Oleh Tim Wacana Nusantara
Kekayaan alam lain yang terdapat di Sulawesi, khususnya Sulawesi Tenggara adalah lukisan gua. Lukisan gua dan ceruk di Sulawesi Tenggra terdapat di Mentanduro, La Kabori, Kolumbo, Toko, dan wa Bose, sedangkan ceruk-ceruknya adalah La Sabo, Tangga Ara, La Nasrofa, dan Ida Malangi. Semua peninggalan ini terdapat di sekitar kawasan perladangan Liabalano, Kampung Mabolu, Desa Bolo, Kecamatan Kotobu.
Kompleks seni cadas di Pulau Muna rupanya menunjukan tingkat perbedaan yang signifikan, tidak saja perihal teknik penggambaran serta warna yang digunakan, tetapi juga polanya yang bervariasi. Lukisan gua yang terdapat di Pulau Muna memiliki warna coklat yang terbuat dari tanah liat. Hal yang menarik dari lukisan yang terdapat di Pulau Muna adalah tidak diketemukan pola cap tangan sebagaimana lukisan-lukisan yang lainnya.
Gua Metanduro,
Menggambarkan pola manusia, kuda, rusa, babi, anjing, ular, lipan, perahu, matahari, dan bentuk-bentuk Geometrik. Suatu adegan berburu memperlihatkan pemburu sedang menancapkan ke punggung rusa, sementara dibelakangnya dua ekor anjing mengikutinya. Pola ini menunjukan bahwa pada masa itu masyarakatnya sudah menggunakan tombak sebagai alat berburu dan sudah menggunakan hewan peliharaan seperti anjing untuk membantu perburuan. Sedangkan pola ular dan lipan sebagai lambing peringatan kepada manusia agar lebih berhati-hati karena keduanya berbahaya bgi manusia. Kecuali sebagai pemburu, pola manusia di gua ini juga berperan sebagai perajurit yang sedang bertempur, baik di darat dengan menaik kuda maupun dilaut dengan menaik perahu panjang serta membawa tombak, senjata tajam panjang, serta perisai.
Gua Kobori
Memiliki pola yang sama dengan pola gua Metanduro, kecuali babi, ular dan lipan tidak terdapat di sini. Disini peranan manusia tidak hanya sebagai pemburu atau prajurit, tetapi juga sebagai penari dan bahkan mampu terbang seperti burung. Peran yang terakhir ini dibuktikan dengan adanya gambar manusia yang memiliki cakar pada tangan dan kakinya. Adegan menari masih dapat dikaitkan dengan unsure profan dan sakral, yang ada hubungannya dengan kesejahtraan hidup masyarakat. Sebaliknya, untuk pola manusia terbang atau manusia burung dianggap mengandung gambaran buruk dan jahat terhadap orang lain untuk selalu mencelakakannya karena mereka memiliki ilmu sihir atau ilmu hitam.
Pola yang dianggap spektakuler ditinjukan oleh perahu dengan layar berbbentuk persegi panjang dan pola nyaris vertikal, memiliki dayung dan kemudi, serta di dalamnya terdapat beberapa awak perahu. (Marwati Djoened Poesponegoro; 2008, 192).
Melihat pada bentuk dasarnya, perahu tersebut sudah memperoleh sentuhan teknologi modernyang mungkin dikembangkan mulai abad-abad masehi. Yang patut kita perhitungkan dalam gambar kapal ini adalah kemampuan para awak kapalnya, yang sudah memiliki ilmu pelayaran atau navigasi pada zamannya. Kalau melihat bentuknya, perahu tersebut diperkirakan merupakan perahu niaga atau untuk mencari ikan.
Penggambaran yang tertela dalam lukisan ini merupakan sebuah bukti adanya kehidupan manusia pada masa itu yang sudah memiliki kemampuan seni dan pemikiran tentang symbol-simbo, kehidupan. Manusia praaksara mengabadikan kehidupannya lewat sebuah lukisan gua, ini semua sebenarnya memiliki kesamaan dengan manusia sekarang yaitu sama-sama mencatat gerak-gerik kehidupannya, tetapi pada masa itu hanya terbatas pada lukisan sedangkan pada masa sekarang jauh lebih kompleks.
