Selatpanjang, Kepri - Di Kabupaten Kepulauan Meranti ini, ada hal yang patut disayangkan. Ada sejumlah bangunan yang memiliki nilai historis atau sejarah, yang mestinya masuk sebagai situs cagar budaya, tapi disebabkan sesuatu dan lain hal, kini statusnya sudah tidak lagi sebagai cagar budaya.
Dari apa yang dicakapkan Kasi Sejarah dan Purbakala, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Meranti, Abdullah, suatu bangunan yang dapat dicatat sebagai situs sejarah atau cagar budaya didasarkan pada Undang-Undang tentang Cagar Budaya. Dalam undang-undang ini, diatur bagaimana sebuah bangunan itu dapat dikategorikan sebagai cagar.
Untuk di Selatpanjang dan Meranti pada umumnya, sejumlah bangunan yang sudah tak dapat lagi disebut sebagai cagar budaya dikarenakan kelestariannya tak terjaga. Ada yang sudah rubuh bahkan ada yang sengaja dirubuhkan. Selain itu, ada juga yang dibangun ulang tapi tak sesuai lagi dengan wujud atau bentuk semula.
“Aturannya dalam Undang-Undang Cagar Budaya, apabila sudah berubah bentuk dari aslinya tidak bisa dikatakan cagar budaya lagi. Apa yang mau dijaga dan diselamatkan lagi,” ucapnya, Rabu (7/10/2015).
Ia mencontohkan, suatu bangunan bila mau direnovasi bangunan itu lazimnya dirubuhkan,sehingga desain utama bangunan jadi hilang. Untuk di kabupaten ini, hal ini sering terjadi disebabkan pihaknya tidak mengetahui hal tersebut karena tanpa koordinasi sebelumnya.
“Pengawasan terhadap bangunan cagar budaya ini menjadi penting. Agar jangan sampai kecolongan lagi seperti yang terjadi saat ini,” kata Abdullah.
Ia menilai, status cagar budaya yang disematkan pada sejumlah bangunan yang memiliki nilai historis dianggap bisa meningkatkan arus investasi di bidang kepariwisataan. Seharusnya bangunan tersebut tidak diubah sama sekali, baik bentuk fisik maupun desainnya.
Dia menambahkan bangunan cagar budaya tetap bisa diubah. Hanya saja, pengelolanya tidak mengubah desain utama. Jika hanya melakukan renovasi agar struktur fisik bangunan lebih kuat, hal itu seharusnya tidak menjadi masalah. Apalagi sebagian besar bangunan cagar budaya berusia tua dan makin lama kualitas bangunannya menurun.
“Kalau direstorasi ataupun direnovasi itu bisa. Tapi harus tetap memenuhi kaidah-kaidah pelestarian. Artinya, desain utama bangunan tidak diubah,” ujarnya.
Mantan guru sejarah itu juga menambahkan bahwa bangunan histori yang terdapat di ibukota Kabupaten termuda itu masih terindikasi sebagai cagar budaya,namun belum teregister sebagai benda cagar budaya (BCB).
“Kita juga belum bisa memastikan bahwa itu sebagai cagar budaya,karena belum teregister dan melewati proses penelitian dari tim ahli.Namun kita sudah mengindikasi bahwa bangunan yang ada tersebut sudah masuk kedalam BCB.Karena syarat ditetapkannya sebagai cagar budaya adalah benda tersebut sudah berusia di atas 50 tahun,” kata Abdullah lagi.
Ketiadaan anggaran serta minimnya pendataan menjadi sebab masih terbengkalai puluhan BCB di daerah itu. Padahal, setiap benda cagar budaya adalah sumber sejarah. Agar nilai sejarahnya tetap melekat pada benda tersebut, dibutuhkan sistem registrasi untuk memberikan perlindungan atas benda, situs, maupun kawasan cagar budaya.
Selain terbengkalai, Abdullah juga mengungkapkan beberapa benda cagar budaya Kabupaten Kepulauan Meranti berupa naskah kuno masih berada di museum Bengkalis dan sebagiannya sudah dijual oleh warga yang menemukannya. Ia menjelaskan, tahun lalu pihaknya telah mengajukan anggaran untuk pendataan serta pengumpulan benda cagar budaya, namun anggaran tersebut dicoret dari APBD.
“Hingga saat ini hanya ada tiga benda cagar budaya yang sudah kita daftarkan, ketiga cagar budaya itu berupa makam kuno seperti makam Tengku Sulung Tjantik di Selatpanjang, makam Datuk Setia Indra di Desa Tanjung Bunga dan makam Gemala Sari di Desa Gemala Sari,” ungkap Abdullah.
Adapun bangunan yang terindikasi sebagai cagar budaya namun sudah diubahsuaikan dari bentuk aslinya seperti rumah jenderal Belanda yang sekarang menjadi rumah Ketua DPRD, Kantor Kontroler Belanda yang sekarang menjadi TK Adhyaksa, Kantor Camat Tebingtinggi yang sekarang menjadi Kantor DPPKAD, Kantor polisi zaman Belanda yang kini jadi Polantas. Sedangkan yang belum diubah yang masih menampilkan sisi asli diantaranya Kantor Pos, rumah dinas Danramil, rumah dinas Kapolsek, dan Bioskop Megah.
Sumber: http://petahmelayu.com