Puter Kayun, Tradisi Lebaran Kusir Dokar di Banyuwangi

Banyuwangi, Jatim - Masyarakat Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur mempunyai tradisi unik setiap hari ke sepuluh lebaran. Dengan mengendarai dokar, mereka menuju Pantai Watu Dodol yang berjarak 15 kilometer dari tempat mereka tinggal. Setelah sampai di Pantai Watu Dodol, mereka juga menggelar selamatan dengan makan bersama di sepanjang pantai sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang mereka dapatkan selama setahun terakhir.

Rugito, tokoh masyarakat Boyolangu kepada Kompas.com di sela-sela tradisi Puter Kayun, Rabu (6/8/2014) mengatakan selain sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang diberikan Tuhan, acara tersebut merupakan sebuah napak tilas dari sesepuh Desa Boyolangu yang bernama Ki Buyut Jakso.

"Dulu saat membuka jalan di sebelah utara, Belanda meminta bantuan pada Ki Buyut Jakso karena bagian utara ada gundukan gunung yang tidak bisa dibongkar. Ia lalu melakukan semedi dan tinggal di Gunung Silangu yang sekarang jadi Boyolangu. Atas kesaktiannya akhirnya dia bisa membuka jalan tersebut sehingga wilayah itu diberi nama Watu Dodol, yang artinya watu didodol (bongkar)," jelas Rugito.

Saat itu, menurut Rugito, Ki Buyut Jakso berpesan agar anak cucu keturunannya berkunjung ke Pantai Watu Dodol untuk melakukan napak tilas apa yang telah dilakukannya. "Karena hampir semua masyarakat Boyolangu adalah kusir dokar, maka ya kami mengendarai dokar. Ada yang bilang puter kayun ini lebarannya kusir dokar. Dulu bisa lebih dari 100 dokar tapi sekarang yang tersisa hanya tujuh dokar di Boyolangu, sedangkan untuk seluruh Banyuwangi hanya 17 dokar. Kalau hari ini yang ikut hanya 15 dokar, ada yang dari Patoman dan Genteng. Masyarakat lebih memilih naik mobil pickup atau sepeda motor karena dokarnya sudah langka," jelas Rugito yang juga Ketua Paguyuban Dokar Boyolangu.

Ia mengatakan untuk menggelar tradisi tersebut, warga dan kusir dokar iuran dan untuk tahun ini mengumpulkan uang sebesar Rp 12 juta. "Murni swadaya dari masyarakat karena kami berharap tradisi ini terus berjalan sampai nanti ke anak cucu," harapnya.

Selain makan bersama sepanjang pantai, sebagian masyarakat juga mandi di pantai untuk buang sial serta menabur bunga di laut. "Saat membuat jalan ini dulu banyak pahlawan yang gugur sehingga kami juga mendoakan mereka," kata Rugito.

-

Arsip Blog

Recent Posts