Mengenai olahraga dan permainan yang pernah ada di Nusantara, sedikit sumber yang menginformasikannya, terutama yang pernah ada sebelum abad pertengahan. Namun, kita masih beruntung bisa memperoleh sekelumit gambaran mengenai olahraga dan permainan yang pernah popular pada masa setelahnya, dari pelbagai lontar dan kemudian berita-berita orang Eropa pertama yang singgah di Nusantara abad ke-16 dan ke-17.
Di sini tidak dibahas permainan semacam sabung ayam di mana taruhannya melebihi uang dan kehormatan, karena meski merupakan kegemaran utama raja-raja Nusantara namun tidak melibatkan fisik manusia secara langsung. Juga takkan disinggung permainan menarik lainnya, seperti debus di Banten, yang lebih menonjolkan sifat magis ketimbang olah-tubuh.
Silat
Jenis olahraga ini tersebar di hampir seluruh Kepulauan Nusantara dan negara-negara Asia Tenggara. Sebagai seni beladiri, gerakan-gerakan silat diilhami dari gerakan hewan seperti macan, harimau, kera, ular, elang, dan lain-lain. Dan sebelum menjadi sebuah “kesenian”, tentunya silat merupakan sebuah pertandingan atau pertarungan yang menentukan hidup dan mati seseorang, serta memperlihatkan keterampilan nenek moyang bangsa dalam berburu dan berperang dalam kancah yang lebih luas.
Hingga kini, belum ditemukan sumber yang menyebutkan sejak kapan olahraga silat dikembangkan. Yang pasti, terutama sejak pengaruh Islam makin meluas, bermunculanlah sejumlah pesantren yang mengajarkan ilmu silat sebagai ilmu tambahan selain ilmu tentang agama. Saat terjadi pergesekan antara kaum ulama dengan pihak Belanda pada abad ke-16 hingga ke-20, banyak pendekar yang ikut menggabungkan diri dengan gerakan perlawanan kaum ulama dan bangsawan.
Gulat
Salah satu olahraga yang digemari orang Jawa abad ke-13 dan ke-14 adalah gulat. Ya, olahraga yang identik dengan budaya Jepang ini ternyata dipraktikkan pula oleh penduduk Jawa (dan mungkin juga tempat-tempat lain di Nusantara). Nagarakretagama pupuh 27 menyebutkan bahwa saat mengadakan safari politik di wilayah Patukangan, 1359 M, Hayam Wuruk disuguhi tontonan permainan yang membuat gembira penduduk sekitar, yakni: menari topeng, bergumul, bergulat. Walau tak jelas apakah Sang Prabu ikut serta dalam pertunjukan dan permainan itu, namun kita bisa membayangkan keberadaan gulat, yang mungkin tak jauh berbeda dengan gulat Jepang, telah menjadi hiburan massal.
Lari
Pararaton menyebutkan, setelah Raden Wijaya menyerahkan diri kepada Jayakatwang, di ibukota Daha bertepatan pada hari Galungan antara tahun 1292 – 1293 M, diadakan pelbagai lomba di antaranya lari. Sora, Rangga Lawe, Nambi, Pedang, dan Dangdi, yang tak lain para pengikut Wijaya, dipersilakan ikut dalam perlombaan di halaman manguntur Daha. Para menteri Daha, yakni Panglet, Mahisa Rubuh, dan Patih Kebo Mundarang yang menjadi lawan kesatria pengikut Wijaya, kalah cepat larinya dengan Rangga Lawe dan Sora dalam lomba pada hari Galungan itu (galungan sendiri berarti “perang” dan sebagai hari suci bermakna “perang melawan Kala/Buta atau kejahatan”).
Berkuda dan Bergajah
Jenis olahraga yang diperuntukkan bagi kaum bangsawan ini tampaknya cukup popular di belahan negara mana pun. Catatan Peter Mundy pelancong Inggris tahun 1637 ke Aceh memberitakan bahwa Sultan Iskandar Muda senasa muda sangat tangkas mengendarai kuda dan gajah.
Sepak Raga
Sepak raga adalah olahraga mirip sepak bola asal Maluku yang memerlukan keahlian khusus di mana bola anyaman rotan harus tetap di udara dengan cara ditendang dengan kaki atau dengkul. Setiap pemain yang berjumlah banyak (8 hingga 10 orang) menendang bola ke arah pemain lain guna mengecoh seorang pemain yang menjadi “korban”. Naskah Sejarah Melayu menyebutkan bahwa pangeran dari Maluku sangat mahir dalam permainan sepak raga yang telah popular sejak abad ke-15, dan dari Maluku (bukan Malaka) pula orang Eropa pertama kali mengenal permainan yang kini disebut sepak takraw.
Loncat Batu
Hingga kini, warga di Kabupaen Nias Selatan, Sumatra Utara, masik mempraktikkan olahraga bernama fahombo atau hombo batu alias lompat batu. Dalam lompat batu ini, seorang pria harus meloncati susunan batu lebih dari 2 m dengan lebar 90 cm dan panjang 60 cm. Lompat batu ini diciptakan sebagai uji fisik dan mental bagi remaja pria menjelang dewasa. Sebelum diikutsertakan dalam perang, laki-laki dewasa wajib lulus melompati batu yang mirip piramida dengan permukaan bagian atas datar. Para pelompat tidak hanya harus melintasi tumpukan batu, namun juga harus memiliki teknik khusus saat mendarat; karena mendarat dengan posisi yang keliru dapat menyebabkan cedera otot atau patah tulang. Selain sebagai ujian bagi pemuda yang berhak mengikuti perang, loncat batu ini merupakan syarat bagi mereka yang hendak menikah. Mereka yang tidak berhasil melompati batu tersebut dianggap belum layak meminang gadis.
Kegemaran Orang Indonesia
Itulah beberapa jenis olahraga dan permainan yang pernah popular di Nusantara dan menunjukkan bahwa orang-orang Nusantara senang akan olahraga dan permainan. Seorang pelancong Inggris bernama John Crawfurd mencatat di awal tahun 1800 bahwa bangsa pribumi (Indonesia) “sangat suka permainan …. Pada hari pasar, di setiap bagian negeri yang membuka permainan tidak dilarang sama sekali; laki-laki perempuan, tua muda, membentuk kelompok di jalanan pasar untuk bermain … kesuraman, ketertiban, dan ketenangan mereka berubah menjadi tak sabaran, bernafsu, dan riuh.”
(Yusandi)
Sumber Tulisan: http://wacananusantara.org/olahraga-di-nusantara-pada-masa-lalu/