budaya lokal dalam pembelajaran dapat mengimbangi pengaruh budaya asing yang semakin mewabah di masyarakat. Dewasa ini, budaya asing mulai mengikis eksistensi budaya lokal yang sarat makna. Agar tetap kokoh, maka masyarakat khususnya generasi muda mempertahankan budaya lokal tersebut," pintanya dilansir dari pesisirselatankab.go.id, Senin (4/4/2016).

Pengunjung Jam Gadang Disuguhi Tari Piring Massal dan Randai

Bukittinggi, Sumbar - Pertunjukan kesenian tradisional Minangkabau Tari Piring massal yang ditampilkan secara kolosal menjadi magnet dan daya tarik tersendiri bagi sebagian besar pengunjung Jam Gadang Bukittinggi, Sabtu 12 Maret 2016 malam. Ratusan pengunjung harus rela berdesakan hanya untuk melihat pertunjukan tersebut.

Tari Piring yang ditampilkan ini berjudul ‘cahayo lilin di bawah Jam Gadang’. Sesuai dengan judulnya, masing-masing penari membawa lilin yang menyala di atas piring yang dibawa. Mereka mengelilingi Jam Gadang sambil diiringi musik yang menghentak dan mendayu.

“Untuk menyukseskan kegiatan ini, sekitar 84 peserta yang terlibat dalam Tari Piring ini, baik penari, maupun pemain musiknya. Pagelaran ini merupakan pertunjukan seni dan budaya Minangkabau dalam rangkaian kegiatan 32 tahun Bukittinggi sebagai Kota Wisata,” ungkap Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Bukittinggi, Melfi Abra.

Dikatakan juga oleh Melfi, dia tak menyangka jika pengunjung Jam Gadang kali ini jauh lebih meningkat dibanding pada malam Minggu sebelumnya. Tari Piring massal ini menurutnya menjadi daya tarik tersendiri yang mampu menyedot banyak pengunjung.

Selain Tari Piring, para pengunjung juga disuguhi kesenian tari yang diserta cerita (Teaterikal Minang) yakni Randai. Ada sekitar 20 peserta yang terlibat dalam kegiatan teater tradisional Minangkabau ini.

Pusako bak Simalakama bagi Niniak Mamak di Minang

Arosuka, Sumbar - Perebutan harta pusako dan persoalan ekonomi yang sulit, serta merta telah merubah tatanan sosial di tengah masya­rakat Minangkabau. Hal ini terlihat dari per­geseran peran dan fungsi ninik mamak yang sebelumnya memiliki peran sentral dalam kultur masyarakat yang menganut sistem matrilineal ini.

“Mamak dengan santainya menaiki mobil berkeliling kebun sawit. Sementara kami jadi buruh sawit di tanah kami yang sudah tergadai. Saya juga melihat ada kondisi se­balik­nya juga dialami banyak ora­ng. Kemenakan sejahtera, ma­mak tidak,” ucap Yudi (26) tentang perilaku mamak yang dialaminya, Kamis (25/2).

Baginya, hal ini men­yakit­kan karena tidak hanya diri­nya yang akan menapaki ke­hi­dupan sulit, generasi ke depan juga akan mengalami hal yang sulit sama seperti dirinya. Yudi yang berada di kawasan daerah pesisir pantai ini tidak me­napik, perubahan tatanan sosial pada mamak dan ke­menakan yang buruk ini ban­yak dialami oleh ke­me­nakan lainnya yang memiliki pusako luas tapi tergadai. Jika tidak mamak yang me­ng­ga­dai, maka kemenakanlah yang meng­gadai. Ia juga tidak menapik, dari banyaknya perilaku buruk yang muncul ini, masih ada yang berlaku baik.

Di lain pihak, David (24) dari Solok menceritakan, dalam hubungan mamak dan ke­me­nakan yang dialami di ke­luarga­nya, hubungan ideal antara mamak dan ke­me­nakan ini berjalan dengan baik. Mamak membagi adil pusako secara merata kepada kemenakan perempuannya yang memiliki hak untuk mengelola.

