Putri Kemang

Putri Kemang adalah seorang perempuan, tetapi sifatnya seperti laki-laki. Kesukaannya pergi berburu, memancing ikan di sungai dan berjalan masuk hutan. Kampungnya terletak di pinggir hutan yang lebat. Bapaknya seorang raja. Oleh sebab itu Putrì Kemang seperti laki-laki dididik sebagai prajurit, belajar bermain pedang, memanah dan menombak.

Pada suatu hari Putri Kemang pergi berburu rusa. Peralatannya sebilah pedang dan sebatang tombak. Anjing kesayangannya dibawanya pula. Berjalanlah ia, masuk hutan keluar hutan, masuk rimba keluar rimba, masuk padang keluar padang, naik gunung turun gunung, batang air diseberangjnya. Kalau tidak pakai rakit, ia berenang. Setelah lama berjalan, bertemulah ia. dengan seekor rusa belang kakinya. Rusa dibidiknya dengan panah, tetapi tidak kena. Panas hatinya. Lalu dikejarnya rusa itu. Diikutinya terus ke mana perginya rusa itu. Sedikit pun tak lepas dari pandangannya. Setelah lama kejar mengejar itu, tiba-tiba rusa berhenti di bawah sebatang pohon kemang. Putri Kemang mendekat. Rusa menyingkir sedikit. Setelah Putri dekat dengan pohon kemang itu, lalu pokok kemang itu berkata kepada Putri,

"Hai putri, jangan kau kejar rusa itu. Rusa itu adalah seekor harimau."

Putri Kemang terkejut mendengar kata pokok kemang itu. la berpikir, akan mengapa ia sekarang. Bagaimana caranya menyuruh harimau itu lari, atau dibunuh saja. Lalu ia mengambil kesimpulan bahwa harimau itu akan dibunuhnya, walaupun ada risikonya. Naiklah ia ke atas pokok kemang itu. Harimau dibidiknya dengan panah. Akan panah mengena badan harimau itu. Harimau mati seketika itu juga. Lalu ia turun ke bawah. Setelah sampai di bawah, harimau itu dikulitinya dan kulitnya diambil.

Setelah harimau itu mati, suatu keheranan terjadi yaitu batang kemang itu bergerak, makin lama makin kelihatan ujudnya seperti seorang manusia. Berdirilah seorang pemuda gagah lagi tampan di hadapan Putri Kemang. Putri Kemang bertanya,

"Hai, siapa kamu ini sebenarnya? Mengapa engkau berubah dari sebatang kemang menjadi seorang manusia?"

"Aku ini seorang penunggu rimba di sini."

"Maukah kamu ikut berburu dengan aku ?" tanya Putrì Kemang.

"Aku tidak bisa meninggalkan rimba ini. Memang tugasku menjaga rimba ini. Aku mau saja pergi dan menjadi manusia sebenarnya, tetapi isi rimba ini harus jadi manusia dahulu, dan rimba ini menjadi sebuah negeri."

"Baiklah." kata Putrì Kemang.

"Aku berjanji, kalau hutan ini telah menjadi negeri dan engkau sudah menjadi manusia biasa, kau akan kujemput dan aku ingin berkawan dengan kamu."

Setelah berkata itu, lalulah Putrì Kemang dari sisi batang kemang tadi. la melanjutkan perburuannya. Tinggallah batang kemang besar penjaga hutan itu.

Setelah lama Putrì kemang berjalan, bertemulah ia dengan seekor kucing. Anjingnya menggonggong terus. Aneh sekali terjadi, kucing itu membesar badannya. Lalu dengan cepat sekali anjing Putrì Kemang diterkamnya, lalu mati dan langsung dimakannya.

Putrì Kemang mengambil keputusan untuk pulang. Kembalilah ia seorang diri, karena anjingnya sudah mati. Pada saat akan menyeberang sebuah sungai, terlihatlah olehnya serombongan buaya. Rupanya buaya-buaya itu lapar sekali. Berkatalah seekor buaya yang paling besar,

"Hai manusia, sekarang sudah tiba ajalmu akan kami makan."

Lalu sang Putii menjawab, "Hai buaya, saya tahu kamu adalah binatang gagah dan kuat. Kamu adalah raja di air. Tetapi aku belum yakin kalau kamu dapat melawan saya seorang ini. Seribu ekor buaya baru bisa melawan aku."

"Ah, hitung saja kami ini. Kalau kurang akan kupanggil kawan-kawanku."

"Baiklah, sekarang berbarislah kamu supaya aku dengan mudah menghitung kamu."'

Mulailah buaya-buaya itu berbaris sampai ke seberang sungai. Putrì Kemang mulai meloncati badan-badan buaya itu. Sambii melompat ia menghitung. Satu, dua, tiga empat, lima, enam, tujuh dan seterusnya. Belum sampai seribu ekor dihitungnya, ia sudah sampai ke seberang. Melompatlah ia ke atas tebing, sambii berkata dengan lantangnya,

"Terima kasih buaya-buaya yang tolol. Kamu terlalu serakah. Mana cukup dagingku yang sekecil ini untuk kamu semua. Cobalah kamu mencari makanan yang lain. Bukan hanya satu lubuk saja di dalam dunia ini."

