Jejak Sultan Agung Mataram di Masjid Jami Matraman

Sebagai daerah yang pernah diserang Sultan Agung Mataram pada April 1628-Mei 1629 saat memerangi VOC, Jakarta atau Batavia kala itu disebut, menyimpan banyak peninggalan sejarah tentang kebesaran raja Jawa tersebut. Karena itu, tak heran jika sejumlah kesenian ataupun peninggalan bersejarah di Jakarta terselip jejak bekas pasukan Sultan Agung Mataram yang dulunya terkenal di tanah Jawa dan Nusantara.

Di bidang kesenian misalnya, pengaruh Sultan Agung dapat dilihat dengan keberadaan Wayang Orang Betawi yang merupakan hasil akulturasi budaya Betawi dengan budaya Jawa. Begitu pun di bidang keagamaan, bekas pasukan Sultan Agung Mataram memiliki kontribusi cukup besar dalam pengembangan agama Islam dengan didirikannya Masjid Jami Mataram yang kini berubah nama menjadi Masjid Jami Matraman.

Berdirinya Masjid Jami Matraman memang tak lepas dari aktivitas bekas pasukan Sultan Agung Mataram yang menetap di Batavia. Nama wilayah Matraman pun disinyalir karena dahulunya merupakan tempat perkumpulan bekas pasukan Mataram. Untuk menjalankan aktivitas keagamaan bekas pasukan Mataram mendirikan sebuah Masjid di kawasan tersebut. Masjid yang didirikan pada tahun 1837 diberi nama Masjid Jami Mataram yang artinya Masjid yang digunakan para abdi dalem Keraton Mataram. Selain itu, pemberian nama tersebut dimaksudkan untuk menandakan bahwa masjid itu didirikan oleh para bekas pasukan Mataram.

Namun seiring perubahan zaman dan perbedaan dialek, nama Masjid Mataram pun berubah nama menjadi Masjid Jami Matraman. Bahkan, hingga saat ini, Masjid Jami Matraman yang berada di Jalan Matraman, Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, ini merupakan salah satu Masjid tertua dan bersejarah di Jakarta yang masih terjaga keasliaannya. Meskipun sejauh ini ada pemugaran pada beberapa bagian gedung yang rusak. Termasuk menambah lantai menjadi 2 lantai, untuk keperluan pendidikan Islam.

Di samping menyisakan sejarah bekas pasukan Sultan Agung Mataram, sejarah lain dari Masjid Jami Matraman juga pernah dijadikan tempat pertemuan para pejuang. Bahkan, mantan Presiden Soekarno kala masa perjuangan, menjadikan masjid itu sebagai tempat perkumpulan untuk mengadakan rapat dan menyusun strategi malawan kolonialisme.

Keaslian Masjid Jami Matraman masih terlihat dari bagian depan gedung masjid yang belum pernah direnovasi. Pada jaman dahulu masjid itu merupakan masjid paling bagus di kawasan tersebut, dengan perpaduan gaya arsitektur masjid dari Timur Tengah dan India. Jika dilihat dari depan akan nampak bangunan seperti benteng dan pada dinding tembok mimbarnya dipenuhi dengan tulisan kaligrafi serta terlihat pula bentuk kubah bundar. Pada awal abad 18-an, masjid itu diresmikan oleh Pangeran Jonet (ahli waris Pangeran Diponegoro).

Di dalam Masjid Jami juga masih tersimpan kalender yang terbuat dari kayu bertuliskan bahasa Arab dan angka nasional. Kalender ini biasa digunakan oleh orang Mataram untuk mengetahui hari dan sampai sekarang pun masih digunakan sebagai ciri khas dari Masjid Jami yang punya nilai histori tinggi tersebut.

Bukti lain, keterlibatan bekas pasukan Mataram terhadap keberadaan Masjid Jami Matraman dapat dilihat dari keberadaan dua makam milik tentara Mataram yang berada di depan masjid. Konon, kedua makam itu adalah Wanandari dan Wandansari. Namun masih simpangsiur apakah makam itu ada di situ sebelum dibangun masjid atau setelah masjid itu ada. Beberapa pihak yang mengetahui keberadaan makam tua itu, tak jarang menziarahi makam tersebut.

Sekretaris Masjid Jami Matraman, Marjono, mengatakan, mengenai makam yang ada di depan masjid, pernah menjadi perdebatan beberapa tahun lalu. Dalam versi sejarah, makam itu adalah makam milik tentara Matraman, namun ada juga yang mengakui jika itu adalah makam milik nenek moyang terdahulu. “Memang beberapa tahun lalu ada yang mengaku makam tersebut milik anggota keluarganya,” terangnya, Selasa (16/3).

-

Arsip Blog

Recent Posts