Situs Istana Air (Pesanggrahan) Tamansari Kraton Yogyakarta

Oleh Rochtri A. Bawono

Istana Air (Pesanggrahan) Tamansari merupakan bangunan taman air yang terletak di dalam Kraton Yogyakarta Hadiningrat tepatnya di Kampung Taman, Kelurahan Patehan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta. Bila dilihat dari keletakannya, maka Tamansari terletak di sebelah baratdaya Kraton Yogyakarta Hadiningrat. Jalan menuju Situs Tamansari dapat melalui Jalan Tamansari, Jalan Rotowijayan atau pun Jalan Ngasem di Kompleks Kraton Yogyakarta.

Situs Tamansari yang terletak pada ketinggian 113 m dpl telah penuh sesak oleh perumahan penduduk sehingga situs ini hanya menyisakan bagian-bagian secara spasial untuk dapat dinikmati keindahan arsitektur bangunannya. Pada masa lalu, bangunan Tamansari merupakan laut buatan yang airnya diambilkan dari Sungai Winongo di sebelah Barat Pesanggrahan Tamansari. Air dialirkan ke Segaran yang merupakan tempat pengumpulan dan pengaturan air, guna mengisi kolam melalui parit-parit buatan. Kondisi lahan yang lembab menyebabkan kesuburan tanah meningkat di sekitar Pesanggrahan Tamansari. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kebun-kebun buah dan bunga di lokasi tersebut. Penamaan tersebut masih dapat ditelusuri hingga sekarang antara lain: kebun mangga, kebun nanas, kebun sirih, kebun durian, kebun sirih, kebun pandanwangi, kebun cengkeh, kebun jambu air, kebun kelapa, kebun sukun, kebun pala, kebun delima, kebun bunga-bunga, kebun sayuran, kebun sayuran sebrang, kebun gladen (latihan perang), dll. Pengunaan dan penamaan kebun buah-buahan, bunga, dan sayur-sayuran lebih menekankan lagi arti sebenarnya Tamansari. Penamaan tersebut masih dapat ditelusuri pada peta Istana Air Tamansari yang dibuat oleh Groneman tahun 1885.

Kompleks Pesanggrahan Tamansari sebenarnya memiliki gugusan yang teratur rapi seperti halnya gugusan Kraton Yogyakarta Hadiningrat. Pintu gerbang Tamansari sekarang (untuk pariwisata) yang terletak di Jalan Tamansari sebenarnya merupakan bagian belakang pesanggrahan bernama Gerbang Kenari. Gerbang utama yang sebenarnya (Gapura Pagelaran) terletak di sebelah barat Pesanggrahan Tamansari yang sekarang telah hilang dan menjadi perumahan penduduk. Dahulu, bangunan Gapura Pegelaran terdapat ruangan penjagaan serta sepasang gardu yang berfungsi sebagai baluwer atau bastion yang digunakan sebagai tempat pengintaian. Pada pangunan tersebut juga ditempatkan dua buah meriam.

Sebelah timur gapura adalah Balai Pasewakan atau tempat menghadap sultan. Bangunan ini terletak pada suatu halaman yang berbentuk segidelapan beraturan, tetapi bangunan tersebut tidak ada bekasnya karena kini sudah menjadi perkampungan dan bangunan sekolahan.

