BOGOR– Tidak saja di jalur utara Kabupaten Bogor. Wilayah selatan bumi Tegar Beriman pun demikian. Kawasan puncak menjadi kawasan surgawi wisata “maksiat”. Sepanjang jalan super macet itu menyuguhkan destinasi wisata “maksiat”.
Tengok saja sebelah kiri jalan usai tanjakan Selarong. Tempat hiburan malam kelas menengah bertengger di sana. Salah satunya M resto karaoke. Sebuah tempat karaoke plus pemandu lagu yang bisa diajak bercinta.
Dengan catatan para tamu memberikan intensif lebih bagi para pemandu lagu.
Untuk tarif sendiri beragam. Tergantung tamu. Jika sekedar berkaraoke ditemani satu teko bir mininal merogoh kocek Rp400-600 ribu.
Namun jika ingin ditemani wanita bergincu merah dengan belahan payudara menganga, para tamu harus menambah tarif Hingga Rp160 ribu untuk jasa pemandu lagu di sana. Harga itupun hanya berlaku untuk dua jam saja dan sekedar menemani minum-minuman keras.
Jika ingin mendapat servis lebih. Tamu kembali harus merogoh kocek. Untuk besaranya tergantung lobi antara tamu dan pemandu lagu. “Mau nambah gak di bawah (kamar red), sekalian,” goda Nisa (28) pemandu lagu mengenakan dress merah muda itu.
Untuk lokasi “eksekusi” para pemandu lagu pun tak jauh dari lokasi karaoke tersebut. Tepat di sebelah karaoke M Resto. Sebuah kamar full AC yang diberi nama hotel kontainer. Untuk tarifnya sendiri hotel kontainer dibanderol Rp200 ribu per malam. “Di bawah kalau mau. Ada kamarnya,” tuturnya.
Masih di lokasi ini tersiar kabar penjualan anak remaja secara darling. Wartawan ini tidak berhenti dari kabar burung yang berkembang di masyarakat. Wartawan ini mencoba membongkar alur protitusi yang melibatkan puluhan belia di bawah umur di lokasi prostitusi terbesar di Bogor, Gang Semen.
Setelah blusukan di jejaring sosial, terdapat salah satu akun yang mengiurkan menawar foto wajah belia. Setelah berbincang, akhirnya pada Selasa (26/12) wartawan ini memutuskam kopi darat.
Bermodal rupiah, di bibir Gang Semen sudah ada yang menanti. Di sana para hidung belang dipandu oleh lelaki paruh baya. Perawakannya berkumis, rambut ikal tertutup topi. Setelah menego harga akhirnya pria ini meminta para pelanggannya menunggu.
Selang beberapa lama, dua orang remaja datang dengan busana super minim. Mereka adalah Nadia ND (16) dan RN Rani (17). Saat berjumpa, dua belia ini tengah mabuk berat. Salah satu di antarannya, berpenamilan menor dengan tangan dan lehernya yang dipenuhi tatto.
DN sendiri merupakan salah satu tuna susila asal Soreang, Kota Kembang. Gadis berbehel ini baru membuka pembicaraan. Dari penuturannya, ada sekitar 34 rekan yang baru menginjakkan kaki di Bogor. Mereka rata-rata ditarif 400-500 ribu untuk per boking.
“Ya masalahnya saya di sini kerja, Aa. Baru dua bulan di sini. Jadi terima saja enggak tahu kerjannya begini,” tuturnya. Kisah pilu mulai diungkapkan DN, menurutnya, meski ditarif dengan harga tinggi namun tak banyak upah yang diterimannya. Di sana, algojo sudah memotong kutipan-demi kutipan. “Paling saya kebagian 100 ribu, Aa. Malah kadang 70 ribu,” akunya.
Tepisah, pengakuan RN lebih mengejutkan. Selama berkerja sebagai PSK, dirinya dikurung bak burung dalam sangkar. Usai lelah memusakan pelanggan, ada algojo yang menjemputnya. Jika berusaha kabur, lebam di wajah menjadi taruhannya.
“Kalau kabur ya dipukul bisa aja jadi dijagain kita sampai ke kontrakan terus pagar di kunci,” ungkapnya.
Pada Jumat 22 September lalu, Lokalisasi Gang Semen, Kecamatan Megamendung, ini sempat diacak-acak Satpol PP Kabupaten Bogor. Sebanyak 30 Pekerja Seks Komersial (PSK) berhasil terjaring di sejumlah rumah brodir.
Menurut Camat Megamendung, Hadijana mengungkapkan, informasi ini telah ditelusuri oleh pihak kecamatan. Namun setiap kali patroli, tidak ada satupun aktifitas demikian. Kecamatan mensinyalir adannya lokasi lain untuk memasok ke Gang Semen.
“Orang-orangnya (wanita) itu tidak ada di sana tetapi jika konsumen datang baru di drop di sana. Setiap kita patroli jika tidak ada konsumen ya tidak ada,” ujar Camat kepada Pojokjabar.com.
Unsur Muspika, kata dia, sedang menelusuri modus pelaku prostitusi tersebut. Salah satunya, mengintai di beberapa petak kontrakan dan kos-kosan. “Mereka berdiam diri di sana pas ada pesanan baru keluar. Karena ini dari dulu sudah jadi pusat perhatian ya,” katanya.
Menurut Kepala Seksi Keamanan dan ketertiban (Kasitrantib) Kecamatan Megamendung, Iwan Relawan menambahkan, Muspika sudah rutin mengadakan operasi cipta kondisi. Ternyata, kata dia, setiap kali razia sulit terungkap.
Namun berdasarkan informasi terakhir, wanita yang terjaring razia pada September lalu sudah keluar dari panti rehabilitasi Cirebon. “Saya dapat bocoran itu. Yang di kemarin razia itu praduga dulu,” bebernya. (don/pojokjabar)
Sumber: http://jabar.pojoksatu.id