Denpasar, Bali - Pengamat kesenian Bali, Wayan Suarjaya, menyatakan bahwa kesenian sakral tidak pernah bertujuan untuk kepentingan bisnis dan komesial.
"Oleh sebab itu, sakral dan tidaknya suatu pertunjukkan seni dapat diukur dari beberapa kategori, seperti tarian itu tidak pernah diupah (disewa) untuk suatu pertunjukan hiburan yang bersifat komersial," kata dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar itu, Minggu.
Menurut dia, kesenian sakral untuk melengkapi kegiatan ritual umat Hindu di Pulau Dewata harus memenuhi beberapa ketentuan yang diwariskan secara turun temurun.
Ketentuan itu antara lain menyangkut upacara keagamaan mulai dari memilih bahan kayu yang akan digunakan memilih hari baik dan penarinya dinilai masih suci atau orang yang belum pernah kawin.
Demikian pula waktu pementasan, pelaku seni akan memilih hari yang baik karena tari sakral itu khusus dipersembahkan kehadapan leluhur dan Tuhan Yang Maha Esa pada hari-hari tertentu saat menggelar kegiatan ritual.
Kesenian sakral juga dipentaskan khusus untuk kelengkapan kegiatan keagamaan, dengan menggunakan perlengkapan atau peralatan yang khas.
"Orang yang menari adalah orang pilihan, baik secara skala melalui pilihan dan persetujuan dari masyarakat pendukung, atau melalui cara mohon petunjuk secara niskala," kata mantan Dirjen Bimas Hindu Departemen Agama.
Kesenian sakral yang ada di Bali antara lain tari Pendet, Baris Gede, Rejang, Sangyang, Topeng Dalem Sidakarya, Ketekok Jago, Wayang Lemah, dan Wayang Sapuh Leger.
"Tari sakral itu dipentaskan sesuai dengan kegiatan yang digelar, baik tempat suci dalam lingkungan keluarga (merajan) maupun di pura dalam lingkungan desa adat di Bali," kata Wayan Suarjaya. (T.I006/M038)
Sumber: http://www.antaranews.com