Berlin, Jerman - Penampilan sandratari Roro Mendut yang menceritakan kisah cinta Roro Mendut dan Pranacitra seperti halnya kisah sedih Romeo dan Juliet, berhasil memukau masyarakat Jerman.
Pementasan sandratari oleh kelompok tari Padnecwara yang digelar dalam rangkaian "Jakarta Berlin Art Festival" selama dua malam 27 dan 28 Juni menyentuh hati penonton yang sebagian besar masyarakat Jerman yang ada di Berlin, Rabu malam.
"Ceritanya sangat menyentu hati saya," ujar Viviana Martinez Tosar, seniman Jerman kepada koresponden Antara London, usai menyaksikan Roro Mendut cerita yang diambil dari Babad Tanah Jawi di Admiralspalast, Berlin.
Viviana mengakui bahwa Rara Mendut yang menceritakan kisah cinta itu sangat menyentuh hatinya yang dalam dan ceritanya bukan sekedar mengenai cinta tetapi mengandung berbagai aspek kehidupan.
Pemberontakan seorang wanita yang berani menolak keinginan Raja yaitu Tumenggung Wiraguna yang ingin memilikinya. Bahkan Roro Mendut berani menunjukkan kecintaannya kepada pemuda lain pilihannya, Pranacitra.
Dalam pementasan selama 100 menit, sekitar 100 penonton lebih terpaku dengan kepiawaian para seniman yang tergabung dalam Padnecwara pimpinan Retno Maruti, penari kawakan Indonesia yang ikut berperan sebagai Nyai Tumenggung Wiraguna.
Usai pementasan Retno Marti kepada Antara London, Selasa mengakui bahwa ia merasa senang bisa ikut berpartisipasi dalam acara festival budaya Indonesia Jerman dengan menampilkan sandratari Roro Mendut.
"Saya melihat antusiasme penonton yang memberikan apresiasinya pada kami," ujar Retno Maruti yang mengakui bahwa pementasan Roro Mendut merupakan kali pertama di Eropa .
Menurut Retno Maruti, ia melihat antusiasme penonton yang menyaksikan sandratari Roro Mendut yang dibawakan Noirury Nostalgia sebagai Roro Mendut dan Agus Prasetyo sebagai Pranacitra sang kekasih Roro Mendut.
Sementara yang menjadi sang penguasa Tumenggung Wiroguno, diperankan Wahyu Santoso Prabowo dan sementara Nyai Temengung diperanankan oleh dirinya sendiri dan Adipati Pragolo II oleh Widaru Krefianto Darmawan, sedangkan penata musik atau composer dilakukan Blacius Subono dan penata tari dilakukan oleh Rury Nostalgia yang dibantu para penari laki laki.
Menurut Retno Maruti, sejak ia diminta untuk tampil dalam Jakarta Berlin Art Festival persiapan yang dilakukan selama tiga bulan, karena sebelumnya ia juga pernah mementaskan Rara Mendut pada tahun 1979 dan tahun 80 an. "Setiap kali ditampilkan selalu ada perubahan perubahan yang dilakukan," ujarnya.
Menurut Retno Maruti, kehadairannya di Festival Budaya Jakarta Berlin tidak lepas jasa baik Agus Sarjono yang telah menggenal lama grup tarinya dan memberikan reomendasi kepada curator dari panitia Jakarta Berlin Art Festival.
Retno Maruti mengatakan bahwa ia mengajukan beberapa judul cerita, hanya saja kurator memilih kisah Roro Mendut utuk tampil dalam dua malam di acara Festival Budaya Jakarta Berlin ini.
Diakuinya cerita Roro Mendut memang sangat dekat dengan kisah kasih di manca negara mengenai kisah cinta seperti Romeo dan Juliet versi Jawa. Sementara itu Noirury Norlagia yang memerankan Roro Mendut mengakui bahwa ia senang bisa menjadi pemeran utama dalam cerita Roro Mendut.
"Kami memang sebelumnya tidak menyangka bisa mendapat undangan untuk berpartisipasi dalam festival," ujar putri Retno Maruti.
