Jakarta - “Warisan Seni Budaya Tionghoa Di Swarnadwipa,” itulah tema yang diangkat dalam diskusi budaya yang diadakan di kompleks Green Central CIty Candra Naya, Sabtu, 28 Juli 2012 kemarin.
Acara yang diselenggarakan secara berkala oleh Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia (IPTI) ini merupakan bentuk apresiasi dan kecintaan generasi muda Tionghoa terhadap kekayaan budaya Nusantara yang semakin terancam punah di tangan anak bangsanya sendiri.
Mungkin, tak banyak yang tahu kalau Swarnadwipa merupakan nama lain dari Pulau Sumatera yang dipakai pada zaman kerajaan-kerajaan. Seni budayanya, hasil akulturasi selama beratus-ratus tahun antara pendatang dari Tiongkok dengan penduduk Melayu dan etnis lainnya yang terdapat di pulau tersebut, merupakan gambaran salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang patut dilestarikan.
Tjong A Fie Mansion di Sumatera Utara, Kampung Kapitan di Sumatera Selatan, Songket bercorak Tionghoa di Sumatera Barat hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak peninggalan bersejarah yang ada di Nusantara. Peninggalan berharga yang seharusnya tidak diabaikan begitu saja, tetapi dijaga dan dilestarikan sepanjang masa.
Kekayaan seni dan budaya itulah yang dipaparkan oleh dua orang narasumber, Heriyanti Ongkodarma, antropolog dari Universitas Indonesia dan Bambang Utomo, arkeolog mengenai Sumatera dalam diskusi tersebut; dipandu oleh Adjie Hadipriawan, dari Komunitas Love Our Heritage sebagai moderator.
Secara bergiliran, para pakar di bidangnya masing-masing ini memaparkan segala hal yang berhubungan dengan seni budaya Tionghoa Sumatera. Acara yang berlangsung kurang lebih selama tiga jam ini, selain dihadiri oleh para pakar dan pemerhati budaya Tionghoa, seperti Myra Siddharta, David Kwa, dll juga oleh masyarakat umum dari berbagai kalangan.
Melestarikan seni dan budaya di negeri sendiri memang menjadi tugas para pemuda. Karena di bahu merekalah kelak masa depan bangsa terletak.
Sumber: http://oase.kompas.com