Batam, Kepri - Bagi masyarakat pesisir di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dan Riau, tradisi perahu jong tak asing lagi bagi mereka. Tradisi ini adalah sejenis permainan rakyat yang setiap tahun dilakukan nelayan untuk menghilangkan kejenuhan saat tidak melaut.
Suasana di pantai Kampung Melayu, Batubesar, Nongsa, Kota Batam, tampak ramai, Jumat, 3 Maret 2017. Ribuan warga dari berbagai daerah di Kepri dan Riau memadati salah satu objek wisata di Batam ini.
Mereka datang membawa perahu jong yang akan diikutkan dalam Festival dan Lomba Perahu Jong 2017. Festival tahun ini terbilang ramai, diikuti 1.680 peserta. Mereka tak hanya berasal dari Batam, Tanjungpinang, Tanjungbalai Karimun, Lingga, dan pulau-pulau di sekitar Batam, tetapi juga berasal dari Kabupaten Pelalawan dan Dumai, Provinsi Riau.
Sore itu, suasana pantai Kampung Melayu benar-benar ramai. Aneka corak dan warna perahu jong dan layarnya tampak berjejer di tepi pantai. Desiran ombak disertai angin yang bertiup sedikit kencang, dan rimbunnya pepohonan kelapa di daerah ini makin menambah semarak festival ini.
"Festival tahun ini benar-benar semarak. Selain peserta, banyak wisatawan lokal dan mancanegara yang berkunjung. Ada sekira 20 wisatawan asal Korea Selatan yang sengaja datang untuk menyaksikan festival perahu jong ini," kata Wakil Walikota Batam, Amsakar Achmad usai membuka secara resmi Festival dan Lomba Perahu Jong, di Kampung Melayu, Nongsa, Batam, 3 Maret 2017.
Festival ini, kata Amsakar, menjadi salah satu destinasi wisata dan masuk dalam agenda pariwisata Batam. Di tahun mendatang, kata dia, dua negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura akan diajak untuk mengikuti festival ini. "Keduanya adalah negara serumpun dengan kita. Event ini pasti lebih meriah lagi bila kedua negara ini ikut serta," ujarnya.
Ribuan warga dan peserta Fedtival dam Lomba Perahu Jong memadati Kampung Melayu, Kel Batubesar, Kec Nongsa, Batam.
Perahu jong adalah perahu mini yang terbuat dari bahan kayu ulai. Panjangnya sekira 1,30 hingga 1,35 meter. Lambung perahu ditutup agar air laut tidak masuk. Di sisi kanan perahu terdapat kayu yang memanjang keluar sepanjang 1,40 meter. Fungsuinya sebagai penyeimbang. Di atas perahu di pasang layar yang sedikit lebih tinggi antara 1,50 meter-1,60 meter.
Alwi AR, penggagas yang juga tokoh masyarakat Batubesar, Nongsa, mengatakan, permainan rakyat ini ada sejak tahun 1986. Tradisi turun termurun ini umumnya dilakukan warga dan nelayan pesisir. Mereka memainkan perahu jong untuk menghilangkan kejenuhan saat tidak melaut, khususnya saat musim utara.
"Dulunya tak banyak yang mengikuti permainan ini. Namun seiring berjalannya waktu semakin banyak nelayan yang mulai menggemari tradisi ini. Mereka ramai-rami membuat jong dengan aneka model, corak, dan warna. Permainan ini semakin berkembang dan akhirnya dikemas dalam sebauh festival," kata Alwi kepada wartawan.
Selain di wilayah Kepulauan Riau, sambung Alwi, permainan ini juga banyak dimainkan oleh nelayan di Riau pesisir, seperti Dumai, Pelalawan, dan lainnya. "Namun, dari sekian tempat penyelenggaraan festival dan lomba, pantai di Kampung Melayu ini termasuk yang terbaik. Lokasi dan garis pantainya bagus dan arenanya cocok untuk lomba," tambah Alwi.
Duriat, peserta dari Pelalawan, Riau, mengaku, ada kepuasan tersendiri saat memainkan perahu jong. Kepuasan ia dapatkan saat perahu jong hasil bikinannya mampu melaju kencang di atas laut dan berkompetisi dengan pearhu jong lainnya.
"Saya mulai menggemari permainan ini sekira 1 tahun terakhir. Permainan ini bagus untuk melepas kejenuhan kita kalau tidak melaut. Kita bisa bermain bersama keluarga maupun dengan nelayan lainnya. Pokoknya ada kepuasan tersendiri, apalagi kita bisa berkreasi sendiri membuat jong," ujarnya.
Duriat tidak datang sendiri. Ia mengaku datang bersama 20 warga pesisir Pelalawan lainnya. Festival dan lomba ini berlangsung selama tiga hari, mulai Jumat-Minggu, 3-5 Maret 2017. Setiap peserta yang memenangi lomba kembali akan beradu dalam babak selanjutnya untuk menuju babak final.
Sumber: http://sumatera.metrotvnews.com