Singaraja, Bali - Sekitar 900 penari, yang berasal dari kalangan murid sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, dan mahasiswa perguruan tinggi se-Kabupaten Buleleng, Bali, mementaskan tari nelayan secara bersama-sama di pembukaan acara Festival Buleleng 2014, Rabu (6/8/2014) sore.
Pergelaran tari nelayan secara massal di Jalan Ngurah Rai, Singaraja, Kabupaten Buleleng, yang berlangsung sekitar 15 menit itu menarik perhatian penonton, termasuk sejumlah wisatawan. Selain tari nelayan, pembukaan Festival Buleleng 2014 juga dimeriahkan pementasan tari Kembang Deeng, yang ditarikan sekitar 100 penari, dan beberapa pergelaran lain.
”Saya belum pernah melihat (pementasan) seperti ini,” ujar Jaimy Lee, wisatawan asal Belanda, yang berada di antara warga setempat, yang beramai-ramai menyaksikan acara pembukaan Festival Buleleng 2014. Lee berlibur ke Bali utara untuk menikmati suasana Bali yang berbeda dengan destinasi wisata di Bali selatan. ”Ini pertama kali dan menarik sekali,” ujarnya.
Tari nelayan adalah tari kreasi karya almarhum I Ketut Merdana, seniman asal Buleleng, sekitar tahun 1960. Ketika dipentaskan saat pembukaan Festival Buleleng 2014, tarian itu diiringi gong kebyar, ensambel gamelan Bali yang juga muncul dari Buleleng sekitar satu abad yang lalu.
Festival Buleleng 2014 adalah festival tahun kedua yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Buleleng. Festival Buleleng 2013 mengangkat tema ”My City, My Pride”. Tahun ini, Festival Buleleng 2014 bertemakan ”The Dynamic of Buleleng”.
Pembukaan Festival Buleleng, kemarin, dihadiri sejumlah pejabat daerah, di antaranya Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Panglima Kodam IX/Udayana Mayor Jenderal TNI Wisnu Bawa Tenaya, dan Bupati Buleleng I Putu Agus Suradnyana.
Ketika memberikan sambutan, Pastika mengungkapkan apresiasinya terhadap penyelenggaraan festival dan sekaligus berharap festival itu menjadi penanda kebangkitan budaya dan kesenian Buleleng.
”Buleleng memiliki potensi luar biasa dan itu wajib diperkenalkan kepada masyarakat,” kata Pastika.
”Ini menjadi upaya menciptakan dan mencitrakan hal positif bahwa Bali tidak pernah sepi dari aktivitas budaya. Festival ini juga menjadi momentum apresiasi terhadap seniman,” ujarnya.
Sumber: http://travel.kompas.com