Siswa "Berondong" Putu Wijaya dengan Tanya Sastra

Semarang, Jateng - Sastrawan dan seniman serba bisa, Putu Wijaya, "diberondong" pertanyaan seputar sastra oleh siswa saat dialog bertajuk "Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya" di SMP Negeri 3 Semarang, Kamis.

Para siswa yang berasal dari berbagai SMP di Semarang terlihat berdiri berderet mengantre untuk mengajukan pertanyaan kepada Putu, termasuk kepada dua sastrawan lain yang hadir yakni Sosiawan Leak dan Agus R. Sarjono.

Berbagai pertanyaan dilontarkan siswa, mulai teknik membuat puisi, cerita pendek, membangkitkan minat terhadap dunia sastra, sampai dengan kisah asmara masa muda para sastrawan itu yang mungkin menjadi inspirasi dalam karyanya.

Pada kesempatan itu, Putu juga menyempatkan mementaskan monolog secara singkat bertajuk "Burung Perkutut" yang menceritakan nasib rakyat Indonesia yang belum mengerti apa sesungguhnya arti kemerdekaan.

"Kemerdekaan yang indah, bukanlah kemerdekaan yang cuma-cuma, tapi kemerdekaan yang diperjuangkan. Itulah kemerdekaan yang indah," katanya ketika menjawab pertanyaan salah satu siswa tentang makna monolog yang dimainkannya.

Ia menjelaskan tentang tidak sulitnya seseorang menjadi sastrawan.

"Untuk menjadi sastrawan sebenarnya tidak terlalu sulit, karena yang diperlukan hanyalah niat. Urusan jadi sastrawan terkenal atau tidak, yang penting niat," kata Putu yang juga dikenal sebagai penulis cerpen itu.

Ia mengakui, selama ini lebih memilih menelurkan karya satra berupa cerpen dibandingkan dengan puisi, karena cerpen lebih membuatnya nyaman dan yang terbaik baginya, meski sebenarnya ia pun bisa membuat puisi.

"Saya juga bisa `bikin` puisi, olahraga pun saya suka. Tetapi, yang terbaik dan membuat saya nyaman, menurut saya adalah ketika saya membuat cerpen," katanya ketika menjawab pertanyaan siswa tentang alasan lebih suka membuat cerpen.

Selain itu, ia juga "membocorkan" rahasia membuat klimaks yang bagus dalam menulis cerpen, yakni membuat klimaks alur cerita yang dibuat di luar kebiasaan atau yang kebanyakan terjadi di masyarakat.

"Klimaks cerpen yang baik dan menarik, menurut saya adalah membuatnya berbeda dari kebanyakan cerita. Misalnya, setiap hari kita lihat orang berdiri tegak, sesekali bayangkan orang berdiri terbalik," katanya.

Hal-hal baru dan berbeda semacam itu, katanya, bisa memberikan kejutan kepada pembacanya karena ternyata berbeda dengan apa yang terpikirkan oleh orang.

Kepala SMP Negeri 3 Semarang, Roch Mulyati, mengatakan, kegiatan itu merupakan prakarsa Kementerian Pendidikan Nasional untuk menumbuhkan minat sastra di kalangan siswa, terutama siswa SMP dan sederajat.

"Ada perwakilan 83 SMP dan madrasah tsanawiyah (Mts) di Kota Semarang yang datang, totalnya lebih dari 1.000 siswa plus guru. Kami sebelumnya hanya menargetan jumlah peserta sekitar 700-800 orang," katanya.

-

Arsip Blog

Recent Posts