“Bahkan ia juga secara tegas menyediakan sasuduik tanah bagi kemenakannya untuk kegunaan pandam pa­ku­buran. Tanah ini tidak boleh digunakan untuk ke­perluan lain,” ucap David.

Melihat hal ini, tokoh muda Nagari Cupak Ke­ca­ma­tan Gunung Talang Is­wahyudi, SSos kepada Haluan men­yebut, jika dulu kemenakan berada di pintu hutang, ma­mak berada di pintu bayar, namun sekarang semuanya terbalik. Ia melihat per­ge­seran ini, lebih dominan dipengaruhi oleh faktor eko­nomi lantaran, ninik mamak yang memegang sako (gelar adat) sejatinya memiliki pu­sako (pusaka) untuk men­jalan­kan sako dan mengurus anak kemenakan. Namun pada masa belakangan, pu­sako yang menjadi singgulung untuk menjujung beban tugas sebagai ninik mamak itu telah banyak yang tergadaikan atau dijual. Sementara di sisi lain, kebanyakan ninik mamak tidak memiliki pekerjaan tetap yang dapat menunjang perekonomian keluarganya.

Kondisi ini secara lang­sung telah berdampak kepada strata sosial masyarakat, ka­rena dengan kondisi ini ninik mamak yang sebelumnya disegani mulai dianggap an­gin lalu saja. Apalagi banyak kemenakan yang juga sudah mapan secara ekonomi men­jadi sandaran dari para ninik mamak.

“Banyak mamak yang ber­gantung secara ekonomi ke­pada kemenakannya. Kondisi ini membuat mereka segan untuk menegur kemenakan yang terkadang telah me­lang­gar tatanan adat,” bebernya.

Hal senada diungkapkan oleh salah seorang pemerhati adat dan budaya Minang­kabau Jasman Rizal. Me­nurut­nya, dekadensi fungsi niniak ma­mak di Minang­kabau memang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eko­nomi. Menurutnya, secara tradisional, diferensiasi peran yang berlaku dalam keluarga luas menempatkan laki-laki di Minangkabau ber­peran se­bagai pemimpin dalam ke­luarga luasnya (ke­luarga ibu­nya). Alokasi ke­kuasaan yang ber­laku meng­haruskan laki-laki mempunyai tanggung ja­wab untuk menjaga dan me­­lin­dungi semua saudara pe­rem­puannya dan anak dari saudara-saudara pe­rempuannya.

Alokasi ekonomi yang berlaku menurut pola ideal ini, kata Jasman telah me­nempatkan mamak sebagai penjaga dan pemelihara harta pusaka yang merupakan sum­ber kehidupan semua anggota keluarga luas. Alokasi so­lidaritas yang berlaku men­yebabkan seorang mamak menurut aturan adat lebih dipatuhi oleh seseorang dari­pada ayahnya sendiri.

“Tugas mamak, selain se­suai dengan alokasi ke­kuasaan yang berlaku, ter­hadap ke­menakan pe­rem­puan­nya ia berperan men­carikan jodoh yang baik bagi­nya. Seorang mamak akan merasa sangat malu apabila ada di antara kemenakan pe­rempuannya yang sudah cukup umur belum juga me­nikah. Saat ini, dalam ke­hi­dupan masyarakat Mi­nang­kabau, terlihat adanya gejala tata hubungan susunan ke­ke­lu­arga­an yang tidak lagi bermuara pada ibu sebagai titik sentral dalam keluarga inti, tetapi mulai beralih ke­pada ayah yang menjadi kepala keluarga,” jelas Man­tan Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Solok ini.

Tak Hanya Harta

Kemudian, Ketua Lem­baga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Su­m­bar Sayuti Dt Rajo Pangulu menilai munculnya fenomena ini, karena raso jo pareso yang selama ini dipegang teguh oleh masyarakat Minang­kabau telah memudar.