Sebelah timur Balai Pasewakan adalah Gapura Agung Tamansari yang sampai sekarang masih dapat dilihat keindahannya. Gapura Agung merupakan gapura kurung dengan empat buah ruangan di dalamnya serta altar atas tempat pengawasan para prajurit. Setelah melewati Gapura Agung maka akan berhadapan dengan bangunan Gedong Lopak-lopak yaitu bangunan bertingkat yang terletak di halaman segidelapan di sebelah timur Gapura Agung. Bangunan ini sekarang sudah tidak ada dan hanya menyisakan pot-pot bunga yang besar yang dahulu sebagai penghias sekeliling bangunan Gedong Lopak-lopak. Pada halaman segidelapan tersebut terdapat lorong ke utara yang menghubungkan dengan pemandian para prajurit jaga, lorong ke selatan yang menghubungkan ke kebun buah dan bunga yang sepanjang lorongnya dihiasi dengan pot buang besar di kanan kirinya. Lorong atau jalan ke timur dihubungkan dengan bangunan petirtaan atau Taman Umbul Binangun yang terdiri atas tiga buah kolam dan sebuah menara yang diperuntukkan bagi Sang Sultan Yogyakarta Hadiningrat. Kompleks bangunan Taman Umbul Binangun ini dapat dinikmati secara utuh arsitektur bangunannya. Komplek ini telah beberapa kali mengalami pemugaran. Lokasi ini sekarang menjadi pusat kunjungan jika berwisata ke Pesanggrahan Tamansari selain Sumur Gumuling dan Pulo Kenongo di sebelah utaranya. Sebelah Timur Taman Umbul Binangun terdapat Gedong Sekawan yang berfungsi sebagai tempat istirahat para istri dan keluarga raja. Halaman Gedong Sekawan ini juga berbentuk segidelapan.

Sebelah timur Gedong Sekawan terdapat Gedong Gapura Panggung yang merupakan gerbang bertingkat, hampir sama dengan Gapura Agung. Setelah Gapura Panggung akan dapat dijumpai Gedong Temanten yang digunakan sebagai tempat istirahat istri dan keluarga raja dan merupakan bangunan belakang dari Pesanggrahan Tamansari.

Sebelah selatan Kompleks Umbul Binangun terdapat Kompleks Taman Umbul Sari, Gedong Blawong, dan Pesarean Taman Ledok Sari. Bangunan ini merupakan satu garis lurus dari selatan ke utara yang berfungsi sebagai pemandian dan tempat beristirahat Raja Yogyakarta dan permaisurinya. Selain bangunan tersebut juga terdapat pondokan untuk abdi dalem Pesanggrahan Tamansari.

Sebelah Utara Kompleks Taman Umbul Binangun terdapat bangunan Pulo Kenongo yang oleh masyarakat disebut Pulo Cemeti yang merupakan bangunan bertingkat. Bangunan ini memiliki banyak kamar dan bagian atas terdapat ruang terbuka untuk melihat pemandangan di sekitar Kraton Yogyakarta.

Sebagian besar bangunan di Pesanggrahan Tamansari sudah dipadati oleh rumah penduduk, tetapi dinding-dinding bangunan lama masih bisa dirunut posisinya. Satu hal yang patut dipuji bahwa masyarakat tidak menghancurkan dinding-dinding lama di Komplek Tamansari tetapi membiarkan hingga hancur sendiri. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya sisa-sisa bangunan lama yang saling berhimpit dengan tembok rumah yang dibangun kemudian, walaupun hanya menyisakan sepotong saja.

<--PAGEBREAK-->Riwayat Pendirian Pesanggrahan Tamansari
Pesanggrahan Tamansari didirikan oleh Sultan Hamengku Buwana I (Pangeran Mangkubumi) dalam rentang masa pemerintahan antara tahun 1755-1792 M. Masa pemerintahan yang panjang (37 tahun) mampu menghasilkan karya seni serta kebudayaan yang penting antara lain: Kraton Yogyakarta, Kraton Ambarketawang, dan Istana Air (Pesanggrahan) Tamansari. Tahun pendirian Kraton Yogyakarta tercermin dari sangkalan memet “Dwi Naga Rasa Tunggal” berupa dua ekor naga yang saling berlilitan. Sangkalan memet tersebut berarti 1682 tahun Jawa atau 1756 Masehi. Bentuk bangunan ini diletakkan di atas bangunan penyekat atau kelir di sisi selatan halaman pusat kraton atau Banon Renteng Kelir.

