Padang, Sumbar - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, menyatakan kegiatan masyarakat di Minangkabau, menjelang memasuki bulan Ramadhan seperti "balimau" atau mensucikan, saat ini ditengah masyarakat telah bergeser dari tujuannya.
Ketua Bidang Pendidikan MUI Sumbar Duski Samad di Padang, Ahad (1/7) mengatakan, pada intinya "balimau" tujuan sebenarnya baik, dan seutuhnya merupakan budaya, untuk mensucikan diri menjelang masuknya bulan Ramdhan.
"Saat ini saya melihat, tujuan budaya yang baik tersebut sudah mulai bergeser, dan tidak lagi seperti yang diharapkan, sebab telah mulai diselewengkan dengan tujuan yang tidak baik, seperti berhura-hura, dan merupakan perbuatan yang mubazir," kata Duski.
Dia menambahkan, balimau sendiri sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan ibadah, itu hanya budaya, yang dahulu memiliki tujuan mulia, yaitu lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta, menjelang memasuki bulan suci bagi umat Islam, namun sekarang tidak terlihat lagi tujuan dari budaya tersebut, sehingga perlu diluruskan kembali.
Melihat mulai bergesernya budaya balimau tersebut, MUI Sumbar menghimbau masyarakat setempat untuk lebih cerdas dalam menyikapi hal itu, dan lebih memahami makna dari budaya tersebut menjelang bulan Ramadhan, dimana seharusnya masyarakat lebih memperbanyak ibadah, bukan melakukan hal yang mubazir dengan hura-hura.
Budaya balimau sendiri, saat ini lebih banyak dimanfaatkan oleh generasi muda, menjelang memasuki bulan Ramadhan dengan pergi ke tempat rekreasi, seperti tempat pemandian, maupun objek wisata lainnya.
Balimau (mandi dengan memakai berbagai kembang dan limau, serta pewangi yang disiramkan ke rambut) dengan mandi bersamaan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya, di satu tempat pemandian, yang sering terlihat menjelang bulan Ramadhan, menurut MUI tidak diperbolehkan dalam ajaran agama Islam, begitu juga dengan adat dan budaya Minangkabau, dan itu telah bergeser dari makna "balimau" untuk mensucikan diri yang sebenarnya.
Sumber: http://www.republika.co.id