KUALASIMPANG - Panitia Khusus (Pansus) CPNS Tenaga Honorer K2 DPRK Aceh Tamiang sejak dua hari lalu mulai bekerja mengumpulkan keterangan dan data terkait 84 CPNS tenaga honorer K2 yang lulus CPNS namun tidak keluar NIP. Pansus meminta keterangan sejumlah pejabat di lingkungan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Aceh Tamiang.
Setelah memanggil Kepala BKPSDM, Amiruddin dan bawahanya pada Kamis (5/10) dan Jumat (6/10) kemarin, Pansus mendatangi kantor BKPSDM meminta data nama-nama 84 CPNS honorer K2 ini.
Ketua Pansus CPNS Honorer K2 yang juga Ketua Komisi A, Ismail kepada Serambi, Jumat (6/10) mengatakan, Pansus akan bekerja dalam waktu 15 hari untuk menuntaskan kasus ini. Jika tidak selesai bisa saja kerja Pansus ini diperpanjang lagi agar cepat tuntas.
Hari pertama Pansus, pihaknya sudah meminta keterangan terkait CPNS dari tenaga honorer K2 ini. “Mereka sudah lulus, tapi kenapa tidak keluar NIP. Ini juga terkait isu yang berkembang tentang dugaan pungutan liar yang dilakukan oknum,” kata Ismail.
Sementara itu, pada Jumat kemarin pihaknya mendatangi kantor PSDM untuk meminta seluruh data, nama nama CPNS K2 ini. Namun, kata Ismail, data yang diberikan belum sempurna karena hanya tertera nama dan status guru, sementara alamat yang bersangkutan serta sekolah tempat mereka mengajar tidak diketahui. “Semua data terkait dengan honorer K2 ini akan kita minta untuk dipelajari,” ujarnya
Ismail juga berharap, semua pihak baik pegawai BKPSDM dan tenaga honorer K2 agar memberikan keterangan dan data kepada Pansus dengan jujur, sehingga kasus ini dapat diselesaikan dengan bak. “Keinginan kita bagaimana kasus ini tuntas dan mereka memperoleh NIP,” ujarnya.
Gugat ke MK
Terkait terkatung-katungnya nasib tenaga honorer K2 yang lulus CPNS tanpa NIP ini, Direktur eksekutif LSM Gerakan Advokasi Hukum dan HAM (Geraham), Bambang Antariksa SH MH menganjurkan para honorer mengajukan judicial review UU ASN ke Makamah Konstitusi. “Materi gugatan dikhususkan pada pasal yang mendiskriminasikan guru honorer yang mengajar di sekolah swasta, sehingga tidak dapat diangkat menjadi PNS. Padahal, selama ini mereka digaji menggunakan anggaran daerah,” katanya.
Ia juga meminta DPRK dan Pemkab Aceh Tamiang berani menunjukkan keberpihakannya kepadaguru swasta ini, dengan mendukung pembiayaan honorer K2 mengajukan gugatan ke MK. “Aturan seperti ini mengada-ngada dan sangat diskriminatif. Guru PNS boleh mengajar di swasta, sementara guru swasta tidak boleh jadi pegawai negeri,” ujarnya.(md)
Sumber: http://aceh.tribunnews.com