Pekanbaru, Riau - "Kalau bukan kita generasi muda, siapa lagi yang mengembangkan dan mempertahankan budaya Melayu."
Kalimat tersebut diungkapkan Asrul saat ditanya alasan tetap menggunakan logat dan bahasa Melayu.
Berasal dari Lingga, Kepulauan Riau, mahasiswa Bimbingan Konseling FKIP Universitas Riau ini seolah memiliki ciri khas. Dalam cengkrama sehari-hari, Asrul dengan percaya diri tetap menggunakan logat dan bahasa Melayu.
Bahkan tidak jarang, kelahiran Daik Lingga ini menjadi guru tidak resmi bagi teman-teman lainnya yang ingin belajar bahasa Melayu. "Bangga berbahasa Indonesia tapi jangan malu berbahasa Melayu," ujarnya.
Harus diakui, Asrul memiliki perhatian khusus budaya Melayu. Selain berlatar belakang orang Melayu, dirinya memiliki ketertarikan sejak masih kecil.
Saat masih SD, memiliki keinginan kuat membentuk teater dan mengembangkan seni Melayu. Tapi saat itu dirinya kurang mendapatkan dukungan. Saat kecil, dirinya sering sakit sehingga tidak boleh terlalu capek.
Keinginan berteater terwujudkan saat SMP. Setiap ada kegiatan sekolah, tampil bersama teman dengan genre tetap Melayu.
Sejak SMA, Asrul dan kawan-kawan berencana membuat sanggar agar bisa mewadahi dirinya dan remaja lain yang tertarik mengembangkan budaya Melayu. Tapi rencana tersebut pupus karena kurang dukungan hingga akhirnya teman-teman satu ide kuliah dan terpisah. Namun, meskipun terpisah, ketika pulang, mereka sempatkan berkumpul dan membuat acara.
Selain teater, putra pasangan Izwar dan Sribuana juga memiliki ketertarikan pada pantun. Bedanya, pantun ini tetap dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain saat berlomba, tidak jarang dirinya bicara menggunakan pantun bersama teman. Tentu saja sebelumnya disepakati bahwa memang ingin saling berpantun.
"Ketika pulang kampung, berpantun itu sudah biasa. Ketika bertemu teman dan berkumpul, kalau ingin berpantun, kami bicara menggunakan pantun," ujarnya dengan logat Melayu.
Keikusertaan dalam berbagai lomba pantun, lebih kepada menjaga kemampuan khas Melayu tersebut. Pantun, lanjut Asrul memiliki banyak manfaat. Diantaranya meningkatkan kecermatan dan kecepatan berpikir. Pantun ini sangat bagus bagi anak pantun. Melalui pantun, seseorang dituntut bisa cepat dan cermat berpikir.
Pantun yang merupakan bahasa kias menuntut kemampuan seseoramg cermat memilih kata agar maksud tersampaikan tanpa menyakiti perasaan orang lain.
"Saat ini kenapa anak muda kurang tahu pantun, karena kurang membudayakan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau sudah dibudayakan, manfaatnya akan tampak. Memang membuat pantun dengan cepat agak susah. Seseorang harus kuasai banyak kosa kata, teliti dalam berbahasa," katanya.
Sumber: http://pekanbaru.tribunnews.com