Tahun pendirian Pesanggrahan Tamansari memiliki banyak versi antara lain bersumber dari dongeng (cerita rakyat), pendapat orang barat, studi literatur, dan data simbolik di bangunan Tamansari.

a. Dongeng (cerita rakyat) tentang Tamansari
Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono II terdapat orang tiban kleyang kabur kanginan (orang yang datang secara tiba-tiba dan tidak diketahui asal usulnya) di Mancingan, Pantai Selatan Yogyakarta. Oleh karena orang tersebut mempunyai bahasa sendiri maka masyarakat di sekitar Mancingan menyebutnya sebagai orang tiban.

Cerita orang tiban tersebut terdengar sampai di pusat kerajaan terutama Sultan Hamengku Buwono II dan akhirnya orang tersebut dibawa dan diserahkan oleh masyarakat Mancingan kepada Sultan Hamengku Buiwana II. Orang tersebut diterima dan diangkat menjadi abdi dalem Kraton Yogyakarta dan diajari bahasa Jawa hingga mahir. Ketika ditanya maka diketahui bahwa asal usul orang tersebut berasal dari Portugis yang pekerjaaan sehari-harinya sebagai kepala pembuatan bangunan (undagi) yang dapat disamakan dengan seorang arsitek.

Setelah sultan mengetahui asul usul dan keahlian orang tiba tersebut, maka beliau memberikan tugas untuk membangun benteng kraton. Sultan Hamengkubuwana II merasa puas dengan hasil pekerjaan orang tiban tersebut, maka diberilah kedudukan sebagai demang yang bernama Demang Portugis. Oleh masyarakat banyak mengenal dan menyebut sebagai Demang Tegis.

Demang Tegis selanjutnya diperintahkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana II untuk membangun Pesanggrahan Tamansari, oleh karena itu bangunan di Pesanggrahan Tamansari banyak terdapat unsur-unsur yang menunjukkan arsitektur Eropa salah satunya adalah langgam Portugis.

b. Pendapat Sarjana Barat
P.J. Veth mengatakan bahwa bangunan Pesanggrahan Tamansari bukan merupakan karya orang Portugis atau Spanyol. Berdasarkan bentuk hias dan langgamnya, Tamansari adalah hasil karya orang Jawa yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana II. Ia mengatakan:

”Zegt dat het ontwerpen werd door een Spaansch of Portugeesch De overlevering ingenieur die als schipsbreukeling op het zuiderstrand was geworpen, maar het echt Javaansch karakter vab het geboew schijnt daarmete in strijd”
(Terjemahan bebas: “Dari pengumpulan data menyatakan bahwa perencanaannya dilakukan oleh seorang insinyur Spanyol atau Portugis, sebagai korban musibah kerusakan kapalnya, dan dihempaskan di pantai selatan, tetapi dari corak bangunannya yang benar-benar Jawa, nampak bertentangan”)

Pendapat lain berasal dari Y. Groneman yang menyatakan bahwa Tamansari dibangun atas perintah Sri Sultan Hamengku Buwono I. Tugas pembangunan Pesanggrahan Tamansari ini diserahkan kepada Kyai Tumenggung Mangundipura, dibantu oleh Lurah Dewelingi (orang Bugis). Untuk pelaksanaannya Tumenggung Mangundipura dua kali pergi ke Batavia, maksudnya untuk mencari motif yang bergaya Eropa, sehingga gaya bangunan Tamansari berlanggam campuran antara gaya bangunan Jawa dan Eropa. Pesanggrahan Tamansari dibuat pada tahun Ehe 1684 Jawa atau 1758 Masehi.

<--PAGEBREAK-->c. Studi naskah atau literatur
Berdasarkan Kitab Mamana yang disimpan di Kraton Yogyakarta, atas perkenan Sri Sultan Hamengku Buwana I tugas kewajiban para Bupati Mancanagari yang termasuk dalam kekuasaan Yogyakarta yang harus disampaikan kepada Sri Sultan masih tetap seperti dahulu. Adapun waktu penyampaian pajak daerah dilaksanakan dua kali setahun yaitu pada bulan Ramadhan dan Rabiulawal.

