Kubur batu bentunya tidak berbeda dengan peti mayat dari batu. Keempat sisinya berdindingkan papan-papan batu, begitu juga bidang alas dan atasnya terbuat dari batu. Mungkin banyak makna dan maksud dari bentuk seperti itu, namun yang pasti unsur seni, kenyaman dan keamanan tetap menjadi perhatian dalam pembuatan peti batu.
Kubur peti batu adalah kubur berupa sebuah peti yang dibentuk dari enam buah papan batu, sebuah penutup peti. Papan-papan batu tersebut disusun secara langsung dalam lubang yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Peti kubur sebagian besar membujur dengan arah timur-barat.
Di Sumatra Selatan, temuan peti kubur batu paling penting terdapat di Tegurwangi, sebuah tempat memang kaya akan peninggalan dari zaman megalitik seperti dolmen, menhir, dan patung-patung. Selain Hoop, penelitian tentang kubur batu di daerah Sumatra Selatan juga dilakukan oleh C.C. Batenburg dan C.W.P. de Bie.
Hoop sendiri telah menggali sebuah peti yang berada di Tegurwangi, yang dianggap paling besar di antara peti-peti lainnya. Ia berhasil menemukan benda-benda penting yang dianggap sebagai bukti peninggalan penduduk tradisi peti kubur batu. Permukaan peti kubur batu berada 25 cm di bawah muka tanah, dan tutupnya terdiri dari beberapa papan batu. Sela-sela antara batu penutup dan antara penutup dengan peti tersebut diisi dengan batu-batu kecil. Di antara papan-papan batu penutup, yang paling besar berukuran panjang 2,5 m. Lantai peti yang agak melandai dengan arah timur-barat, terdiri dari tiga papan batu. Ukuran bagian dalam peti ialah 2,35 x 1,37 m dengan tinggi 1,30 m. Sisa-sisa tulang tidak terdapat dalam peti yang penuh tanah dan pasir. Lapisan tanah setebal 20 cm dari alas peti berisi temuan-temuan seperti berikut; empat butir manik-manik merah berbentuk silindris, sebuh manik berwarna hijau transparan berbentuk heksagonal tangkup, sebuah manik-manik berwarna kuning keabuan, dua buah manik-manik berwarna biru, sebuah paku emas berkepala bulat dan ujung tumpal, dan sebuah fragmen perunggu. Selain itu, ditemukan manik-manik dalam berbagai bentuk sebanyak 63 buah. Baterburg pernah membuka peti kubur batu lainnya, didalamnya ditemukan beberapa buah manik-manik berwarna kuning dan sebuah mata tombak besi yang telah berkarat.
Di dalam peti batu yang pernah ditemukan Bie, terdapat sebuah lempengan perunggu berbentuk segi empat yang mengembung dibagian tengah. Selanjutnya, peti kubur batu rangkap di Tanjungara, yang terdiri dari ruangan yang sejajar berdampingan, yang dipisahkan oleh dinding yang berlukiskan warna hitam, putih, merah kuning, dan kelabu. Lukisan ini menggambarkan manusia dan binatang yang distilir, antara lain tampak gambar sebuah tangan dengan tiga jari, kepala kerbau dengan tanduknya, dan mata kerbau yang digambarkan dengan sebuah bulatan. Penggambaran kerbau dan manusia dengan lambang-lambangnya, mempunyai hubungan dengan konsepsi pemujaan nenek moyang.
Penemuan kubur batu di daerah Wonosari, Cepu dan Cirebon ditemukan kubur batu yang berisi rangka-rangka yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi dan manik-manik. Kuburan itu menyerupai yang ada di Paseman.
Di Sumatera Utara tepatnya di Pulau Samosir ternyata banyak memiliki peninggalan sejarah berupa kubur batu yang oleh penduduk setempat dinamakan Parholian (tempat tulang belulang) ataupun paromasan (tempat barang berharga), karena menurut masyarakat setempat bahwa yang memiliki kubur batu adalah seorang raja ni huta (pemimpin kampung) dan pembuatan kubur batu ini dibuat jauh sebelum raja meninggal, dengan kata lain sebelum raja meninggal kubur batu tersebut telah tersedia.
Dalam pengerjaan kubur batu ini, masyarakat bergotong royong untuk membuat kubur batu ini, mulai dari pemilihan batu sampai pembentukan, batu yang digunakan diambil dari gunung dan waktu pelaksanaannya memakan waktu hingga 5 bulan.