“Selain itu, komunikasi antara mamak dengan ke­mena­kan juga sudah sangat jarang. Dahulu terkait sako jo pusako, kemenakan selalu bicara dengan mamak, namun sekarang, seolah kemenakan tidak lagi meminta kepa ma­maknya,” jelasnya.

Ia juga melihat, be­geser­nya nilai-nilai adat juga telah me­ru­bah sitem struktural ko­mu­nikasi masyarakat Mi­nang­kabau. Keputasan orde baru yang merubah sistem pe­me­rintahan kenagarian yang ada di Minangkabau dengan sis­tem desa turut andil dalam bergesernya nilai-nilai adat yang ada di Ranah Minang.

“Selama 21 tahun, atau bisa disebut dengan istilah satu generasi, masyarakat Minangkabu terpisah dari sitem adatnya, tentu juga membuat hubungan ko­mu­nikasi antara mamak dengan kemenakannya juga ter­penga­ruh,” ungkap Sayuti.

Di sisi lain, faktor pen­didikan juga ikut mem­penga­ruhi renggangnya hubungan mamak dengan kemenakan, sebab rata-rata para mamak saat ini mayoritas ber­pen­didikan SD, SMP dan paling tinggi SMA berbanding ter­balik dengan para kemenakan yang rata-rata telah ber­pen­didikan S1 dan S2, se­hingga komunikasi tidak ber­jalan dengan baik bahkan tidak nyambung.

Ketua LKAAM tersebut, mengimbau kepada gerenasi muda Mianangkabau untuk menghormati mamaknya, se­bab kelak mereka juga akan menjadi mamak.

“Seperti apa pun mamak yang kita miliki, mereka te­tap­lah mamak kita, dan suatu hari, kita juga akan menjadi seorang mamak. Saya ber­harap, para generasi muda saat ini untuk dididik men­cer­daskan tiga emo­sional, yakni emosional karakter, emo­sio­nal spiritual dan emo­sional intelektual. Emosional karak­ter dibentuk melalui adat, emosional spri­tual di­ben­tuk dengan syarak se­dang­kan emo­­sional intelektual dibentuk melalui pendidikan formal,” pungkas Sayuti.

Maarak Bungo Lamang, Wisata Tradisi Solok Selatan

Kota Baru, Sumbar - Nagari Koto Baru selain me­miliki potensi destinasi wi­sata juga memiliki keunikan dalam tradisi adat istiadat. Hal itu dikatakan seorang tokoh masyarakat Koto Ba­ru, Desmeldi kepada Ha­luan, (30/1) saat me­ngun­jungi daerah itu.

Ia mengatakan, dalam rangka menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW, ma­syarakat Koto Baru biasanya menyelenggarakan kegiatan “ Maarak Bungo Lamang” yaitu kegiatan arak-arakkan Lemang yang dihiasi bunga dan digantung uang kertas keliling kampung.

Maarak bungo lamang adalah menghias lamang (makanan dari ketan yang ditaruh dalam bambu). la­mang tersebut diberi pernik-pernik dan bunga-bunga yang diujungnya di lemkan uang kertas , tergantung berapa niat masyarakat un­tuk memberinya.

Biasanya, masyarakat juga menyelipkan duit dita­bung bambu yang berisi Lemang nantinya diarak oleh anak-anak mengaji sepanjang kampung, dan diiringi musik tradisional dengan tujuan akhirnya ada­lah Masjid. Kemudian duit dikumpulkan di Masjid dan lemangnya disajikan kepada masyarakat.

“Setelah jumlah duit didapatkan, biasanya diper­gunakan untuk pem­bangunan Masjid dan untuk anak yatim setelah itu, baru diberikan ceramah aga­ma,” kata Desmeldi.

