Jakarta—Sekitar 100 orang anggota Fosil Maharana kembali mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Jumat (18/4) kemarin. Perwakilan anggota Fosil Maharana yang dipimpin Jumanto ditemui Nana Mulyana dan Chamzah. Jumanto Cs kembali melaporkan kasus dugaan korupsi yang terjadi di Pemkab Probolinggo, yakni dugaan korupsi proyek pembangunan Islamic Center, Pantai Bentar, dan Cempoko (proyek pembibitan kentang) senilai Rp 32 miliar.
Kasus ini bergulir saat Kapolda Jatim masih dijabat Irjen Pol Edi Sunarno yang kala itu juga sudah memerintahkan anggota penyidiknya segera mengusut tuntas kasus tersebut. Namun kini kasus itu justru dihentikan penyidikannya oleh Polda Jatim.
Dalam pertemuan dengan KPK terungkap, bahwa KPK ternyata belum pernah menerima SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) dari Polda Jatim atas kasus yang diduga melibatkan Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin tersebut. “Memang tak ada batas waktunya, tapi kita mempertanyakan mengapa SPDP itu tidak dikirim ke KPK,” kata Nana Mulyana.
Padahal, sesuai ketentuan, SPDP kasus dugaan korupsi harus pula disampaikan ke KPK dan Kejati. Sebelumnya pihak Kejati Jatim juga mengaku belum diberi tahu termasuk saat ada gelar perkara kasus ini di Polda Jatim. Apalagi saat itu disebut-sebut sudah ada tersangka.
“Tadi KPK memang menyatakan belum menerima SPDP itu, padahal dalam kasus korupsi SPDP harus disampaikan pula ke KPK dan Kejati Jatim. Jadi kami juga heran, ada apa ini?” kata Jumanto usai diterima KPK.
KPK sendiri sudah mengirim surat ke Polri di Jakarta terkait kasus dugaan korupsi di Pemkab Probolinggo ini. Surat PB No. R/1013/KPK/IV/2007 tertanggal 4 April 2007 itu ditandatangani Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas. Namun sampai sekarang tak ada respon dari Polda Jatim. “KPK tadi heran mengapa tak dijawab sampai sekarang (oleh Polda). Selain itu juga soal amandemen dalam perjanjian kerjasama itu. Karena itu, lantaran kasus ini terlalu lama ngendon di Polda, maka kami sebagai saksi pelapor akan dimintai keterangan Selasa pekan depan oleh KPK,” katanya.
Dikatakan, untuk itu bukan hanya dirinya yang akan menemui KPK tapi juga saksi pelapor lain dari kalangan LSM, seperti LSM DIANtara dan GAK. “Kami akan datang bersama LSM membawa bukti-bukti yang menguatkan kasus dugaan korupsi Bupati Hasan ini, termasuk soal adanya amandemen perjanjian kerjasama pura-pura itu,” katanya.
Yakin Berhasil
Seperti diberitakan berbagai media, saat gelar perkara tim penyidik Polda Jatim tidak memberikan surat ke Kejati Jatim. “Ini ada buktinya, tembusan hanya kepada Kapolda Jatim dan Pilwasda Jatim,” kata Jumanto. Padahal, sesuai prosedur yang berlaku jika akan mengadakan gelar perkara harus memberikan tembusan ke Kejati.
Pernyataan itu juga diperkuat dengan keterangan Hartadi, Aspidsus Kejati Jatim. Pada saat dimintai keterangan, Jumanto sempat menelepon Hartadi, untuk memastikan bahwa Polda Jatim tidak pernah mengirimkan berkas surat ke Kejati Jatim. “Kalau memang Polda pernah mengirimkan surat, kapan? Tidak ada surat masuk ke Kejati,” kata Jumanto menirukan perkataan Hartadi.
Jumanto yang juga mantan ketua Komisi A DPRD Probolinggo menyatakan, mulai proses awal pembangunan Gedung Islamic Center dan Pantai Bentar sudah tidak benar. Pembangunan kedua fasilitas itu tidak sesuai dengan surat perjanjian yang sudah disepakati antara DPRD Kab. Probolinggo dengan kontraktor. Bahkan, pada 2006 lalu Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin membuat amandemen baru perjanjian kerja sama dengan dua kontraktor yang menggarap Gedung Islamic Center dan Pantai Bentar tanpa adanya persetujuan dari DPRD. Amandemen itu dibuat setelah adanya laporan ke Polda Jatim pada tahun 2005 atas adanya dugaan korupsi yang didasari dengan hasil audit BPK. “Pembuatan amandemen itu hanya untuk mengelabuhi kerugian negara saja,” tegas Jumanto. (ws/sof)
Sumber: Duta Masyarakat, Sabtu, 19 April 2008