JANGAN gegabah menggunakan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Bisa saja mata anggaran tersebut sah, tercantum dalam APBD, serta disetujui oleh anggota DPRD, namun pada dasarnya anggaran tersebut merupakan bentuk "penyelewengan" terselubung dan sistematis.
Modus seperti inilah yang sekarang sedang diselidiki Kejaksaan Negeri Pontianak terhadap DPRD Kabupaten Pontianak. Kejaksaan mencurigai modus seperti ini merupakan bentuk baru praktik korupsi meski dari segi peraturan seolah-olah tidak ada aturan yang dilanggar.
Praktik yang dilakukan DPRD Kabupaten Pontianak adalah membentuk Yayasan Bestari dengan nilai aset awal Rp 4,5 juta. Yayasan yang didirikan pada tahun 1998 ini bertujuan untuk menyejahterakan anggota DPRD Kabupaten Pontianak. Selanjutnya DPRD mengucurkan dana untuk yayasan yang bersumber dari APBD.
Tidak tanggung-tanggung, dana tersebut dikucurkan sejak tahun 1999 dan besarnya sekitar Rp 1,1 miliar setiap tahun. Dalam empat tahun sudah dikucurkan dana untuk yayasan tersebut sekitar Rp 4,7 miliar. Dana tersebut selanjutnya dibagi-bagikan kepada 44 pengurus dan anggota yayasan yang tak lain adalah anggota DPRD Kabupaten Pontianak.
"Padahal, dalam undang-undang, aset yayasan tidak boleh dibagi-bagikan kepada pengurus," kata Kepala Kejaksaan Negeri Pontianak Adi Sutanto.
Oleh karena itulah, pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Pontianak kini sedang diperiksa Kejaksaan Negeri Pontianak dengan tudingan melakukan korupsi. Pemeriksaan serupa dilakukan terhadap anggota serta pengurus yayasan yang tak lain adalah anggota DPRD Kabupaten Pontianak.
"Semua pihak yang mendapat bagian dana mulai 1999 hingga 2003 tetap akan diperiksa," kata Adi Sutanto beberapa waktu lalu.
Target Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kalbar), kasus ini bisa diselesaikan Kejaksaan Negeri Pontianak akhir Januari lalu. Namun, sampai akhir Februari kasus ini belum juga ada tanda-tanda sudah siap diajukan ke pengadilan.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun Kompas, sulitnya menyelesaikan kasus tersebut diakibatkan banyaknya pihak yang terlibat dan potensial menjadi tersangka. Sayangnya, sampai sekarang tidak jelas sampai sejauh mana penanganan terhadap kasus ini karena tidak pernah ada paparan dari Kejaksaan Negeri Pontianak ke Kejaksaan Tinggi Kalbar.
KASUS dugaan korupsi yang melibatkan anggota DPRD Kabupaten Pontianak hampir saja lolos dari perhatian aparat karena modusnya yang sangat rapi. Dalam APBD, kucuran dana untuk Yayasan Bestari juga tidak mencolok karena kebetulan pegawai negeri sipil (PNS) di Pontianak juga memiliki yayasan dengan nama yang sama, Yayasan Bestari, walaupun sekarang sudah tidak beroperasi lagi.
Entah siapa pelakunya, kasus ini dibocorkan ke publik. Masyarakat kemudian berunjuk rasa pada 30 Oktober 2003 di Kota Mempawah, ibu kota Kabupaten Pontianak. Kebetulan saat itu sedang berlangsung Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Pontianak.
Aksi unjuk rasa itu membuat rapat terhenti. Untuk menenangkan massa, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Pontianak bersama-sama dengan Kepala Kepolisian Resor Pontianak Ajun Komisaris Besar Alamsyah menyatakan siap menyelidiki kasus korupsi ini.
Hermawansyah dari Lembaga Gemawan, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang melakukan gerakan antikorupsi di Kalbar, mengatakan, proses penegakan hukum kasus ini sangat lamban. Padahal, kasus ini sangat penting. Bukan semata-mata terkait dengan masalah yayasan, tetapi kasus ini merupakan bentuk korupsi yang dilakukan secara sistematis dan dibungkus dengan berbagai peraturan. Padahal, intinya sama, yakni mengeruk uang rakyat yang ada dalam APBD Kabupaten Pontianak untuk kepentingan elite politik. Kasus ini sekaligus menjadi pelajaran agar elite politik berhati-hati terhadap APBD karena salah-salah bisa dijerat pasal korupsi. (FUL)
Sumber : http://bolaeropa.kompas.com Selasa, 2 Maret 2004