Selain itu ada juga ke­giatan Zikir Rebana yaitu kegiatan melantunkan pu­jian dan salawat kepada junjungan Nabi Mu­ham­mad disertai zikir dengan diiringi lantunan rebana. Kegiatan tersebut dalam rangka Mau­lid Nabi Mu­hammad,SAW.

Tetapi, masih ada tradisi yang cenderung dit­ting­galkan masyarakat, yaitu kegiatan Turun ke Sawah. “Kegiatan itu saat ini sudah jarang ditemui,”katanya. Turun ke Sawah biasanya dilakukan bersama-sama masyarakat saat mulai me­nanam padi di sawah dengan menyembelih Kerbau untuk dimakan bersama.

Ia meyakini, kegiatan tradisi tersebut bisa sebagai penunjang pariwisata Ka­wasan Saribu Rumah Ga­dang.”Saya yakin apabila tradisi tersebut jika tetap dilestarikan akan menjadi daya pikat tersendiri bagi wisatawan,”katanya.

Seorang warga Koto Ba­ru, Abdul Gafur menye­butkan jika Nagari Koto Baru merupakan daerah yang memiliki keunggulan dari Nagari Lain di Solsel. Pasalnya, selain keberadaan Kawasan Saribu Rumah Gadang juga merupakan Nagari Pendidikan.

Ratusan Naskah Kuno Minangkabau Disimpan di Tempat Ini

Padang, Sumbar - Mulai hari ini, koleksi ratusan naskah kuno Minangkabau yang dikumpulkan para peneliti dari Universitas Andalas akan memiliki tempat penyimpanan baru, yaitu Minangkabau Corner. Tempat ini berada di lantai tiga Gedung Perpustakaan Universitas Andalas. Minangkabau Corner kelak akan dikembangkan menjadi Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebudayaan Minangkabau.

Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat dari Kementerian Riset Teknologi Ocky Karna pagi tadi meresmikan “rumah baru bagi naskah kuno Minangkabau” ini bersama Gubernur Terpilih Sumatera Barat, Iwan Prayitno. “Naskah kuno berserakan. Narasi kita mandek di naskah kuno. Di cerita rakyat. Lalu saya dan teman-teman di sini berpikir bagaimana agar ini dikembangkan, dikaitkan dengan kehidupan masa sekarang,” kata Ketua Minangkabau Center, Pramono, Selasa, 29 Desember 2015.

Menurut Pramono, ide mendirikan Minangkabau Corner ini bermula pada 2013. Saat itu naskah kuno mulai didigitalisasikan para peneliti di Universitas Andalas. “Jadi cita-citanya Minangkabau Corner itu menjadi pusat pelestarian, penyelamatan, dan pengembangan naskah kuno agar teks klasik itu bisa dinikmati generasi hari ini. Siasatnya, alih media ke IT, dijadikan film dokumenter dan komik. Sebagian pekerjaan kami sudah bisa dinikmati di sini,” ujarnya.

Naskah kuno di Minangkabau Corner sudah dalam bentuk digital. Meski demikian, di tempat ini tersimpan pula 70 naskah kuno asli yang dibeli para peneliti dari masyarakat menggunakan iuran.

Pramono dan peneliti di Universitas Andalas mulai meneliti dan menelusuri jejak-jejak naskah kuno sejak 2004. Hingga saat ini, para peneliti telah mengumpulkan hampir 1.000 manuskrip kuno yang terancam rusak oleh cuaca, hama, dan penjualan ilegal ke kolektor asing yang kemudian menjualnya ke pasar barang antik di luar negeri.

Naskah kuno dengan aksara Arab Melayu itu tidak melulu berisi tentang agama Islam, tetapi juga tentang sejarah lokal, karya sastra, dan pengobatan tradisional yang ditulis pada awal abad ke-18 hingga awal abad ke-20. “Yang lebih tua belum kami temukan karena tradisi kultural lisan di Minangkabau sangat kuat,” katanya. Meski demikian, hampir seribu naskah kuno yang dikumpulkan ini, kata dia, menggambarkan adanya tradisi intelektual yang cukup kuat di Tanah Minang.