Ketika itu Bupati Madiun yang bernama Raden Rangga Prawirasentika karena telah banyak berkorban selama perang, maka menyampaikan permohonan kepada Sri Sultan Hamengku Buwana I agar berkenan tidak menyampaikan pajak daerah setahun dua kali. Beliau hanya menyanggupi bila ada permintaan khusus dari Sri Sultan untuk kelengkapan hiasan dan kemegahan kraton. Sri Sultan dengan persetujuan patih memeperkenankan permohonan tersebut.

Atas perkenan Sri Sultan Hamengku Buwana I, Raden Rangga Prawirasentika diperkenankan untuk membuat gamelan sekaten satu pangkon (perangkat). Adapun kehendak Sri Sultan untuk melengkapi setengah gamelan sekaten yang berasal dari Surakarta dapat terpenuhi. Perlu diketahui bahwa gamelan sekaten Surakarta juga dibagi dua, setengah untuk Surakarta dan setengahnya untuk Yogyakarta akibat Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) tentang pembagian kekuasaan Surakarta dan Yogyakarta. Selain itu Sri Sultan juga memerintahkan uintuk membuat sebuah Jempana atau tandu untuk kendaraan mempelai putri Sri Sultan Hamengku Buwana I.

Pada tahun 1684 Jawa (1758 M), Raden Rangga Prawirasentika diperintahkan untuk mempersiapkan batu merah beserta kelengkapannya. Sri Sultan bermaksud membuat suatu pertamanan yang indah untuk menentramkan hati dan badan Beliau yang baru saja menyelesaikan tugas berat atau berperang yang berlangsung cukup panjang (19 Mei 1746 – 13 Februari 1755). Sri Sultan menginginkan tempat bercengkrama serta menghibur hati bersama putera-puteri serta istrinya. Pembangunan taman tersebut ditandai dengan sengkalan memet yang berupa “empat ekor naga yang berlilitan” yang dibaca berbunyi “Catur Naga Rasa Tunggal” atau 1684 tahun Jawa.

Sri Sultan memnghendaki Raden Tumenggung Mangundipura untuk mengepalai pembuatan Pesanggrahan Tamansari dan dipimpin oleh K.P.H. Natakusuma yang kemudian hari menjadi K.G.P.A.A Paku Alam I. K.P.H Natakusuma adalah putra Sri Sultan nomor 8 dari istri selir yang bernama Bandara Raden Ayu Srenggara.

Bagian awal yang dibangun adalah jungutan (tempat tidur Sri Sultan) yang terletak di Taman Ledok Sari dan urung-uurung yang berpangkal di dalam Kraton Yogyakarta yang terkenal dengan nama Gua Seluman. Pekerjaan ini ditandai dengan sengkalan memet yang berbunyi “Pujining Brahmana Ngobahke Jungut” atau 1687 Jawa (1761 M).

Bangunan inti dan beberapa gapura di Tamansari dapat diselesaikan dengan cepat pada hari Ahad Pon tanggal 7 Syawal 1961 Jawa (1765 M). Adapun selesainya pembangunan Tamansari diberi tanda sengkalan memet “Lajering Sekar Sinesep Peksi” yang berupa “pohon-pohonan penuh bunga yang dihisap oleh seekor burung” yang dapat diartikan tahun 1691 Jawa (1765 M).

Bangunan Tamansari merupakan kelompok bangunan yang luas dan besar karena itu tugas dan kewajiban yang dijalankan oleh Raden Rangga Prawirasentika itu tidak sampai selesai, karena dirasakan lebih berat dan biaya besar dibanding dengan menyerahkan pajak setahun dua kali. Beliau akhirnya mengajukan permohonan berhenti kepada Sri Sultan Hamengku Buwana I dan diperkenankan. Sri Sultan kemudian memerintahkan K.P.H. Natakusuma untuk meneruskan pembangunan sampai selesai dengan biaya dari Sri Sultan.

Pembangunan Pesanggrahan Tamansari selain menggunakan tenaga-tenaga kerja dari lingkungan kraton sendiri juga mengerahkan tenaga dari orang-orang daerah Kedu, Madiun, Jipan, dll.

