Jurnal Sastra Bisa Jadi Jangkar

Jakarta - Eep Saefullah Fatah, pengamat politik yang juga penulis cerpen, menyambut baik kehadiran Jurnal Sajak dan Jurnal Kritik, yang diluncurkan Selasa, 3 Mei 2011, di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat.

"Kedua jurnal ini dapat menjadi jangkar yang akan menyeret kapal untuk berlabuh. Ia akan membuat kita tak terombang-ambing di tengah lautan (produksi massal karya sastra)," katanya dalam diskusi yang menyertai peluncuran jurnal tersebut.

Kedua jurnal tersebut diterbitkan oleh The Intercultural Institute, sebuah lembaga nirlaba untuk kebudayaan dan kesusastraan, bekerja sama dengan Komodo Books. Pengelola kedua jurnal tersebut adalah para sastrawan yang sudah cukup dikenal, seperti Jamal D. Rahman, Acep Zamzam Noor, Al Azhar, Agus R. Sarjono, Ahmad Syubbanuddin Alwy, Berthold Damshäuser, dan Tugas Suprianto.

Menurut Eep, keberadaan media sosial sekarang telah memungkinkan siapa saja untuk berkarya dan mempublikasikan karyanya. Tapi, dia memperingatkan, ada sejumlah bahaya dari produksi massal karya tersebut, yakni munculnya banyak karya yang sebenarnya tidak layak produksi. Sambil mengutip pendapat penyair WS Rendra, Eep menyatakan bahwa kelayakan berproduksi adalah ketika orang mampu berkontemplasi di saat menyatukan aksi dan reaksi.

Salah satu bahaya dari produksi massal karya, kata Eep, adalah ketika setiap karya jadi personal. "Tapi,karya itu tidak punya kaki pada komunitas," kata CEO PolMark Indonesia, lembaga konsultan pemasaran politik.

Jurnal sastra seperti Jurnal Sajak dan Jurnal Kritik, menurut Eep, berperan untuk menghindari berbagai bahaya dari produksi massal karya. Jurnal, katanya, selain menjadi jangkar, juga akan mengikat para pembuat karya pada komunitas.

"Ia juga jadi saringan, yang membuat setiap orang bertanggung jawab atas produksinya," kata Eep. Dalam hal ini, setiap karya yang masuk akan disaring oleh tim redaksi, yang tentu akan memilih secara bertanggung jawab.

-

Arsip Blog

Recent Posts