Selain naskah kuno, pengunjung bisa menikmati foto-foto prosesi adat karya Edy Utama, fotografer dan budayawan Sumatera Barat, di ruang galeri.

Unand akan Kumpulkan Silsilah Keluarga Minangkabau

Padang, Sumbar - Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat (Sumbar), akan melakukan kajian dan mengumpulkan seluruh silsilah keluarga Minangkabau yang ada di dunia.

"Saat ini sejarah dari ranji atau silsilah keluarga Minangkabau masih sulit dicari, kami akan mengumpulkannya dengan riset akademisi dan mahasiswa," kata Wakil Rektor bagian Akademik Unand, Febrin Anas Ismail, di Padang, Selasa.

Dia menyebutkan pengumpulan silsilah ini bagiam dari visi Pojok Minangkabau yang saat ini baru diresmikan. Untuk tahap pertama kata dia, pihaknya telah mengutus mahasiswa yang Kuliah Kerja Nyata dengan mengumpulkan data dan nama keluarga atau kaum pada setiap nagari yang ada di Sumbar.

Dari pengumpulan tersebut sebagian besar tidak jelas antara satu hubungan dengan keluarga lain. Untuk menelaah ketidak jelasan hubungan tersebut kami mengirimkan para akademisi menelitinya.

"Proses penelitian ranji ini bersifat dinamis dan tidak ditargetkan pada waktu tertentu," katanya.

Hal ini dilakukan karena pengumpulan silsilah itu bergantung pada ketepatan penelitian dan bukti yang berkesesuaian. Dalam hal ini pihaknya akan berhati-hati sebab menyangkut orang banyak.

"Setelah suatu ranji terkumpul, kami akan mempublikasi secara online," ujarnya.

Hal ini bertujuan agar seluruh warga Minang yang berdomisili di seluruh dunia dapat mengetahui asal muasal keturunannya.

"Kami berharap upaya ini mendapat dukungan dari semua masyarakat Minang khususnya dan Indonesia Umumnya," Ucapnya.

Sementara itu, Dikti melalui salah seorang pejabatnya, Ocky Karna Radjasa akan mendukung kegiatan pengumpulan ranji orang Minangkabau tersebut. Menurutnya kegiatan itu suatu inovasi dalam menambah khasanah pengetahuan budaya nasional.

Kegigihan Perantau Minang Mencengangkan Dunia

Bukittinggi, Sumbar - Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi Irwandi, tampil sebagai pembicara pada seminar Internasional Pemikiran Alam Minangkabau, di Uni­ver­siti Tek­nologi Malaysia (UTM) Kuala Lum­pur, Malaysia yang berlangsung dari tanggal 1-3 September 2015. Irwandi tampil atas undangan Per­satuan Cendikiawan Minang Malaysia (PCMM).

Di hadapan peserta seminar yang terdiri dari para cendekiawan Malaysia asal Ranah Minang dan sejumlah tokoh adat Melayu. Irwandi memaparkan makalah bertajuk The Spirit of Minangkabau Perantau: An Inspiration for the Future Generation (Kegigihan Perantau Minang: Inspirasi untuk Generasi Pewaris).

Menurutnya, generasi muda Minangkabau mesti meneladani kegigihan para perantau Minang yang telah membuat dunia tercengang. Tak sedikit, penelitian yang membahas tentang perantau Minang dan tradisi merantau itu sendiri.

Para perantau Minang juga telah memainkan peran penting di pentas internasional untuk berbagai bidang. Selain itu, mereka juga menunjukkan perannya dalam mendorong kemajuan di Ranah Minang.

