Batik Jawa Barat banyak menyerap pengaruh dari lingkungan sekitarnya, terutama Jawa Tengah, serta negara lain, seperti Arab, India, dan China. Corak, ragam, dan motif batik provinsi ini berjumlah lebih dari 3.000 jenis. Kebanyakan mengambil unsur kehidupan alam sekitar dan budaya tradisional.
Masyarakat Jabar sebenarnya sudah mengenal ragam corak kain dan batik sejak awal abad ke-16. Hal itu tertulis dalam naskah "Siksa Kandang Karesian" yang menyebutkan berbagai macam corak lukisan (tulis) dan kain. Meski tak ada peninggalan ragam kain atau batik masa itu, di Tatar Sunda ditemukan beberapa helai kain batik berusia sekitar 200 tahun.
Keberadaan batik kuno tak bisa dilepaskan dari kedatangan para pengungsi Perang Diponegoro tahun 1825-1830. Sebagian pengungsi adalah pembatik dari wilayah Banyumas, Jawa Tengah. Mereka memberikan pengaruh terhadap ragam dan corak batik di Tatar Sunda, khususnya Ciamis, Indramayu, dan Tasikmalaya.
Meski batik tumbuh sejak awal abad ke-19, kegiatan membatik di provinsi ini berkembang pesat pada abad ke-20, terutama di Cirebon, Indramayu, Ciamis, Tasikmalaya, dan Garut.
Di Cirebon, batik berkembang di Trusmi, sementara di Indramayu di Paoman. Batik di Tasikmalaya berkembang di Kecamatan Sukaraja dan Cipedes, sedangkan di Garut di Kecamatan Tarogong. Setiap daerah mempunyai corak dan motif tersendiri yang khas sehingga timbul sebutan trusmian, darmayon, tasikan, dan garutan.
Motif batik indramayu, misalnya, banyak mengambil unsur flora dan fauna yang menjadi ciri khas daerah pesisir. Batik indramayu umumnya sederhana, lugas, dan naturalis, tidak berpijak pada pakem-pakem tertentu seperti batik solo dan yogyakarta. Sementara itu, batik tasikmalaya tidak mengenal kelas dan status sosial.
Hal itu sesuai dengan keadaan sosial masyarakat Tasikmalaya yang tidak membedakan status sosial. Batik cirebon berkembang lebih tua seiring dengan perkembangan Kesultanan Cirebon. Motif batik cirebon banyak dipengaruhi ragam hias dari China, India, dan Arab. Hal ini terkait dengan sejarah Cirebon yang menjadi kota pelabuhan penting pada abad ke-15. Adapun motif garutan mengambil tema kehidupan masyarakat sehari-hari, antara lain kendi, capung, kupu-kupu, anyaman bambu, dan kurungan ayam.
Sumber: http://cetak.kompas.com/