Sarkofagus

Sarkofagus adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya menyerupai lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Dari Sarkofagus yang ditemukan umumnya di dalamnya terdapat mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan dan benda-benda dari perunggu serta besi.

Sarkofagus merupakan peninggalan sejarah yang memiliki nilai penting dan dapat menceritakan sejarah kehidupan masa lalu. Sumatera Utara tepatnya di Pulau Samosir ternyata banyak memiliki peninggalan sejarah berupa Sarkofagus yang oleh penduduk setempat dinamakan Parholian (tempat tulang belulang) ataupun paromasan (tempat barang berharga), karena menurut masyarakat setempat bahwa yang memiliki kubur batu adalah seorang raja ni huta (pemimpin kampung) dan pembuatan kubur batu ini dibuat jauh sebelum raja meninggal, dengan kata lain sebelum raja meninggal kubur batu tersebut telah tersedia.

Dalam pengerjaan kubur batu ini, masyarakat bergotong royong untuk membuat kubur batu ini, mulai dari pemilihan batu sampai pembentukan, menurut cerita masyarakat sekitar batu yang digunakan diambil dari gunung dengan jenis batu yang khusus dan waktu pelaksanaannya memakan waktu hingga 5 bulan.

Sarkofagus adalah peti kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup yang pada ujung-ujungnya terdapat tonjolan.Dari hasil pengamatan di lapangan, temuan sarkofagus memiliki berbagai jenis bentuk dan tipe dengan bentuk dan ornamen yang berbeda. ada yang memiliki motif seperti kepala manusia dengan rambut panjang, ada yang berbentuk kepala manusia memiliki sanggul, bentuk wajah menyeramkan, dan semua bentuk tersebut terdapat patung pria di bawah dagunya dan patung wanita di belakangnya. Dari temuan ini dapat disimpulkan bahwa nenek moyang kita terdahulu telah meiliki nilai seni yang tinggi yang dapat menciptakan sesuatu yang memiliki nilai jual tinggi. Ukuran bangunan kubur batu ini juga bervariasi, panjang berkisar antara 148 cm- 307 cm, lebar 60 cm – 125 cm, tinggi 96 cm – 180 cm.

Dengan banyaknya keanekaragaman sarkofagus yang berada di Samosir tentunya sangat memiliki nilai penting untuk mengungkap sejarah dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Untuk mencapai hal tersebut, perlunya usaha yang maksimal dan nyata dalam penanganan dan penanggulangan demi lestarinya peninggalan tersebut mengingat masyarakat setempat juga sudah mulai kurang memperhatikan peninggalan leluhur mereka, dan kalau ini dibiarkan maka perlahan-lahan seluruh peninggalan sejarah yang ada akan hilang dan raib ditelan jaman.

Di Kalimantan, Sarkofagus ditemukan di daerah aliran sungai Long Danum dan Long Kajanan. Di Kalimantan juga ditemukan beberapa peninggalan megalit lainnya berupa dolmen ditemukan di daerah Apo Kayan (Kalimantan Timur), di sebuah pulau di Sungai Kayandan tepi kakan sunga tersebut, di Data Gerayan. Di daerah Sungai Long Pura, ditemukan kubur batu berbentuk bejana persegi yang dipahatkan wajah manusia bermulut lebar dan memakai hiasa-hiasan pada telinga.

Di Sumbawa Barat di temukan empat buah sarkofagus dengan ukiran-ukiran manusia dan binatang. Selain wajah orang, yang menarik adalah pahatan yang berbentuk manusia dan binatang melata dengan gaya kangkang. Pola hiasan banyak memperlihatkan persamaan dengan pola hiasan bangunan megalit di besuki.

Ksadan Fatubesi memiliki tiga buah sarkofagus dan sebuah sumur batu. Sebuah baturan dari tumpukan batu berbentuk bulat setinggi 1,75 m berdiri di samping kubur-kubur tersebut. Pintu masuk terdpat disebelah barat daya timur laut, diapit oleh dua buah menhir.

Menurut kepercayaan masyarakat Bali Sarkofagus memiliki kekuatan magis atau gaib. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejak zaman logam. Sarkofagus paling banyak ditemukan di daerah Bali. Sarkofagus seperti juga dolmen adalah sebagai peti mayat dari batu. Di dalmnya ditemukan tulang-tulang manusia bersama dengan bekal kuburnya periuk-periuk, beliung persegi, perhiasan dari perunggu dan besi. Di Bali sarkofagus dianggap sebagai benda keramat. Sarkofagus adalah peti mayat dari batu (batu padas) berbentuk seperti lesung yang tertutup.

Sarkofagus di bali pada umunya berukuran kecil (antara 80-140 cm) dan ada pula beberapa yang berukuran besar yaitu lebih dari 2 meter. Sebagai seorang peneliti Soejono berhasil membuat klasifikasi dan tipologi sarkofagus-sarkofagus yang ditemukan di seluruh Bali. Berdasarkan penelitiannya yang dilakukan sejak tahun 1960, dapat dipastikan bahwa sarkofagus di Bali berkembang pada masa manusia sudah mengenal bahan logam, mengingat benda-benda bekal kuburnya yang terdapat di dalamnya kebanyakan dibuat dari perunggu.