Sejarah juga mencatat bahwa sejarah modern Minangkabau yang bermula dalam rentang 1900-1930-an justru diawali dengan kembalinya para perantau Minang ke kampung halaman dengan membawa ide-ide pembaharuan untuk melawan kolonialisme. “Para perantau itu terdiri dari pedagang atau pengusaha, ulama, dan sarjana hasil pendidikan Barat dan Belanda,” tutur Irwandi yang juga penulis buku Kegigihan Perantau Minang.

Irwandi menjelaskan, ada empat hal penting yang menjadi kekuatan khas perantau Minang sehingga perlu diwarisi oleh generasi penerus. Pertama, kekuatan sosialisasi antara sesama perantau Minang di perantauan. Hampir di setiap daerah rantau kata Irwandi, ditemukan ikatan perantau Minang yang membawa nama daerah asal masing-masing.

Kedua, semangat mencari ilmu. Para peneliti di dunia mengakui bahwa orang Minang sukses karena kegigihan menuntut ilmu. Kekuatan berikutnya terletak pada karakter atau soft skills, yaitu tahu “Jo Nan Ampek”, seperti tahu pencipta diri, tahu diri, tahu dengan orang lain, dan tahu dengan alam sekitar.

Dan terakhir, perantau Minang sangat peduli dengan kampung halaman yang tercermin dalam falsafah “satinggi-tinggi bangau tabang, suruiknyo ka kubangan juo, satinggi-tinggi malantiang, jatuahnyo ka bumi juo. Hujan ameh di nagari urang, hujan batu di kampuang awak, namun kampuan takana juo”.

Acara seminar tersebut, turut dihadiri para cendekiawan Malaysia asal Ranah Minang, dan tokoh adat Melayu tampil sebagai pemakalah seperti Presiden PCMM, Prof. Dato Dr Ghazali, pengusaha sukses di Malaysia asal Pariaman, Dato Astanam, pengamat ekonomi Syariah IAIN Bukittinggi Asyari, Universitas Bung Hatta, Prof. Nasfryzal Carlo dan tokoh persatuan Minang-Negeri sembilan yang juga Presiden Organisasi Dunia Melayu-Polynesia, Kolonel Prof. Dato Dr. Kamarudin Kachar.

Manuskrip Kuno Minangkabau Tersimpan di Perpustakaan Unand

Padang, Sumbar - Perpustakaan Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat, memiliki koleksi berbagai naskah atau manuskrip kuno budaya asli Minangkabau.

"Koleksi manuskrip kuno ini tersimpan dan tertata rapi di Pojok Minangkabau pada bagian lantai tiga perpustakaaan," kata Kepala UPT Perpustakaan Unand Azral di Padang, Rabu (29/4).

Dia menyebutkan koleksi manuskrip itu berasal dari penemuan para peneliti jurusan ilmu budaya Minangkabau di berbagai daerah di Sumbar.

Beberapa jenis koleksi manuskrip yang tersimpan tersebut, terdiri atas tambo Minang, petatah petitih, silsilah keluarga, peraturan hingga naskah hukum adat.

Semua manuskrip itu tersimpan rapi di lemari kaca, sehingga memudahkan pengunjung untuk melihat secara jelas saat masuk ke Pojok Minangkabau. "Selain dalam bentuk dokumen asli, manuskrip kuno ini juga bisa dilihat secara elektronik," katanya.

Dia menjelaskan Perpustakaaan Unand menyediakan fasilitas bagi pengguna internet untuk melihat manuskrip secara utuh melalui dokumentasi foto.

Pengunjung yang tidak dapat datang ke Perpustakaan Unand masih bisa mengakses naskah kuno tersebut melalui internet. "Ke depan perpustakaan akan menambah jumlah koleksi manuskrip kuno ini," katanya.

Untuk merealisasikan rencana itu, kata dia, Unand akan melibatkan mahasiswa yang menjalani kuliah kerja nyata (KKN) dalam mengumpulkan dokumen lain.

Ia mengatakan dengan tersebarnya para mahasiswa di berbagai daerah di Sumbar saat KKN, peluang penemuan manuskrip lain semakin besar.

