Perjuangan Panjang Tari Saman Menuju Pengakuan UNESCO

Banda Aceh, NAD - Prek...prek.....," bunyi tepukan tangan terdengar serentak saat para anggota Sanggar Seni Seulaweut IAIN Ar-Raniry Banda Aceh berlatih Tari Saman.

Lalu, kedua telapak tangannya dipukulkan ke dadanya dengan tempo cepat, itulah cara yang harus dilakukan oleh penari dalam tarian tersebut.

Latihan tersebut terus dilakukan secara intensif, sehingga para penari bisa menampilkan tarian itu secara maksimal di hadapan publik.

Memang tarian tersebut membutuhkan latihan keras dan konsentrasi yang tinggi, karena bila tidak akan menimbulkan cedera, karena akan terjadi benturan sesama penari.

Namun, bila dibawakan dengan kompak, maka akan menimbulkan tarian yang sangat fantastik dan memakau bagi siapa saja yang menyaksikannya.

Tarian Saman tersebut secara perlahan dan pasti kini sudah sampai ke seluruh penjuru Tanah Air, bahkan sampai mancanegara.

Oleh karenanya, dengan perkembangan yang begitu cepat, tarian tradisional asal Aceh itu mendapat perhatian dari Badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya (UNESCO) guna diakui sebagai warisan budaya dunia.

Rencananya pihak UNESCO akan mengumumkannya pada 19 November 2011 di "Intangible Heritage" Bali, kata Kepala Badan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) I Gde Pitana di Jakarta, belum lama ini.

Proses perjuangan untuk memperoleh pengakuan UNESCO bukan perkara mudah, butuh waktu bertahun-tahun. Pada Mei 2008 pengajuan Tari Saman ke Badan PBB itu telah diajukan, namun baru April 2011 tari itu untuk masuk dalam "Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity".

Para tokoh seniman di Aceh dan Pemerintah Aceh memberikan apresiasi atas rencana pengakuan Tari Saman oleh UNESCO.

"Pengakuan ini merupakan sebuah kebanggaan bagi masyarakat Aceh tentang kualitas Tari Saman dan patut diberikan acungan jempol untuk pemerintahan," kata Imam Juwaini, tokoh seniman Aceh di Banda Aceh.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Rusyidah juga menyambut baik atas pengakuan tersebut. Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata akan lebih gencar mempromosikan tari itu, sehingga lebih dikenal baik secara nasional maupun internasional.

Rencananya untuk mempromosikan tarian tersebut pihaknya akan menggelar festival Rampoe (semua tarian Aceh-red), termasuk Tari Saman pada akhir 2011.

"Festival tersebut bertujuan melestarikan kesenian Aceh, khususnya Tari Saman yang sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia," katannya.

Historis
lebih jauh Iman menguraikan secara historis Tari Saman dibagi dua bagian yakni Rateb Duek (zikir berdiri-red) digunakan oleh masyarakat pedalaman Aceh dan Rateb Dong (zikir berdiri-red) digunakan masyarakat pesisir, namun pada dasarnya tarian itu satu kesatuan.

Menurut sejarah, Tari Saman merupakan salah satu media dakwah yang dibawakan oleh Syech Saman dari dataran sekitar abad ke-15 masehi untuk mempermudah menyampaikannya ke dalam masyarakat.

Syair-syair dalam iringan Tari Saman semua berisi pujian bagi Allah SWT. Untuk memainkannya, bisa dimainkan oleh puluhan namun jumlahnya harus ganjil.

"Dalam masyarakat Aceh banyak Tarian Saman, seperti Saman Gayo, Saman Seudati untuk orang pesisir, Rante Meusekat, tarian yang dimainkan perempuan di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, dan Tari Saman yang dimainkan di Kabupaten Nagan Raya," jelasnya.

Tari Saman kini telah dikenal masyarakat dunia dan diakui oleh badan internasional. Untuk itu ke depan tari ini perlu ada sebuah pembinaan yang lebih baik, sehingga ke depan ini makin lebih maju, kata Rusyidah lagi.

Pada bagian lain, Iman, mantan anggota Sanggar Seni Seulaweut IAIN ini berharap agar pemerintah harus menjelaskan tarian Saman, mana yang masuk dalam warisan budaya dunia, sehingga nantinya tidak ada yang melakukan klaim sepihak. "Di Aceh banyak daerah yang memiliki Tari Saman," katanya.

Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga keharmonisan antar orang Aceh dalam hal seni budayanya, sambungnya.

Direktur komunitas musik etnis Aceh Saleum Group itu juga menilai selama ini tarian yang dipertontonkan di Jakarta dan luar negeri itu bukan tarian saman tapi tari "Rampoe" artinya mengadopsi semua tarian saman yang ada di Aceh.

"Jangan sampai tarian Saman itu hanya sebagai tema tapi isinya bukan. Itu kan bisa merugikan masyarakat yang memiliki tarian Saman," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh Reza Fahlevi mengatakan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan domestik dan luar negeri ke Banda Aceh, pihaknya akan memperkenalkan seni budaya tradisional Aceh terutama Tari Saman.

Kini, salah satu tari khas asal Aceh itu telah diakui oleh dunia intenasional. Itu merupakan sebuah kebanggaan bagi masyarakat Aceh dan mudah-mudahan ke depan akan lebih banyak budaya Aceh yang diakui oleh dunia internasional.

-

Arsip Blog

Recent Posts