Sewaktu Pesanggrahan Tamansari sedang dibangun, Sri Sultan sering mendatangi bahkan pernah tidur di tempat tersebut. Apabila Sri Sultan berkenan datang di Pesanggrahan Tamansari, maka tugas dan kewajiban di Kraton Yogyakarta digantikan oleh K.G.P.A Adipati Anom.

<--PAGEBREAK-->d. Data simbolik di bangunan Tamansari
Di sisi pinggir tangga Gapura Panggung terdapat hiasan dua ekor naga yang saling bertolak belakang dengan ekor berdiri ke atas. Jalan masuk ada di antara ekor naga tersebut. Hiasan tersebut merupakan sengkalan memet dan dibaca “Dwi Naga Rasa Wani” atau 1682 Jawa (1756 M). Kedua hiasan naga tersebut memperlihatkan adanya kemiripan dengan sengkala memet di beberapa tempat di dalam Kraton Yogyakarta. Walaupun demikian ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa hiasan naga tersebut tidak memiliki makna angka tahun tetapi hanya sekedar hiasan seperti halnya makara pada bangunan candi.

Selain hiasan naga, pada Gapura Agung dan Gapura Panggung terdapat hiasan (relief) burung yang menghisap madu pada bunga di pohon yang dianggap sengkalan memet juga yaitu “Lajering Sekar Sinesep Peksi” yang dibaca 1691 tahun Jawa (1765 M).

Data di atas menunjukkan bahwa pembangunan Istana Air (Pesanggrahan) Tamansari dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu yang panjang antara tahun 1756 – 1765 M yang masih dalam pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana I. Selain sebagai Raja Yogyakarta Hadiningrat yang bergelar Sultan Hamengku Buwana Senapati Ingalaga Abdurahman Sayidin Panatagama Kalifatullah, Beliau dikenal juga sebagai seorang ahli bangunan pada waktu mengabdi di Kraton Surakarta sekaligus bangsawan agung yang memiliki semangat perwira dalam pertempuran.

Jiwa dan semangat yang dimiliki Sri Sultan Hamengku Buwana I tercermin pada pembangunan Kraton Yogyakarta dan Pesanggrahan Tamansari. Bangunan Kraton Yogyakarta merupakan pusat pemerintahan sekaligus sebagai benteng pertahanan karena kraton dibangun dengan benteng pertahanan yang tebal dan di luarnya dikelilingi oleh parit sehingga sulit dimasuki musuh. Pembangunan Pesanggrahan Tamansari juga memiliki konsep sejenis yaitu selain sebagai tempat istirahat untuk mendapatkan hiburan juga difungsikan sebagai pertahanan dan tempat meloloskan diri. Komplek Istana Air (Pesanggrahan) Tamansari sesungguhnya bagian dalamnya terdapat lorong-lorong kecil di bawah tanah yang menembus ke berbagai arah, berkelok-kelok bahkan ada yang menembus sampai luar benteng dan lengkap dengan pintu-pintu air. Apabila pintu air tersebut ditutup, maka dapat mengubah keadaan Tamansari menjadi musnah, tidak terlihat sama sekali kecuali suatu lautan buatan yang penuh dengan air.

Demikianlah kecerdikan arsitek dan para seniman zaman dahulu yang mampu memadukan pusat pemerintahan, tempat hiburan, dan pertahanan pada satu bangunan sekaligus. Para seniman juga mampu menyatakan angka tahun yang tersembunyi pada suatu bangunan sehingga menjadi simbol-simbol yang tersamarkan. Bahkan bangunan tersebut juga merupakan bangunan yang megah dan monumental sehingga sekarang menjadi salah satu penanda Kota Yogyakarta. Tugas kita sekarang adalah melindungi dan melestarikan bangunan-bangunan tersebut, sehingga generasi penerus kita juga diberi kesempatan untuk menyaksikan kemegahan warisan leluhur tersebut.

-

Arsip Blog

Recent Posts