Padangpanjang, Sumbar - Jelang pagelaran Festival Seni Melayu (FSM) ASEAN 2012 yang dimotori Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, Rektor ISI Mahdi Bahar dan sejumlah dosen menggelar pertemuan bersama sejumlah profesor sebagai Dewan Kurator di Aula Rektorat ISI, kemarin.
Pada pertemuan itu, Mahdi menyampaikan, latar belakang pagelaran berangkat dari keanekaragaman Indonesia. Seperti keragaman genre seni budaya sebagai bentuk warisan dan kekayaan serta pusaka yang harus dipelihara sebagai harga diri bangsa dan negara.
Beberapa tahun terakhir, kata Mahdi, adanya genre atau seni milik masyarakat Indonesia yang diklaim negara lain sebagai milik mereka. Ini suatu bentuk lemahnya perhatian pihak Indonesia akan ketahanan seni budaya bangsa sebagai warisan yang harus dipelihara.
“Meski belum terlambat, sudah saatnya Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Seni Indonesia (BKS PTSI) memainkan peran di bidangnya (seni budaya dan kreativitas seni) untuk melakukan langkah menuju penguatan ketahanan seni budaya dalam bingkai pergaulan antar bangsa,” ungkap Mahdi.
Sejumlah rangkaian kegiatan dalam FSM ASEAN 2012, Mahdi mengatakan akan diselenggarakan, seni pertunjukan, seni rupa, film dan seminar. “Setiap kegiatan capaiannya beripementasi penguatan ketahanan budaya terhadap bangsa kita,” ujarnya.
Prof Sardono W Kusumo dalam pandangannya mengatakan, FSM ASEAN 2012 harus mencari platform seni Melayu sehingga tidak terjebak dengan kekinian. Menurutnya, Indonesia mempunyai sejarah yang besar dalam Kemelayuan. Ini dibuktikan dengan berkembangnya peradaban Melayu di Afrika yang dibawa dan dikembangkan Syekh Yusuf.
Ini bukti nyata bahwa Melayu bukan merupakan warisan terhadap bangsa Indonesia. Namun secara tegas dinyatakannya, Melayu di Indonesia merupakan sebuah peradaban yang nyata jika dilihat kronologis berkembangnya di wilayah nusantara era Majapahit.
“Intinya, Melayu merupakan platform nusantara. Dengan demikian platform kegiatan FSM ASEAN 2012 jangan terkotak-kota dengan memasukan susastra sebagai unsur inti dalam setiap pertunjukan,” ujarnya.
Dalam legesi men-share rangkaian sejarah kesenian, Dewan Kurator lainnya Dr Wagiono Sunarto melihat FSM ASEAN 2012 terkait proses Melayu, harus sebagai pencarian benang merah. Dalam rangkaian festival, Wagiono mengatakan harus ada ciri khas yang dapat dipegang sebagai bentuk Kemelayuan, sekaligus bentuk perbedaan dari festival kesenian pada umumnya.
“Fokus kegiatan harus memiliki tema jelas dalam arti luas sesuai dengan perkembangan budaya Melayu,” tutur Soeprapto.
Salah satu tokoh muda Indonesia asal Sumbar, Fadli Zon mengatakan FSM ASEAN 2012 merupakan ajang yang mampu me-reklaim Indonesia sebagai pusat peradaban Melayu. Pembuktiannya dapat dinyatakan dengan selain menjadikan sastra sebagai unsur inti setiap pertunjukan, juga dengan mengenalkan sejumlah artefak sejarah Melayu.
“Di antaranya yang saya miliki dan dipinjamkan dalam FSM ASEAN 2012 nantinya, koran pertama berbahasa Melayu cetakan 1862 dari Semarang Jawa Tengah. Juga ada berbagai koin dari masing-masing kesultanan di Nusantara yang mencerminkan kebudayaan Melayu,” kata Fadli Zon.
Dari pandangan Dewan Kurator FSM ASEAN 2012, Mahdi Bahar menyimpulkan pada inti kegiatan pertunjukan akan mengedepankan penciptaan kreativitas seni budaya Melayu. Sedangkan dalam seminar sebagai salah satu rangkaian festival, akan mewujudkan pemetaan sejarah Kemelayuan di Nusantara yang mencakup Asia Tenggara.
Sumber: http://padangekspres.co.id