Menjaga Mutu Alat Musik Tradisi Melayu

Bengkalis, Riau - Keahlian dalam menghasilkan alat musik tradisi Melayu, sebenarnya dapat dikerjakan oleh siapa saja. Tergantung pada ada atau tidaknya kemauan dan kesempatan. Hal itu disampaikan salah seorang pengrajin alat musik tradisi Melayu, Aidil (52) ketika ditemui di kediamannya pada Rabu (15/6).

Warga Sungai Selari-Kabupaten Bengkalis itu sudah memulai usahanya sejak tahun 2000 lalu. Kesabaran dan ketekunan sangat diperlukan dalam menghasilkan alat-alat musik Melayu. Oleh karena itulah semuanya tergantung dari kemauan dan kesempatan.

Namun demikian, disebutkan Aidil, pernyataannya itu bukan berarti memudahkan pekerjaan memproduksi alat musik tersebut. Karena bagaimanapun dalam proses kerjanya diperlukan juga keahlian seperti bertukang, paling tidak dasarnya. Selain itu, kerangka dan bentuk alat musik tradisi yang mau dibuat juga harus dipahami.

“Pada prinsipnya, alat musik itu diibaratkan air yaitu mengisi aliran yang kosong, demikian juga bunyi yang dihasilkan, mengisi ruang-ruang yang kosong,” jelas Aidil yang sehari-hari sebagai pekerja lepas itu.

Keberhasilan dalam menghasilkan alat musik tradisi Melayu itu tidak bisa langsung jadi tetapi diperlukan proses yang panjang. Di dalam proses itulah ditemukan teknik-teknik, kiat-kiat, sehingga alat musik yang dibuat semakin sempurna.

Aidil sendiri awalnya bukanlah pengrajin alat musik tetapi dia salah seorang pelaku seni di kampungnya. Selain memainkan alat musik seperti gendang, marwas, gambus dan biola, dia juga sebagai pimpinan sanggar yang dibentuknya sejak lama. Sanggar itu diberi nama Sanggar Zapin Khusaini.

Ketika menjalankan sanggar itulah, Aidil mencuba membuat alat musik gambus. Diakuinya, untuk pertama kali, memanglah tidak mudah akan tetapi berkat kesabaran dan ketekunannya, ia pun berhasil membuat gambus ciptaannya yang pertama.

“Sejak saat itulah kemudian saya terus mencuba membuat alat musik tradisi seperti gambus, gendang panjang, gebano, kompang, marwas serta miniatur-miniatur alat musik tersebut,” jelas Aidil.

Saat ini, Aidil malah tidak lagi mengurus sanggarnya, lebih fokus menghasilkan dan memproduksi alat-alat musik. Bukan karena tidak mau tetapi menurutnya menghidupkan kesenian di kampung tidaklah mudah. Semuanya tergantung kepada pemerintah setempat. Lebih banyak kecewa ketimbang bahagianya. Bahkan kekecewaan itu kadnagkala membuahkan kebencian pula.

“Kadang kita saja yang merasa kesenian tradisi itu penting, tetapi pihak-pihak yang seharusnya memperhatikan, tidak demikian. Makanya daripada kita meminta dengan orang lebih baik meminta kepada Allah. Meminta dengan orang, kalau tak dapat, sakit hati, “ ujarnya.

Dalam memproduksi alat musik itu, Aidil mengerjakannya sendiri tanpa bantuan para pekerja lainnya. Di bengkel yang terletak di belakang rumahnya itulah dia menghasilkan alat-alat musik Melayu yang sudah dipesan dari berbagai daerah di Riau ini.

Tetapi diakui Aidil juga, bahwa sistem produksinya masih sangat tergantung kepada pesanan. Artinya, apabila sudah ada pesanan, barulah dia mulai bekerja karena usahanya itu belumlah dapat dijalankan sebagaimana mestinya.

“Biaya pembuatan alat musik ini tidaklah murah, mulai dari membeli bahan-bahan sampailah kepada proses finising, makanya kalau tidak ada pesanan, saya tidak berani ambil resiko, mengeluarkan modal besar tetapi kemudian tak tahu di mana akan dijual,” jelasnya pula.

Gambus yang dihasilkan Aidil biasanya terbuat dari kayu nangka, petai belalang, cempedak hutan, kayu durian. Sedangkan alat musik pukul lainnya, terbuat dari kayu nangka, pohon kelapa dan sejenisnya. Sedangkan bahan lain seperti kulit kambing, biasanya Adil memesan dari kawan-kawannya dari Pekanbaru dan daerah lainnya.

Untuk alat musik pukul seperti marwas, gendang panjang, gebano dan kompang, tidak butuh waktu lama dalam proses produksinya asalkan kayunya sudah kering. Tetapi untuk alat musik gambus diperlukan waktu hampir seminggu lebih karena gambus buatan Aidil di beberapa organnya terdapat ukiran-ukiran Melayu.

“Jadi bagi saya, yang paling penting itu bukan banyaknya produksi tetapi mutu yang harus dijaga terlebih dahulu. Apa gunanya banyak produksi atau sudah terjual kemana-mana tetapi dengan mutu yang seadanya. Bagi saya, alat musik tradisi Melayu ini juga menunjukkan marwah kita,” tutup Aidil.

-

Arsip Blog

Recent Posts