Menurut Rury, ia merasa senang, terharu dan juga bangga bisa tampil di festival. Dari enam sipnosis yang diajukan ke panitia Roro Mendut yang terpilih. Sementara keenam judul yang diajukan seperti Calon Arang, Surapati, Sukesi, Kemolo Bumi dan Aneka Tari Jawa, serta Roro Mendut yang dinilai cerita mirip dengan kisah cita Romeo dan Juliet.
Para penari yang tampil dalam Sandratari Roro Mendut yang ditampilkan grup tari Padnecwara itu terdiri dari Noirury Nostalgia yang menjadi Roro Mendut merangkap manajer, serta kreaografer Retno Maruti.
Para penari putri terdiri atas Siti Nurjati Wahyuni Swandija, Purwo Tjahya Indrawati, Chrystina Ambarwati, Risna Astari Tumenggung dan Nanik Dwi Widaningrum sebagai musisi.
Sedangkan penari pria terdiri Yuli Bhimawan, Wijarnoko, Wahyu Santoso Prabowo, Agus Prasetyo, Widaru Krefianto Darmawan, Yestriyono Piliyanto dan Guntur Kusumo Widigdo.
Musisi terdiri dari Kadar Sumarsono, Sutikwan, Wjanarko, Suroso Hadimulyo, Widaru Refiato Darmawan, Blacius Subono, Sri Mulyana, Sigit Setiyawan, Nanik Dwi Widyaningrum, dibatu dengan dua official yaitu Diah Styani Saminarsih dan Suwarsidi Trisapto.
Kisah Roro Mendut tidak sekedar mengisahkan kisah cinta anak manusia tetapi juga kekuasaan tetapi juga emansipasi wanita.
Emansipasi Wanita
Kisah Roro Mendut tidak sekedar mengisahkkan kisah cinta anak manusia tetapi juga kekuasaan dan kehidupan manusia serta emansipasi wanita dibawakan dengan apik oleh kelompok Padnecwara yang tampil dengan profesional dan menarik.
Hal itu diakui oleh Viviana Martinez Tosar, meskipun ia tidak mengerti bahasa yang digunakan tetapi dari jalan cerita yang disaksikannya kisah Rara Mendut, tidak saja sekedar kisah cita tetapi juga pelajaran hidup.
"Saya sampai tidak bisa bergerak dan bernafas karena konsentrasi saya begitu penuh kepada jalan cerita yang ditampilkan dengan sangat apik oleh para pemain," ujarnya.
Mendut adalah simbol kekuatan daerah pesisir (Pantai Utara) yang ditaklukan oleh kekuasaan Mataram, simbol kerajaan dan budaya pedalaman, yang agraris dan cenderung otoritarian.
Para ahli sastra, sarjana dan satrawan sepakat Mendut adalah pejuang emansipasi perempuan yang berani menolak hasrat berahi seorang Panglima.
Walaupun dia harus menanggung resiko membayar pajak upeti seperti layaknya sebuah daerah ataupun orang-orang yang takluk oleh kekuasaan Mataram.
Mendut hanyalah seorang anak nelayan dari desa Teluk Cikal yang kebetulan hidup dalam kekuasaan Adipati Pragolo II, sang keris penguasa Kadipaten Pathi.
Dan sebelum jatuh ke tangan Tumenggung Wiroguno, Mendut diculik oleh prajurit Adipati Pragolo II, saat sedang asyik-asyiknya membantu pamannya di pesisir pantai.
Mendut di bawa begitu saja karena kecantikkannya. Keceriaan remajanya dirampas dan dipingit dalam Puri Kadipaten Pathi. Tapi sebelum keremajaannya dinodai Adipati Pragolo II, Kadipaten Pathi, keraton serta purinya habis dirangsek oleh Tumenggung Wiroguno, utusan Kerajaan Mataram.
Kadipaten Pathi memberontak terhadap kekuasaan besar Kerajaan Mataram, dengan mencoba memerdekakan diri dan enggan membayar upeti menghadap Istana Mataram di Karta.
Pementasan Sandratari Roro Mendut, kembali ditampilkan ditempat yang sama di theatre Admiralspalast, gedung pertunjukan mega yang berada di tengah kota Berlin.
Sumber: http://www.antaranews.com