MANGGARAI - Kasus siswa jilat kloset di SMP Negeri 4 Poco Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur berakhir.
Pihak orangtua siswa, guru yang memberi sanksi dan pihak sekolah sepakat berdamai sehingga kasus ini tidak dibawa ke ranah hukum.
Perdamaian dilakukan secara adat Manggarai Timur, Sabtu (30/9/2017) pagi.
Yosephina Nartin, guru yang memberi sanksi kepada 8 siswa SMP Negeri 4 Poco Ranaka, menyampaikan permohonan maaf kepada siswa, orang tua siswa dan pihak sekolah.
Selanjutnya dibuat surat pernyataan perdamaian, ditandatangani Yosephina, orangtua siswa dan Kepala SMP Negeri 4 Poco Ranaka, Herman Jeramat.
Frans Par, salah satu orangtua siswa SMP Negeri 4 Poco Ranaka, menjelaskan ada tiga point kesepakatan yang dibuat dalam surat pernyataan perdamaian.
Pertama, Yosephina diberhentikan sebagai guru SMP Negeri 4 Poco Ranaka.
Kedua, Yosephina membawa ayam dan orangtua membawa tuak putih untuk makan dan minum bersama.
Ketiga, masalah tersebut (siswa jilat closet) tidak dibawa ke ranah hukum.
"Kami sudah selesai gelar acara perdamaian secara adat dengan guru Yosephina. Kami orangtua sudah buat pernyataan dimana Yosephina sudah meminta maaf dengan membawa ayam lalu kami orangtua membawa tuak putih dua jerigen.
Ayam yang dibawa Yosephina dipotong lalu kami makan bersama sebagai tanda masalah tersebut sudah selesai," jelas Frans Par yang mengaku tinggal di Desa Watu Lanur, Kecamatan Poco Ranaka, Sabtu siang.
Acara perdamaian yang diakhiri dengan makan bersama terjadi di SMP Negeri 4 Poco Ranaka.
Delapan orangtua siswa hadir bersama kepala sekolah serta guru Yosephina.
Diberitakan, delapan siswa SMPN 4 Poco Ranaka,Kabupaten Manggarai Timur-Flores-Nusa Tenggara Timur, dihukum menjilat closet (WC) di sekolahnya, Jumat (15/9/2017) pagi.
Guru yang menghukum mereka berinisial YN, guru kesiswaan di sekolah tersebut.
Mereka dihukum karena menggunakan bahasa daerah Manggarai di lingkungan sekolah sebelum KBM.
Sang guru yang berstatus honor menggunakan dana BOSDA lalu memanggil para siswa ke kamar WC lalu menjilat closet secara bergantian.
"Awalnya kami tidak tahu. Anak-anak tidak beri tahu. Mereka takut karena guru tersebut mengancam akan memberikan nilai buruk kalau kejadian tersebut diberi tahu kepada orangtua."
"Anak-anak kami pun tidak beri tahu orangtua sejak kejadian jilat closet tanggal 15 September 2017 pagi."
"Kami baru tahu tanggal 22 September 2017 karena ada teman-teman mereka cerita kepada kami," ujar Frans Par ketika dihubungi Pos Kupang dari Ruteng per-telepon, Kamis (28/9/2017) malam.
Frans menjelaskan, para orangtua yang anak-anaknya dihukum sebenarnya mau ke Dinas PPO Matim pada Sabtu (23/9/2017) pagi, tapi tidak jadi karena PNS di Matim kerja lima hari. Hari Sabtu mereka libur.
Sumber: http://www.tribunnews.com