Peti kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup yang pada ujung-ujungnya terdapat tonjolan, masyarakat setempat menyebut batu sada, Parholian ataupun Paromasan. Dari hasil pengamatan dilapangan, tampak memiliki berbagai jenis bentuk dan type dengan bentuk dan ornamen yang berbeda. Dari temuan ini dapat disimpulkan bahwa nenek moyang kita terdahulu telah meiliki nilai seni yang tinggi yang dapat menciptakan sesuatu yang memiliki nilai jual tinggi. Ukuran bangunan kubur batu ini juga bervariasi, panjang berkisar antara 148 cm-307 cm, lebar 60 cm-125 cm, tinggi 96 cm-180 cm.
Dengan banyaknya keanekaragaman kubur batu yang berada di Samosir tentunya sangat memiliki nilai penting untuk mengungkap sejarah dan nilai budaya yang terkandung didalamnya. Untuk mencapai hal tersebut, perlunya usaha yang maksimal dan nyata dalam penanganan dan penanggulangan demi lestarinya peninggalan tersebut mengingat masyarakat juga kurang memperhatikan peninggalan leluhur, dan kalau ini dibiarkan maka perlahan-lahan seluruh peninggalan sejarah yang akan hilang dan raib ditelan jaman.
Peti Kubur Batu Kalang di Desa Kawengan, Kecamata Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, saat ini masih bisa di temui setidaknya di Sembilan titik. Jumlah hasil temuan sekitar 100 lebih, dengan jarak antartitik kelompok peti kubur batu bervariasi antara 150 meter dan 1 kilometer.
Kubur batu terletak di lereng perbukitan, tepatnya di bukit Sumur 70 Kedewan. Selain itu, peti kubur juga ditemukan di bukit Gunung Mas yang merupakan area tandus. Hasil penemuan menunjukan bawa rata-rata kubur batu itu berukuran 1 x 2 meter. Juga ada lima kubur batu yang berukuran 3 x 1,5 meter. Kedalaman Kubur batu yang ditemukan rata-rata sekitar 60 cm. Di sekitar kubur batu tersebut juga ditemukan benda peninggalan prasejarah lainnya berupa manic-manik, gelang perak untuk tangan dan kaki, senjata semacam golok dan gerabah halus. Selain itu juga ditemukan tengkorak yang bagian kepalanya berada di timur.
Arkeolog dari Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono, Menjelaskan Peti kubur batu merupakan tradisi megalitik tua yang sudah ada sejak masa bercocok tanam zaman prasejarah. Khusus Peti Kubur Batu Kawengan, tidak harus berasal dari masa bercocok tanam karena temuan lain dari masa bercocok tanam karena temuan lain dari hasil ekskavasi ditemukan benda lain seperti golok, gelang tangan, gelang kaki, manic-manik dan fragmen gerabah yang berasal dari pascaprasejarah.
Dengan demikin bisa dikatakan bahwa situs tersebut sudah berlangsung sejak zaman prasejarah yaitu pada masa perundagian, bahkan diperkirakan masih berlanjut tradisi prasejarah pada masa hindu-budha. Hal ini diperkuat dari hasil temuan yang berasal dari zaman yang berbeda.
Penemuan kubur batu di Cipari, Ciamis, Jawa Barat menunjukan bertapa besarnya pengaruh kehidupan masa prasejarah di nusantara. Situs yang berada di area 700 meter persegi dilengkapi dengan museum berada di taman purbakala Cipari, Desa Cipari Kecamatan Cigugur Kuningan di bawah kaki gunung Ciremai. Jarak situs dari Kota Kuningan kira-kira 4 km n dari Cirebon jaraknya sekitar 35 km. Lokasi situs dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda dua dan empat.
Peninggalan-peninggalan manusia prasejarah zaman megalitikum yang dapat kita temui di sini salah satunya yaitu, Peti Kubur Batu yang terbuat dari jenis batuan andesit. Peti kubur batu yang berorientasi ke timur laut barat daya, menggambarkan konsep kekuasaan alam seperti matahari dan bulan yang menjadi pedoman manusia-manusia jaman prasejarah dalam kaitannya sebagai salah satu bagian kepercayaan manusia pada jaman tersebut. Hanya, menurut kang Jaya, sayangnya tidak ditemukan kerangka manusia, karena kondisi geografis situs dengan tingkat keasaman yang tinggi tidak memungkinkan pengawetan kerangka manusia.
***
Sumber: http://wacananusantara.org