Wisata Budaya di Jakarta Masih Terabaiakan

Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta dinilai tidak optimal mengembangkan wisata museum maupun cagar budaya. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta hanya gencar mempromosikan wisata belanja. Padahal, budaya merupakan daya tarik utama di bidang pariwista.

”Memang omset Jakarta Festival Great Sale meningkat 20%. Namun, daya tarik utama negara kita adalah budayanya, bukan belanjanya,” kata Anggota DPD DKI Jakarta, Djan Faridz, Rabu (10/8/2011) dalam rilis yang diterima Tribunnews.com.

Djan mengatakan omset Jakarta Festival Great Sale meningkat dari tahun sebelumnya menjadi Rp 8,7 triliun. Besarnya pendapatan itu tak serta merta menjadi alasan pemerintah mengabaikan pengembangan wisata museum dan cagar budaya.

Pemerintah DKI Jakarta seharusnya belajar dari kota-kota besar di Eropa. Paris yang terkenal sebagai kota belanja tetap mengandalkan Museum Louvre di bidang pariwisata. Berbeda dengan pemerintah DKI Jakarta yang lebih mempromosikan wisata belanja. Termasuk, kegiatan tahunan Jakarta Fair di Pekan Raya Jakarta.

Djan meminta pemerintah menggali dan mengembangkan nilai kebudayaan yang mampu menarik wisatawan. Sehingga, Jakarta menjadi salah satu tujuan utama wisatawan mancanegara dan domestik. ”Sekarang bila kita lihat Museum Fatahillah atau Wayang, orang menyukainya. Tapi saya yakin wisatawan tidak terpesona bahkan belum menjadi destinasi utama turis-turis,” katanya.

Jakarta, kata dia, memiliki Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan, Jakarta Selatan, dan Pusat Kebudayaan Betawi (di eks Kodim Jakarta Timur). Anggaran kedua lokawisata tersebut masing-masing Rp 20 dan 36 miliar. Namun, kedua tujuan wisata tersebut belum menjadi daya tarik utama ibukota. ”Harusnya pemerintah sanggup memadukan keunikan

metropolitan DKI Jakarta dengan kebudayaan yang dimilikinya,” ujarnya.

-

Arsip Blog

Recent Posts