Jakarta - Datangi penggalangan dana bertajuk Art for Cancer di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta, pengunjung bisa menerjemahkan dan mengapresiasi karya lima perupa Indonesia yang baru saja ditampilkan pada forum seni rupa internasional, Bienniale Venesia 2013 lalu.
Memasuki bagian depan museum, ribuan stupa karya Albert Setyawan, bertajuk Cosmic Labyrinth: The Silent Pathway ada. Bukan stupa kebanyakan, karena dia diinspirasi bentuk rumah ibadah: gereja, mesjid, dan candi. 1.200 stupa ini mencerminkan ke-bhinneka-an, penciri Indonesia sepanjang masa dengan toleransinya.
Ke dalam museum, ada sesosok berjubah berwarna cerah dengan ratusan manik-manik. Ternyata, manik-manik itu berisi janin-janin merah menyala. Di depan sosok ini terdapat sampan perahu dayung kecil berwarna hitam dan tampak usang. Inilah dia, Unbearable Darkness, karya Titarubi.
Sampan usang ini ternyata menyimpan banyak cerita kehidupan yang menjadi saksi bisu sejarah Indonesia yang kelam, termasuk kekuasaan kolonial di negara ini. Pada sisi kanan karya Tita ini, gerbang sepanjang kurang lebih belasan meter berposisi. Mirip dengan relief di Candi Borobudur dan candi lain, relief gerbang itu terbangun dari grafit.
Sekumpulan figur grafis duduk mengelilingi meja, mereka berwajah. Mereka adalah pahlawan dan presiden Indonesia dulu sampai saat ini. Di antara figur-figur ini, hanya ada satu figur yakni figur perempuan yang berdiri, karya yang dinamakan Endang Wiharso --empuna karya-- The Indonesian: No Time to Hide.
Eko Nugroho mengajukan Penghasut Badai-badai, patung serupa manusia berdiri dan duduk berbagai macam posisi di atas rakit bambu dan drum minyak bekas.
Negara Indonesia yang disokong kekayaan minyak dan sumber daya alam lainnya dia representasikan dalam karyanya ini.
Terakhir, di tengah ruangan museum giliran karya Sri Astari, Pendopo: Dancing the Wild Seas yang giliran layak mendapat perhatian, serupa sembilan patung wayang penari yang sedang berada dalam pendopo.
Dari budaya Jawa, pendopo bagian penting dalam rumah tradisional mereka, tempat (juga) tradisi dan budaya Jawa dijaga dan dikawal.
Sumber: http://www.antaranews.com