Gua Wa Bose
Yaitu bentuk genital atau kelamin perempuan, sebab memiliki makna yang erat sekali dengan kesuburan. Pola unik lainnya ditemukan di Gua Toko, yang menampilkan bentuk pohok kelapa dan jagung, yang secara harfiah menggambarkan pola yang bermakna sosial-ekonomi atau erat hubunganya dengan sistem mata pencaharian.
Gua Toko
Berada pada bukit setinggi 30 meter dari permukaan tanah. Objek lukisan yang dominan pada dinding gua adalah manusia dan penunggang kuda, sedangkan bentuk yang dikatakan unik adalah lukisan pohon kelapa dan pohon jagung. Kedua jenis gambar ini menjukan bahwa nenek moyang masyarakat Pulau Muna sudah mengenal sistem pertanian atau tradisi bercocok tanam pada masa lampau.
Ceruk La Sabo
Terletak di jalur jalan setapak antara Gua Mentanduno dan kampung Mabolu. Ceruk ini panjangnya kira-kira 31 meter dengan arah barat-timur menghadap ke selatan. Lukisan yang ada di Ceruk La Sabo menggambarkan pola manusia dan hewan yang terdiri dari rusa, anjing dan musang serta satu-satunya perahu. Adegan perburuan memperlihatkan seorang pemburu sedang membidikan senjatanya kea rah sekelompok rusa jantan dan betina yang sedang berlari untuk menyelamatkan diri. Adegan lainnya menunjukan dua ekor rusa jantan sedang berkelahi, kemudian dinding yang berikutnya menampilkan gambar rusa, perahu, dan anjing, dan diujung timur ceruk terdapat pola hewan yang secara fisik memiliki cirri-ciri jenis musang.
Ceruk Tangga Ara
Jika dibandingkan dengan Ceruk La Sabo, Ceruk Tangga Ara memiliki ukuran lebih besar dan tinggi, tetapi pendek. Meskipun demikian, ternyata ceruk ini hanya memiliki beberapa lukisan dengan pola manusia dan kuda. Penyebab dari sedikitnya lukisan yang terdapat di Caruk ini tidak terlepas dari keadaan dinding yang kasar dan tidak rata, sehingga menyulitkan untuk mencantumkan gambar pada permukaan. Bentuk lukisan terlihat kurang sempurna, tetapi secara sepintas adegannya dapat diketahui, antara lain gambar prajurit sedang memegang senjata tajam dan perisai, penunggang kuda, serta perkelahian satu lawan satu dengan menggunakan jenis senjata yang sama.
Ceruk La Nasrofa
Letaknya berhadapan dengan Gua La Kolumbu, jaraknya kurang lebih sekitar 75 meter. Ceruk tersebut berada pada sebuah tebing bukit yang terjal, dengan ketinggian sekitar 20 meter dari permukaan tanah. Pada dinding yang terjal itu tampak ada lukisan, antara lain individu manusia, penunggang kuda dan pemburu.
Celuk Ida Malangi
Celuk ditemukan pada tahun 1984, berada di sebelah timur Gua Metanduno jaraknya sekitar 50 meter menghadap kea rah barat daya. Ceruk Ida Malangi hanya memiliki tujuh buah lukisan yang terdiri dari individu manusia, prajurit, penunggang kuda, lukisan belum jelas bentuknya dan lukisan belum selesai.
Lukisan gua-gua yang berada di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara telah diteliti oelh E.A. Kosasih pada tahun 1977. Gaya lukisan yang ada Nampak berbeda dengan gua yang ada di Sulawesi Selatan, khususnya di daerah Maros. Cap jari tangan pada lukisan gua di Maros Nampak tidak diketemukan pada lukisan gua di Pulau Muna. Sedangkan hal yang Nampak dilukiskan pada gua-gua di sekitar Pulau Muna antara lain, manusia dalam berbagai sikap (seperti naik kuda, memegang tombak atau pedang, dan berkelahi), binatang (kuda, buaya, rusa, anjing, kadal dan sebagainya), serta matahari dan perahu yang dinaiki orang. Manusia manusia dilukiskan dalam gua-gua di Pulau Muna dengan anggota badan atas dan bawah dibentangkan ke samping. Warna yang mendominasi dinding gua pada lukisan di Pulau Muna adalah warna coklat.
Sumber
http://lampuregex.files.wordpress.com/2009/03/foto376.jpg
http://subvision.net/sky/planetkite/asia/indonesia/sulawesi-muna.htm
Sumber Tulisan: http://wacananusantara.org/lukisan-gua-ceruk-muna-sulawesi-tenggara/