Selain itu, kata dia, upaya penambahan jumlah koleksi juga dengan melakukan observasi oleh peneliti budaya Minangkabau.

Dia berharap, dalam beberapa tahun ke depan, Perpustakaan Unand menjadi pusat koleksi manuskrip kuno budaya Minangkabau terbesar di Indonesia, bahkan dunia.

Menikmati Ragam Budaya dan Pacu Jawi di Pagaruyung Fair 2015

Padang, Sumbar - Sumatera Barat adalah provinsi dengan kekayaan budaya yang memikat. Di sana Anda dapat menemukan beraneka atraksi budaya, kuliner lezat, hingga bentang alam pegunungan yang dijuluki sebagai “Swiss Hijau”.

Dari banyak kabupaten yang ada di Provinsi Sumbar, Tanah Datar adalah salah satu yang patut Anda sambangi, terlebih bila kunjungan dijadwalkan saat event daerah berlangsung. Nah, kali ini siapkan waktu Anda pada 24 Mei hingga 7 Juni 2015 untuk datang ke Pagaruyung Fair yang akan berlangsung di berbagai lokasi di Tanah Datar.

Pembukaan Pagaruyung Fair 2015 akan berlangsung pada 3 Juni 2015 di Batusangkar. Acara akan dilanjutkan dengan Batusangkar Expo, Lomba Seni Budaya Tanah Datar, Lomba/Pameran Suvenir Tanah Datar, Festival Matrilinial, Pameran Foto Pesona Alam dan Budaya Minangkabau, dan Pameran Batu Akik.

Berbagai kegiatan seru juga akan hadir tersebar di berbagai lokasi di Tanah Datar. Anda yang hobi fotografi maka bisa berburu foto saat acara Pacu Jawi berlangsung. Sudah banyak beredar foto-foto spektakuler tentang pacu jawi di berbagai media dalam dan luar negeri dan kali ini mengapa tidak Anda coba langsung mengambil yang terbaik darinya.

Ada juga acara menarik lainnya, yaitu: Galanggang Siliah Baganti, Pergelaran Budaya Melayu (Malaysia), Pergelaran Budaya Melayu (Riau), Lomba Pangan olahan Spesifik Tanah Datar, Pergelaran Budaya Minang, dan Lomba Layang-layang.

Kabupaten Tanah Datar (Luhak Nan Tuo nama lainnya) yang ada di Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu dari kabupaten terbaik di Indonesia dalam melaksanakan otonomi daerah. Wilayahnya berada di antara dua gunung, yaitu Gunung Merapi dan Gunung Singgalang, memiliki topografi yang didominasi perbukitan, dialiri oleh 25 sungai, serta memiliki dua pertiga bagian dari Danau Singkarak. Beberapa tujuan wisata yang dapat disambangi di sana di antaranya adalah Lembah Anai, Panorama Tabek Pateh, Danau Singkarak Bukit Batu Patah, dan Ngalau Pangian.

Masyarakat Minangkabau meyakini bahwa asal usul orang Minangkabau dari Kabupaten Tanah Datar, tepatnya dari Dusun Tuo Pariangan, Kecamatan Pariangan. Dari Luhak Tanah Datar inilah kemudian orang Minangkabau berkembang dan berpindah ke daerah lain seperti Luhak 50 kota dan Luhak Agam. Oleh karena itu, banyak tersebar peninggalan bersejarah Minangkabau di Tanah Datar baik berupa benda maupun tatanan budaya adat Minangkabau.

Tempat wisata sejarah yang terdapat di Kabupaten Tanah Datar ini antara lain Istana Pagaruyung, Balairuang Sari, Puncak Pato, Prasasti Adityawarman, Batu Angkek-angkek, Rumah Gadang Balimbing, Kincir Air, Batu Basurek, Nagari Tuo Pariangan, Fort van der Capellen, Batu Batikam, dan Ustano Rajo.

-

Arsip Blog

Recent Posts