Tegalrejo Pantang Menggelar Wayang Kulit

Ada wewaler atau pantangan yang sejak jaman dahulu hingga sekarang menjadi pegangan teguh warga Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan Argomulyo, Salatiga. Tak ada di wilayah tersebut yang berani menggelar pertunjukan wayang kulit. Konon, jika sampai berani melanggar pantangan tersebut, Si Empunya acara akan celaka atau bahkan binasa.

Itu sebabnya, kenapa nyaris tak ada warga Tegalrejo yang menggelar pertunjukan ringgit wacucal atau wayang kulit. Jayus Suhartono, warga Tegalrejo membenarkan adanya pantangan tersebut. "Sejak jaman dahulu wilayah Tegalrejo memang ada pantangan tidak boleh menggelar wayang kulit, tapi kalau wayag orang masih boleh," kata Jayus.

Pria yang sudah tinggal di Tegalrejo selama 60 tahun itu mengungkapkan, dahulu di tahun 1960-an, tepatnya sebelum peristiwa Gerakan 30 September, ada orang yang nekad menggelar wayang kulit di Tegalrejo, yang saat itu masih sebuah desa.

Namun, tatkala pertunjukan wayang kulit belum selesai, orang tersebut meninggal secara mendadak beserta seluruh anggota keluarganya. Terang saja hal itu membuat geger seisi desa. Jayus yang kakeknya termasuk danyang di Tegalrejo menandaskan, peristiwa tragis itu lalu menjadi pelajaran berharga bagi warga Tegalrejo, hingga sampai saat ini.

Jayus, pensiunan penilik kebudayaan Dinas Parwisata Kota Salatiga itu menegaskan, bila dirinya tidak tahu persis kapan pantangan itu ditetapkan dan kenapa sebabnya. Sebab, wewaler itu sudah diturunkan oleh kakek nenek moyang mereka.

Di luar pantangan itu, di Tegalrejo juga memiliki tradisi yang selalu diuri-uri dan tidak pernah ditinggalkan. Yakni, acara Merti Desa, yang digelar setiap bulan Sapar. Setiap tahun, acara Merti Desa itu pasti digelar oleh kelurahan yang saat ini terdiri atas sembilan RW itu. Jayus menambahkan, di acara Merti Desa itu satu keharusan yang harus dilakukan adalah menggelar pertunjukan tayub.

Jika itu tidak dilakukan maka akan membuat geger wilayah Tegalrejo. Hal senada juga dikemukakan Djisnozero, pensiunan PNS yang juga pemerhati budaya Jawa. Menurutnya, sampai saat ini tidak ada orang yang berani melanggar pantangan tersebut, karena takut akan celaka.

"Meski zaman sudah modern, tapi hal itu ada dan memang tidak bisa dijelaskan dengan logika," tutur pria yang selalu berpakaian hitam-hitam tersebut.

Gati Setiti, Sekretaris Dinas Perhubungan, Komunikasi, Kebudayaan dan Pariwisata (Dishubkombudpar) Kota Salatiga yang juga warga RW VII Tegalrejo juga wewaler itu. "Saya dan suami juga mengetahui hal itu juga orang-orang tua yang ada di wilayah ini, dan memang tidak orang yang berani melanggarnya karena takut kualat," tuturnya. Wanita pecinta budaya Jawa itu menandaskan, sampai saat ini pantangan tersebut diyakini warga Tegarejo. (Basuni H/CN27)

-

Arsip Blog

Recent Posts