Soejono membagi sarkofagus Bali atas tiga tipe, yaitu Tipe A, Tipe B, dan Tipe C. Tipe A berukuran kecil (dengan variasi 80-148 cm) serta bertonjolan di bagian depan dan dibidang bagian belakang wadah dan tutup; tipe B berukuran sedang (dengan variasi antara 150-170 cm), tanpa tonjolan; tipe C berukuran besar (dengan variasi 200-268 cm), bertonjolan di tiap-tiap bidang wadah dan tutup. Sesuai dengan batas-batas daerah perkembangan tiap-tiap tipe, oleh Soejono tipe A disebut tipe Bali, tipe B disebut tipe Cacang, dan tipe C disebut tipe Manuaba. Atas dasar pengamatan bahwa tipe A ditemukan tersebar disebagian besar pulau Bali, tipe B banyak ditemukan di daerah pengunungan Bali Tengah terutama disekitar Cacang, dan tipe C banyak ditemukan di daerah Manuaba.

Tipe A meliputi banyak sekali bentuk sarkofagus yang dapat dikelompokan dalam beberapa subtipe yang keseluruhanya berjumlah 6 buah. Tiap-tiap subtipe memperlihatkan gaya bentuk tertentu. Berikut adalah sub-subtipe tersebut;

Gaya Celuk; berukuran kecil, wadah atau tutup berpenampang lintang trapezium sama kaki dan bertonjolan (antara lain berupa kepala manusia/topeng, polos)
Gaya Bona; berukuran kecil, wadah, atau tutup berpenampang lintang setengah lingkaran atau setengah bulat panjang, bertonjolan sepasan di bidang-bidang depan dan sepasang di bidang-bidang belakang tutup dan wadah.
Gaya Angantika; berukuran kecil, wadah, atau tutup berpenampang lintang setengah lingkaran atau setengah bulat panjang, bertonjolan sepasan di bidang-bidang depan dan sepasa di bidang-bidang belakang tutup dan wadah.
Gaya Bunutin; berukuran kecil, bertonjolan berbentuk kepala di bidang-bidang depan wadah dan tutup. Tonjolan berbentuk ekor terdapat di bidang-bidang belakang tubuh. Lengan serta tungkai dalam sikap kangkang dipahatkan di bidang atas tutup dan dibidang bawah dari wadah.
Gaya Busungbiu; berukuran kecil, berpenampang lintang setengah lingkaran atau setengah bulat panjang; sebuah tonjolan terdapat di bidang depan wadah dan tutup, dan sepasang tonjolan di bidang belakang.
Gaya Ambiarsari; berukuran kecil, atau tutup berpenampang lintang persegi panjang dengan sisi atas berbentuk susunan kurawal, bertonjolan segi empat gepeng dengan sisi atas berbentuk susunan kurawal.
Jumlah sarkofagus tipe B dan C sangat terbatas dan belum dapat di beda-bedakan sub-subtipenya. Tipe C berukuran besar dapat memuat lebih dari satu mayat dalam posisi membujur, sedangkan tipe A dan tipe B yang berukuran kecil dan sedang hanya dapat memuat satu mayat dalam posisi terlipat.

Sarkofagus & Jambangan di Simbolon

Sebagian besar sarkofagus dibuat dari batu padas yang relative lunak. Pola-pola pahat berupa wadah manusia, manusia dalam sikap kangkang dan kemaluan perempuan mungkin merupakan lambing harapan akan kemakmuran, kesuburan, keselamatan dan kelahiran kembali, khususnya untuk para arwah. Tonjolan yang dipahatkan misalnya dalam bentuk kepala manusia yang menjulurkan lidahnya, dianggap memiliki daya pengusir roh jahat yang mungkin mengganggu roh yang telah meninggal disimpan dalam sarkofagus.

Letak sarkofagus selalu mengarah kehadapan sebuh gunung. Terutama di Bali arah gunung atau yang disebut “kaja” merupakan arah yang memberikan berkah dan disanalah dianggap tempat bersemayam nenek moyang dalam kepercayaan Bali asli. Desa-desa yang masih kuat pada kepercayaan Bali aslinya atau sering disebut “Bali Aga” adalah Trunyan, Setulung, Sembiran, dan Tenganan. Di desa-desa Bali Aga tersebut masih banyak ditemukan bangunan-bangunan megalitik seperti menhir, pelinggih batu, batu berundak.

Peninggalan megalitik kini belum begitu banyak diteliti. Para peneliti antropologi budaya pada umumnya masih kurang sekali mengaitkan masalah bangunan megalitik dengan kehidupan masyarakat sederhana meskipun di tempat-tempat tersebut banyak terdapat bangunan-bangunan yang dimaksud.

***

Sumber: http://wacananusantara.org
-

Arsip Blog

Recent Posts