Bukan mairi marahnya buaya-buaya itu. Mereka insaf akan kebodohannya.

Setelah Putri Kemang sampai di rumahnya kembali, berceritalah atas segala kejadian yang dialaminya selama dalam perburuannya itu, kepada ayah dan ibunya. Juga pertemuan yang aneh dengan sebatang kemang yang menjelma menjadi seorang pemuda gagah lagi tampan.

Setahun kemudian, Putrì Kemang pergi berburu lagi. Berangkatlah Putrì Kemang seorang diri menuju hutan. Putrì Kemang berjalan menelusuri sungai yang panjang sekali. Setelah tiga hari berjalan ia bertemu dengan sebuah kerajaan yang ramai sekali. Putrì Kemang merasa heran, di dalam hutan yang lebat ini ada sebuah negeri. Ketika sampai di pinggir kerajaan itu, ia bertemu dengan seseorang, lalu bertanya,

"Pak, apa nama negeri ini dan siapa rajanya?" Jawab orang tua itu,

"Negeri ini bernama negeri Kemang dan rajanya bernama Putra Kemang. Asal kejadian negeri ini adalah dahulunya hutan rimba yang lebat. Hutan rimba ini disebut hutan siluman, karena hutan ini jadi-jadian adanya. Bahkan binatang-binatang di dalamnya juga adalah makhluk jadi-jadian yang disumpah para dewata. Putra Kemang juga dahulu seorang dewa yang disumpah jadi batang kemang besar terletak di tengah-tengah hutan ini. Sumpah dewata, apabila ada seorang manusia dapat berbicara dengannya, maka kemang itu akan menjadi manusia biasa, dan seluruh isi hutan ini akan beralih rupa menjadi sebuah negeri yang besar."

Putri Kemang mengangguk-angguk penuh keheranan. la ingat peristiwa setahun yang lalu sewaktu ia masuk sebuah hutan dan bertemu dengan sebatang kemang yang dapat berbicara. Mungkin juga yang diceritakan oleh orang tua ini, adalah batang kemang dahulu, dan hutannya juga adalah hutan dahulu. Dan ia ingat pula dengan ucapannya tahun lalu, bahwa ia berjanji akan menjemput si Kemang, apabila Kemang telah menjadi manusia biasa. Berkatalah Putri Kemang,

"Pak, bawalah saya menghadap raja Putra Kemang!"

Maka berangkatlah Putri Kemang menuju istana Putra Kemang. Setelah sampai di depan Putra Kemang, Putra Kemang berkata,

"Kalau tidak salah kamu ini Putrì yang bertemu dengan aku setahun yang lalu di dalam hutan itu."

"Betul tuanku" jawab Putrì Kemang. "Aku akan menepati janjiku setahun yang lalu itu, bahwa kalau engkau itu adalah pemuda kemang yang sekarang telah menjadi manusia biasa."

"Benar, aku sekarang telah menjadi manusia biasa. Hutan itu telah menjadi negeri seperti apa yang kau lihat.".

Maka keduanya berjanji akan bersahabat akrab. Sesuai pula ñama. keduanya seorang Putrì Kemang dan seorang lagi Putra Kemang. Diadakanlah pesta merayakan pertemuan kedua pemuda itu. Pada hari yang telah ditentukan Putrì Kemang akan mengajak putra Kemang pergi mengunjungi negeri ayahnya. Berangkatlah keduanya. Lima hari lima malam dalam perjalanan itu. Menjelang fajar pada hari kelima sampailah kedua pemuda itu di negeri ayah Putrì Kemang.-

Ayah Putrì Kemang menyambut kedua orang itu dengan gembira. Maka dijamulah Putra Kemang dengan penuh keakraban. Dicerìtakannyalah asal usul Putra Kemang. Raja tercengang mendengar cerità pemuda itu. Akhirnya Putri Kemang dijodohkan dengan Putra Kemang.

Maka ditetapkannyalah hari baik untuk mengadakan perkawinan keduanya. Setelah perkawinan selesai, raja memberi kebebasan ke mana mereka akan menetap, artinya dalam adat disebut semendo raja-raja*). Setelah ayah Putri Kemang lanjut usianya, kerajaannya diserahkan kepada Putrinya dan kerajaan itu bersatu dengan kerajaan Putra Kemang.



*). Semendo raja-raja adalah suatu adat perkawinan di daerah Bengkulu, yang memberi
kebebasan kepada kedua pengantin dimana mereka akan tinggal setelah mereka
kawin. Di Bengkulu ada dua jenis perkawinan lagi yaitu:
1. Ambil anak,
2. Bleket (Rejang).


Informan tahun 1980 :
Limar Sipin (35 th) ds. Padang Genting, pekerjaan: tani.
Pendidikan: SR. Bahasa: Serawai, Bengkulu dan Indonesia

Sumber: http://folktalesnusantara.blogspot.co.id/2012/03/padi-sebesar-kelapa.html?view=classic
-

Arsip Blog

Recent Posts